SYEIKH MUGHYDEEN ABDUL QHADIR JAILANI
BAHAGIAN 4
(PERHATIAN: HANYA UNTUK MURID2 YANG MENGAMBIL
TALQIN SHADATAI YANG MENYAMPAI KEPADA SYEIKH MUGHYIDEEN ABDUL QHADIR JAILANI
SAHAJA. KEPADA YG BELUM MENGAMBIL TALQIN WASILAH DRP SYEIKH, GURU ATAU BADAL,
ADALAH DILARANG MEMBACA WARKAH INI)
CARA MENDEKATKAN DIRI KEHADRAT ALLAH DENGAN DUA SAYAP,
MENURUT SYAIKH ABDUL QHADIR AL-JILANI
SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib mengingatkan bagaimana cara mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala. "Kau mungkin dekat kepada Allah atau jauh
dari-Nya. Jika kau jauh dari-Nya, kenapa berlengah diri, tak berupaya
mendapatkan rahmat, kemuliaanmu, keamanan dan kecukupan diri di dunia ini dan
di akhirat," tuturnya.
Selanjutnya beliau
menyarankan agar kita segera terbang kepada-Nya dengan dua sayap. "Sayap
pertama berupa penolakan akan kesenangan, keinginan-keinginan tak halal; sayap
kedua berupa penanggungan kepedihan, hal-hal tak menyenangkan dan menjauh dari
keinginan duniawi dan ukhrawi, agar bisa menyatu denganNya dan dekat
kepada-Nya," ujarnya.
Tapi jika menurut saya ia taklah
semudah itu. Kamu sebenarnya dikehandaki membuat dahulu penyerahan mutlak
kepada Allah tampa berbelah bahagi secara ikhlas dan redha 100%. Seperti
yang sering kamu ucpkan didalam Surah Fatihah, 17 kali setiap hari didalam
solat kamu. Ucapan dan pengakuan sumpah “Hanya kepadaMu aku menyembah dan
Hanya kepadaMu aku mohon pertolngan”. Ucapan ini adalah “wajib” kamu
buktikan terlebih dahulu secara mutlak. Setelah itu kamu pohonlah pertolongan
Allah agar kamu diberi rahmat dan hidayah agar diperkenan supaya dapat bertemu
denganNya. Ingatlah!!! Hanya dengan pertolongan Allah sahaja kamu dapat bertemu
dengan Nya, melalui jaringan dan pekenan dari semua guru-guru mu, Wali
penjagamu, Nabi yang selalu berserta didalam doa kamu dan Rasul yang empunya
jalan yang diredhai Tuhan yang telah berjanji kepadanya. Tiada jalan lain…
hanya inilah satu-satunya jalan yang perlu kamu tempuh agar kamu berjaya untuk
“bertemu denganNya”. Inilah jalan sebenar-benar jalan yang mendapat keredhaan
Allah yang sangat kamu perlukan sewaktu kamu hidup didunia dan akan kamu bawa
kealam Akhirat kelak. Barulah kamu dapat menunaikan kewajiban yang Allah
perintahkan kepada kamu waktu pertemuan kamu dulu yang telah Allah firmaankan
didalam Surah al A’araf ayat 172: “Adakah Aku Tuhan kamu??” Jawab kamu “Ya,
bahkan”.
"Maka kau peroleh
segala yang diidamkan dan diraih orang. Kau menjadi demikian terhormat dan
mulia. Jika kau termuliakan dengan kelembutan-Nya, menerima cinta-Nya, dan
menerima kasih sayang-Nya, maka tunjukkanlah perilaku terbaik dan jangan
berbangga diri dengan semua itu, agar kau tak lalai mengabdi, tak angkuh, tak
lazim dan tak tergesa-gesa," tambahnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan bodoh.” (QS. 33:72). “Dan manusia itu bersifat
tergesa-gesa.” (QS. 17:11).
Maka sebenarnya dari dua
surah yang diutarakan diatas adalah menunjukkan bahawa sa nya kamu semua telah
mengangkat sumpah dan janji dihadapan Allah SWT dan telah ditunjukkan jalanNya
yang lurus dikala itu serta kamu sebenarnya telah pun bertemu Allah secara
hadap berhadapan waktu dialam roh dahulu dan bila kamu dijatuhkan kedunia kamu
dilupakan saat itu dan dilalaikan dengan urusan dunia serta nafsu kamu sendiri.
Allah pada waktu itu sebenarnya mahukan kamu kekal mentaatiNya dan kenal dengan
Nya, tetapi kamu wajib dicampakkan kedunia supaya Dia hendak mengenal siapakah
diantara kamu yang masih memegang kepada sumpah dan janji itu hingga saat kamu
kembali semula kehadratNya kelak. Maka orang itulah yang benar-benar manusia
yang benar dan dikasihi Allah SWT. Oleh itu adalah menjadi kewajiban kamu semua
untuk mengenal Allah sewaktu didunia ini dengan jalan belajar dan menggunakan
akal dan fikiran serta beramal soleh agar Allah memberi hidayah kepada kamu
untuk “mengenal” Nya dengan satu penyerahan mutlak kepadaNya serta doa-doa dari
guru-guru kamu dalam suluk yang berpanjangan istikamahnya hingga kamu berjaya.
Janganlah kamu bimbang jika
kamu sudah membuat keputusan penyerahan mutlak memilih untuk bersama dengan
Allah diseluruh kehidupan kamu. Jika pun kamu tidak terpilih untuk mendapat
hidayah dan mengenali Allah semasa didunia ini, insyaallah semasa kamu dialam
barzah kelak Allah akan memerentah Malaikat-malikatnya datang kepada kamu untuk
mengajar sehingga kamu benar-benar mengenali Allah. Sesuai dengan hadis Nabi
yang bermaksud “Pada hari kebangkitan semula nanti, ada diantara umatku akan
dibangkitkan dengan cahaya terang dan berseri-seri akibat dari pelajaran yang
diterima sewaktu mereka didalam kubur”. Maka peganglah sekuat-kuat hati kamu
akan firman Nabi saw itu serta yakin bahawa kamu juga akan mendapat jalan itu
kelak agar kamu tidak tergolong diantara mereka-mereka yang lupa dan lalai akan
sumpah setia kamu dahulu. Jangan saja kamu tidak melakukan apa-apa kearah
tersebut. Jangan diharap akan mendapat pertolongan Allah jika kamu malas
berusaha dan tidak berbuat apa-apa tetapi menghendaki hasil yang istimewa.
Buktikan kesungguhan dan keyakinan kamu serta istikamah dalam suluk kamu hingga
kamu mati. Insyaallah..kamu akan mendapat pertolongan Allah dimana-mana
bahagian. Waallahua’lam…
Nasehat Syaikh Abdul Qadir:
Lindungilah hatimu dari kecondongan kepada orang dan keinginan-keinginan yang
telah kau campakkan, dari ketaksabaran, dari ketak-selarasan dan dari
ketak-ridhaan kepada Allah di kala ditimpa musibah. Campakkanlah dirimu ke
hadapan-Nya dengan sikap seperti bola di kaki pemain polo yang menggulirkannya
dengan stiknya, bagai jasad mati di hadapan orang yang memandikannya, dan bagai
bayi di pangkuan ibu.
"Butalah terhadap
segala selain-Nya agar tak kau lihat sesuatu pun selain-Nya – tiada kemaujudan,
kemudharatan, manfaat, karunia dan penahan karunia. Anggaplah orang dan sarana
duniawi di kala menderita dan ditimpa musibah sebagai cambuk-cambuk-Nya (cemiti
pemukul badan) yang dengan keduanya Ia mencambukmu. Dan anggaplah keduanya di
kala suka sebagai tangan-Nya yang menyuapimu," demikian Syaikh Abdul Qadir
Al-Jilani.
NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI AGAR KIAN DEKATKAN
DIRI DENGAN ALLAH SWT
AWAL kehidupan rohani berupa
keterlepasan dari kedirian, keberadaan dalam arena hukum, dan kembali kepada
kedirian setelah mampu menjaga hukum. "Lepaslah dari kedirian, semisal
makan, minum, berbusana, menikah, tempat-tinggal, dan
kecenderungan-kecenderungan dan masuklah ke dalam hukum," tutur Syaikh
Abdul Qadir Al-Jilani, dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib. Selanjutnya
beliau berkata, ikutilah Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, sebagaimana Allah berfirman:
“Ambillah yang dibawa Nabi kepadamu, dan hindarilah yang dilarangnya.” “Katakanlah:
jika kau mencintai Allah, ikutilah Aku, maka Allah akan mencintaimu.” (QS.3:31)
Bila telah terlepas dari
kedirian dan ketakpatuhan, baik lahiriah maupun batiniah, maka yang ada padamu
hanyalah keesaan Allah, dan yang ada pada lahiriahmu hanyalah kepatuhan dan
pengabdian kepada Allah. "Hal ini
kemudian menjadi sikap, busana, gerak dan diammu, di kala malam, siang, dalam
perjalanan, di rumah, dalam kesulitan, dalam kemudahan, dan dalam segala
keadaan. Maka dibawalah kau ke lembah-Nya, dan dikendalikan oleh-Nya,"
ujarnya.
"Berlepaslah dari
segala upaya, perjuangan dan dayamu, maka dibawa kepadamu yang pena tak kuasa
menuliskannya, dan kamu menjadi begini, terlindung dan terselamatkan di tengah-tengahnya.
Hukum terlestarikan padanya, kesesuaian dengan kehendak-Nya diperoleh di
dalamnya, dan hukum takkan dilanggar," lanjutnya Allah berfirman:
“Sesungguhnya, telah Kami turunkan pengingat, dan sesungguhnya Kami yang
menjaga.” (QS.15:90), “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan
kekejian; sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan Kami.” (QS.12:24) "Maka
perlindungan Allah menyertaimu, hingga kau menghadap-Nya dengan
kasih-Nya," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI: TIADA MAQAM SETELAH WALI
DAN BADAL SELAIN MAQAM NABI.
BILA hamba Allah telah lepas
dari ciptaan, keinginan, diri, tujuan dan kehendak akan dunia dan akhirat, maka
ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaagung,
dan segala suatu sirna dari hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh
ciptaan, dekat kepada-Nya dan menerima karunia-Nya melalui rahmat-Nya.
Dibukakan-Nya baginya
pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya.
"Sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak
melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintahNya dan
tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi
Mahaagung," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul
Futuh Al-Ghaib.
Allah menjanjikan kepadanya
dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan sama hamba dalam hal ini tak
datang kepadanya, karena keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan
dan pengupayaan kenikmatan. Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah
Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji
dalam hal ini, karena hal ini ada pada orang yang berkeinginan. Pada maqam ini,
janji Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat
digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya sendiri
untuk melakukan sesuatu, lalu berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain.
Begitu pula, kata Syaikh
Abdul Qadir, Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi
Muhammad SAW wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang terbatalkan, sebagaimana
firman-Nya: “Wahyu yang kami hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan
dengan yang lebih baik. Tidakkah kau tahu bahwa Allah berkuasa atas
segala-nya?” (QS.2:106)
Ketika Nabi SAW lepas dari
keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah
disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci , sehubungan dengan tawanan perang
Badar , sebagai berikut: ”Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia ini,
sedang Allah menghendaki bagimu akhirat ; dan Ia Mahakuasa lagi Mahabijaksana.
Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku, sesungguhnya akan
menimpamu siksaan yang besar atas yang kau lakukan.” (QS.8:67-68)
Nabi SAW adalah kekasih
Allah, yang Ia senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan
kendali-Nya kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuanNya
dan senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya: “Tidakkah kau tahu bahwa
Allah Mahakuasa atas segalanya?” (QS.2:106) Dengan kata lain, menurut Syaikh
Abdul Qadir, kamu berada di samudra ketentuan-Nya, yang mengombang-ambingkan
kamu, kadang ke sini, kadang ke sana. "Dengan demikian setelah wali ialah
Nabi. Tiada maqam setelah waliAllah dan walibadal selain maqam Nabi,"
demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
BAGAIMANA SEHARUSNYA MENJADI WALI, MENURUT SYAIKH
ABDUL QADIR AL-JILANI
SEGALA pengalaman spiritual
merupakan pengekangan, sebab sang wali diperintahkan untuk menjaga hal-hal itu.
Segala yang diperintahkan untuk dijaga menimbulkan pengekangan. Berada dalam
ketentuan Allah merupakan kemudahan, sebab yang diperintahkan hanyalah memaujudkan
Allah dan menafikan diri serta tunduk dalam ketentuan-Nya (nafikan diri dan
sibatkan Allah). "Wali tak boleh bersitegang (sifat berlawanan) dalam
masalah ketentuan-Nya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya
berjudul Futuh Al-Ghaib.
Menurutnya, ia harus selaras
dan tak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada dirinya, entah manis
atau pahit. Pengalaman itu terbatas, maka dari itu diperintahkan untuk menjaga
pengalaman itu. Di lain pihak, kehendak Allah, yang merupakan ketentuan, tak
terbatas. Isyarat bahwa hamba Allah telah mencapai kehendak-Nya dan kemudahan
ialah diperintahkan-Nya ia untuk meminta kenikmatan-kenikmatan setelah
diperintahkan untuk mencampakkannya dan menjauh darinya. Sebab bila rohaninya
hampa akan kenikmatan, dan yang tinggal dalam dirinya hanyalah Tuhan, maka ia
dimudahkan dan diperintahkan untuk meminta, mendambakan dan menginginkan
hal-hal yang menjadi haknya. Dan yang bisa ia peroleh melalui permintaannya
akan hal-hal itu, sehingga harga dirinya di mata Allah, kedudukannya dan
karunia Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dengan diterimanya doanya,
menjadi kenyataan.
Menggunakan lidah untuk
meminta kenikmatan sangat menunjukkan hal setelah pengekangan dan keluar dari
segala pengalaman, kedudukan dan dari upaya keras menjaga batas. Bila ditolak
bahwa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum ini menyebabkan ateisme dan
keluar dari Islam sebagaimana firman-Nya: “Abdilah Tuhanmu sampai kematian datang
kepadamu.” (QS.15:99). “Jawabku ialah bahwa hal ini tak berarti begitu dan
takkan begitu, tetapi bahwa Allah amat pemurah dan wali-Nya amat dicintai-Nya,
sehingga Dia tak dapat mengizinkannya untuk menduduki suatu kedudukan hina di
mata hukum dan agama-Nya," ujarnya.
Sebaliknya, Syaikh Abdul
Qadir menyatakan, Dia menyelamatkannya dari semua itu, menjauhkannya dari semua
itu, melindunginya dan menjaganya di dalam batas-batas hukum. Maka ia terlindung dari dosa dan senantiasa
berada di dalam batas-batas hukum tanpa upaya dan perjuangan dari dirinya,
sedang ia tak sadar akan keadaan ini dikarenakan oleh kedekatannya kepada
Tuhannya. Allah berfirman: “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya
kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia adalah salah satu dari hamba-hamba
terpilih kami.” (QS.12:24) dan “Sesungguhnya terhadap hamba-hamba-Ku kau tak
berkuasa.” (QS.15:42) dan “Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan.”
(QS.37:40)
"Duhai orang yang
malang!" kata Syaikh Abdul Qadir, "Orang semacam itu dijauhkan oleh
Allah dan ia adalah curahanNya. Dia memeliharanya dalam pangkuan kedekatan dan
kasih-sayang-Nya. Bagaimana bisa si iblis mendekatinya. Bagaimana bisa kekejian
mendekatinya: Selanjutnya Syaikh berdoa: "Semoga kekejian terhancurkan oleh
daya dan kelembutan sempurnaNya! Semoga Dia melindungi kita dengan perlindungan
dan kasih-sayang sempurna sehingga kita senantiasa mampu menjauhkan diri dari
dosa-dosa. Semoga Dia memelihara kita dengan rahmat-rahmat dan karunia-karunia
sempurna-Nya melalui tindak kasih-sayang-Nya!"
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI TEGASKAN WALI TAK
TERJANGKAU NALAR MANUSIA BIASA
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib banyak memberi nasehat kepada umat
Islam. Beliau menegaskan para wali dan badal, yang tak terjangkau nalar manusia
dan kebiasaan. Perwujudan ini terbentuk: Jalal (keagungan), dan Jamal
(keindahan). Kehendak-Nya terwujud. Secara Kasyf (penglihatan rohani) dan Musyahida
(pengalaman-pengalaman rohani). "Jalal menghasilkan kegelisahan, pemahaman
yang menggundahkan, dan sedemikian menguasai hati, sehingga gejala-gejalanya
tampak pada jasmani," tuturnya.
Diriwayatkan bila Rasulullah
salat, dari hatinya terdengar gemuruh, bak air mendidih di dalam ketel, karena
intensitas ketakutan yang timbul dari penglihatan baginda akan Kekuasaan dan
KebesaranNya. Diriwayatkan bahwa pilihan Allah, Nabi Ibrahim AS dan Umar sang
Khalifah RA, juga mengalami keadaan yang serupa.
Mengalami perwujudan
keindahan Ilahi merupakan refleksi-Nya pada hati manusia yang mewujudkan nur,
keagungan, kata-kata manis, ucapan penuh kasih-sayang, dan kegembiraan atas
kelimpahan keruniaNya, maqam yang tinggi, dan keakraban denganNya — yang kepadaNya
segala urusan mereka kembali — dan atas takdir yang telah ditetapkanNya jauh di
masa lampau.
Inilah karunia dan
rahmatNya, dan pengukuhan atas mereka di dunia ini, sampai waktu tertentu. Ini
dilakukan agar mereka tak melampaui kadar cinta yang layak dalam keinginan
mereka akan hal itu, dan karenanya, hati mereka takkan berputus asa, sekali pun
mereka menjumpai berbagai hambatan atau bahkan terkulaikan oleh hebatnya ibadah
mereka sampai datangnya kematian. Ia melakukan ini berdasarkan kelembutan,
kasih sayang dan kehormatan, juga untuk melatih agar hati mereka lembut, karena
Dia bijaksana, mengetahui, lembut terhadap mereka.
Diriwayatkan, bahwa Nabi SAW
sering berkata kepada Hadhrat Bilal sang muadzin: “Wahai Bilal, gembirakanlah
hati kami,” Maksud beliau, hendaklah ia serukan azan agar beliau bisa salat,
guna merasakan perwujudan-perwujudan rahmat Ilahi, sebagaimana telah kita
bicarakan. Itulah sebabnya Nabi SAW bersabda: “Dan mataku sejuk, bila aku
salat.”
Penjaga Pintu Hati
Selanjutnya dalam risalah yang
lain dan pada kitab yang sama, Syaikh Abdul Qadir memberi nasehat,
"Keluarlah dari kedirian. Jauhilah dia, dan pasrahkanlah segala sesuatu
kepada Allah. Jadilah penjaga pintu hatimu. Patuhilah senantiasa
perintah-perintah-Nya, hormatilah larangan-larangan-Nya, dengan menjauhkan
segala yang diharamkan-Nya." "Jangan biarkan kedirianmu masuk ke
dalam hatimu, setelah keterbuanganmu. Mengusir kedirian dari hati, haruslah
disertai pertahanan terhadapnya, dan menolak pematuhan kepadanya dalam segala
keadaan," lanjutnya.
Mengizinkan ia masuk ke
dalam hati, menurut Syaikh, berarti rela mengabdi kepadaNya, dan berintim
denganNya. "Maka, jangan menghendaki segala yang bukan kehendak Allah.
Segala kehendak yang bukan kehendak Allah, adalah kedirian, yang adalah rimba
kejahilan, dan hal itu membinasakanmu, dan penyebab keterasingan dari-Nya.
Karena itu, jagalah perintah Allah. Jauhilah larangan-Nya, berpasrahlah selalu
kepada-Nya dalam segala yang telah ditetapkanNya, dan jangan sekutukan Dia
dengan sesuatu pun."
Jangan berkehendak diri,
agar tak tergolong orang-orang musyrik. Allah berfirman: “Barang siapa
mengharap penjumpaan (liqa) dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal
saleh dan tidak menyekutukanNya.” (QS 18.Al Kahfi: 110). Kesyirikan tak hanya
penyembahan berhala. Pemanjaan nafsu jasmani, dan menyamakan segala yang ada di
dunia dan akhirat dengan Allah, juga syirik. Sebab selain Allah adalah bukan
Tuhan. Bila kau tenggelamkan dalam sesuatu selain Allah berarti kau
menyekutukanNya.
Oleh sebab itu, waspadalah,
jangan terlena. Maka dengan menyendiri, akan diperoleh keamanan. Jangan
menganggap dan mengklaim segala kemaujudan atau maqam-mu, berkat kau sendiri.
Maka, bila kau berkedudukan, atau dalam keadaan tertentu, jangan membicarakan
hal itu kepada orang lain. Sebab dalam perubahan nasib yang terjadi dari hari
ke hari, keagungan Allah mewujud, dan Allah mengantarai hamba-hambaNya dan
hati-hati mereka.
Bisa-bisa yang kau
percakapkan, sirna darimu, dan yang kau anggap abadi, berubah, hingga kau
termalukan di hadapan yang kau ajak bicara. Simpanlah pengetahuan ini dalam
lubuk hatimu, dan jangan perbincangkan dengan orang lain. Jika hal itu terus
maujud, maka hal itu akan membawa kemajuan dalam pengetahuan, nur, kesadaran dan
pandangan. Allah berfirman: “Segala yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan
terlupakan, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya, atau yang sepertinya.
Tidakkah kamu ketahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al
Baqarah: 106)
Jangan menganggap Allah tak
berdaya dalam sesuatu hal. Jangan menganggap ketentuan-Nya tak sempurna. Dan
jangan sedikit pun ragu akan janji-Nya. Dalam hal ini ada sebuah contoh luhur
dalam Nabi Allah. Ayat-ayat dan surah-surah yang diturunkan kepadanya, dan yang
dipraktekkan, dikumandangkan di masjid-masjid, dan termaktub di dalam
kitab-kitab. Mengenai hikmah dan keadaan rohani yang dimilikinya, ia sering
mengatakan bahwa hatinya sering tertutup awan, dan ia berlindung kepada Allah
tujuh puluh kali sehari.
Diriwayatkan pula, bahwa
dalam sehari ia dibawa dari satu hal ke hal lain sebanyak seratus kali, sampai
ia berada pada maqam tertinggi dalam kedekatan dengan Allah. Ia diperintahkan
untuk meminta perlindungan kepada Allah, karena sebaik-baik seorang hamba iaitu
berlindung dan berpaling kepada Allah. Karena, dengan begini, ada pengakuan
akan dosa dan kesalahannya, dan inilah dua macam mutu yang terdapat pada
seorang hamba, dalam segala keadaan kehidupan, dan yang dimilikinya sebagai
pusaka dari Adam AS, ‘bapak’ manusia, dan pilihan Allah. Berkatalah Adam AS:
“Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tak
mengampuni kami, dan merahmati kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang
yang merugi.” (QS Al-A’raaf: 23).
Maka turunlah kepadanya
cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang tobat, akibat dan tentang hikmah di
balik peristiwa ini, yang takkan terungkap tanpa ini. Lalu Allah berpaling
kepada mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka bisa bertobat. Dan Allah mengembalikannya ke hal semua, dan
beradalah ia pada peringkat wilayat yang lebih tinggi, dan ia dikaruniai maqam
di dunia dan akhirat. Maka menjadilah dunia ini tempat kehidupannya dan
keturunannya, sedang akhirat sebagai tempat kembali dan tempat peristirahatan
abadi mereka. "Maka, ikutilah Nabi Muhammad SAW, kekasih dan pilihan
Allah, dan nenek moyangnya, Adam, pilihan-Nya – keduanya adalah kekasih Allah –
dalam hal mengakui kesalahan dan berlindung kepada-Nya dari dosa-dosa, dan
dalam hal bertawadhu’ dalam segala keadaan kehidupan," demikian Syaikh Abdul
Qadir Al-Jilani.
BOLEHKAH WALI MENGUMPAT SESEORANG? INI JAWAPAN SYAIKH
ABDUL QADIR AL-JILANI
KADANG KALA Allah
memberitahu para wali-Nya, tentang kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang, dan
pernyataan-pernyataan palsunya tentang tindakan, kata, pikiran dan tujuannya. "Para
waliullah dibuat amat cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan
batinlah dan kemarahan lahiriah terpacu oleh pikirannya," tutur Syaikh
Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.
Bagaimana bisa senang, katanya
lagi, bila mempunyai penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman akan
keesaan Tuhan, bila berkencederungan kesyirikan manusia dari-Nya dan bila masih
berpihak kepada musuh, si syaitan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak
dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut
kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan pengakuannya
sebagai shiddiq, keberasingannya dengan mereka yang telah meluruhkan diri ke
dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.
Kadang dikarenakan
kecemburuan akan keagungan Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Kadang karena
menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai teguran baginya. Kadang karena KeMahakuasaan
kehendak dan kemurkaannya terhadap orang palsu yang mendustakan para wali. Para
wali mengutuk pengumpatan terhadap orang semacam itu, dan “bolehkah para wali
mengumpat seseorang? Bisakah mereka memperhatikan seseorang, tak hadir atau
hadir, dan hal-hal yang asing bagi orang-orang yang berkedudukan?” Pengutukan
semacam itu, dari mereka, tak melebihi firman Allah: “Dosa keduanya lebih besar
daripara manfaat keduanya” (QS. 2:219)
Wajib baginya berdiam diri
dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk dan berupaya mendapatkan
keabsahan-Nya, tak berkebaratan terhadap kehendak-Nya dan wali-Nya yang
mencerca pernyataan-pernyataan si palsu. Jika ia bersikap demikian, kata Syaikh
Abdul Qadir, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari dirinya dan
dipandang sebagai kembalinya dari kejahilian dan kebiadabannya. Hal itu bagai
serangan atas nama sang wali, dan juga menguntungkan si pongah yang berada di
tepi jurang kehancuran, karena kepongahan dan ketakpatuhannya. "Dan Allah
menunjuki yang dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran," demikian Syaikh
Abdul Qadir Al-Jilani.
KISAH SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI, DI KALA WALI
MENGHADAPI SAKARATUL MAUT
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitab Futuh Al-Ghaib bertutur mengenai kisah seorang wali menjelang
sakaratul maut. Kisah ini disampaikan dalam risalah ke-79, sebagai berikut: Kala
sang wali menghadapi sakaratul maut, putranya, Abdul Wahab berkata kepadanya,
“Apa yang mesti kulakukan sepeninggal ayah?” “Kamu mesti takut kepada-Nya,
jangan takut kepada selain-Nya, jangan berharap kepada selain-Nya, dan
berpasrahlah hanya kepadaNya,” jawabnya.
Selanjutnya ia berkata, “Aku
adalah biji tak berkulit. Orang lain telah datang kepadaku; berilah mereka
tempat dan hormatilah mereka. Inilah manfaat nan besar. Jangan membuat tempat
ini penuh sesak dengan ini. Atasmu kedamaian, kasih dan ramat Allah. Semoga Dia
melindungiku dan kamu, dan mengasihiku dan kamu. Kumulai senantiasa dengan asma
Allah.”
Ia terus berkata begini satu
hari satu malam, “Celakalah kau, aku tak takut sesuatu pun, baik malaikat
maupun malakul maut. Duhai malakul maut! Bukanlah kau, tapi sahabatku yang
bermurah kepadaku.” Lantas pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan kata
kedua putranya, Abdur-Razaq dan Musa, dia mengangkat dan merentangkan kedua
tangannya sembari berkata, “Atasmu kedamaian, kasih dan rahmat Allah.
Bertobatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu.” Dia berkata,
“Tunggu”. Dan, meninggallah dia.
10 SIFAT SALIK DAN PERAIH TUJUAN ROHANI, MENURUT
SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib menyebut ada sepuluh sifat pada
salik, pengawas-diri dan peraih tujuan rohani.
Pertama, tak bersumpah dengan-Nya, entah benar atau tidak,
entah sengaja atau tidak. Sebab bila hal ini termapankan, dan lidah terbiasa
dengannya, maka hal ini membawanya kepada suatu kedudukan, yang di dalamnya ia
mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak.
"Nah, bila ia menjadi
begini, Allah membukakan baginya pintu nur-Nya. Hatinya tahu manfaat ini,
kedudukannya termuliakan, langkah dan kesabarannya terkuatkan. Maka, dipujilah
dan dimuliakanlah ia di tengah-tengah tetangga dan sahabatnya, sehingga yang
tahu dia, menghormatinya, dan yang melihatnya, takut kepadanya," tuturnya.
Kedua, menghindar dari berbicara tak benar, entah serius
atau bercanda. Sebab bila ia melakukan dan mengukuhkan hal ini pada dirinya
sendiri, dan lidahnya terbiasa dengannya, maka Allah membuka hatinya, dan
menjernihkan pengetahuannya, sehingga ia tampak tak tahu kepalsuan. Bila ia
mendengarnya dari orang lain, ia memandangnya sebagai noda besar, dan
termalukan olehnya. Bila ia memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka
baginya pahala.
Ketiga, menjaga janji. Sungguh, hal ini demikian
menguatkannya, sebab mengingkari janji termasuk kepalsuan. Maka terbukalah
baginya pintu kemurahan, dan baginya kemuliaan, dan dicintailah ia oleh para
shiddiq dan mulialah ia di hadapan Allah.
Keempat, tak mengutuk sesuatu makhluk pun, tak merusak
sesuatu pun, meski sekecil atom pun, dan bahkan yang lebih kecil darinya. Sebab
hal ini termasuk tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berlaku berdasarkan prinsip
ini, memperoleh husnul khatimah di bawah naungan-Nya, Ia meninggikan
kedudukannya, Ia melindunginya dari kehancuran, dan mengaruniainya kasih sayang
dan kedekatan dengan-Nya.
Kelima, tak mendoakan keburukan bagi seorang pun, meski ia
telah dizalimi. Lidah dan geraknya tak mendendam, tapi bersabar demi Allah. Hal
ini membawanya kepada kedudukan mulia di dunia dan di akhirat. Ia menjadi
dicintai dan disayangi oleh semua penerima kebenaran, baik dekat maupun jauh.
Keenam, tak berpihak kepada kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan
mereka yang sekiblat. Sifat ini menciptakan kesempurnaan dalam mengikuti Sunnah,
dan amat jauh dari mencampuri pengetahuan Allah dan juga dari penyiksaan-Nya,
dan amat dekat dengan ridha dan kasih sayang-Nya. Inilah pintu kemuliaan dan
keagungan dari Allah Yang Mahamulia, yang menganugerahkannya kepada hamba
beriman-Nya sebagai balasan atas kasih sayangnya terhadap semua orang.
Ketujuh, tak melihat sesuatu kedosaan, baik lahiriah maupun
batiniah. Mencegah anasir tubuhnya darinya, sebab hal ini merupakan suatu
tindakan tercepat dalam membawa balasan bagi hati dan anasir tubuh di dunia dan
pahala di akhirat. "Semoga Allah menganugerahi kita daya untuk berlaku
begini, dan menjauhkan kedirian dari hati kita,"ujarnya.
Kedelapan, tak membebani seorang pun, entah dengan beban
ringan atau berat. Tapi, melepaskan orang dari beban, entah diminta atau tidak.
Hal ini menjadikan hamba-hamba Allah dan para saleh mulia, dan memacu orang untuk
beramal ma’ruf nahi munkar. Hal ini menciptakan kemuliaan penuh bagi
hamba-hamba Allah dan para soleh, dan baginya segenap makhluk tampak sama. Maka
Allah membuat hatinya tak memerlukan, iaini dan bertumpu pada Allah. Allah tak
meninggikan seorang pun, bila masih terikat kedirian. Bagi orang semacam ini,
semua makhluk memiliki hak yang sama, dan mesti diyakini bahwa inilah pintu
kemuliaan bagi para mukmin dan para saleh, dan pintu terdekat kepada
keikhlasan.
Kesembilan, bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa
tergoda hatinya oleh milikan mereka. Sungguh, inilah kemuliaan besar, ketidak
perluaan sejati, kerajaan besar, pujian agung, kepastian nan tegar kepasrahan
sejati kepada-Nya. Inilah pintu segala pintu kepasrahan kepada-Nya, yang
memampukan orang meraih ketakwaan kepada-Nya, dan pencipta ketertarikan
sempurna dengan-Nya.
Kesepuluh, rendah hati. Dengan ini, sang hamba termuliakan
dan sempurna di hadapan Allah (Mahaagung Dia) dan insan. Inilah sifat
penyempurna kepatuhan, dan dengannya sang hamba meraih kebajikan di kala suka
dan duka, dan inilah kesolehan nan sempurna. Rendah hati membuat sang hamba
merasa rendah daripada orang lain. Ia berkata, “Mungkin orang ini lebih baik
dariku di hadapan Allah, dan lebih tinggi kedudukannya.”
Mengenai orang kecil, sang
hamba berkata, “Orang ini tak menentang Allah, sedang aku menentang-Nya;
sungguh ia lebih baik dariku.” Mengenai orang besar, sang hamba berkata, “Orang
ini telah mengabdi kepada-Nya sebelum aku.”
Mengenai orang alim, sang
hamba berkata, “Orang ini telah dianugerahi yang tak ada padaku, ia telah
memperoleh yang tak ku perolehi, ia mengetahui yang tak ku ketahui, dan ia
bertindak dengan pengetahuan.”
Mengenai orang bodoh, sang
hamba berkata, “Orang ini tak mematuhi-Nya karena tak tahu, dan aku tak
mematuhi-Nya meski aku tahu, dan kutak tahu akhir hayatku dan akhir hayatnya.” Mengenai
orang kafir, sang hamba berkata, “Entahlah, mungkin ia akan menjadi seorang
Muslim, dan mungkin aku akan menjadi tak beriman.”
Inilah pintu kasih sayang
dan ketakutan. Bila hamba Allah telah menjadi begini, maka Allah
menyelamatkannya dari segala bencana, dan menjadikannya pilihan-Nya, dan
menjadilah ia musuh Iblis, sang musuh Allah. Keadaan ini menciptakan pintu
kasih. Dengan mencapainya, pintu kebanggan tertutup dan tali kesombongan diri
terputus, dan cita keunggulan diri, agamawis, duniawi dan rohani tercampakkan.
Inilah hakikat pengabdian
kepada-Nya; Tiada sebaik ini. Dengan meraih keadaan ini, lidah terhenti
menyebut insan dunia dan yang sia-sia, dan karyanya tak sempurna tanpa hal ini;
kebencian, kepongahan dan keberlebihan terhapus dari hatinya pada segala
keadaan, lidahnya sama; orang baginya sama. "Ia tak menegur seseorang
dengan keburukan, sebab hal ini membencanai hamba-hamba Allah dan
pengabdi-pengabdi-Nya, dan menghancurkan kezuhudan," demikian Syaikh Abdul
Qadir Al-Jilani.
DI MANA POSISI KITA? BEGINI JAWABAN SYAIKH ABDUL QADIR
AL-JILANI
SETIAP orang berada dalam
salah satu dari kedua hal ini: pengupaya atau yang diupayakan. "Bila kau
seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggung beban yang memikul segala yang
sulit dan berat. Hal ini kerana kau adalah seorang pengupaya," tutur
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib, risalah ke-71
Seorang pengupaya, katanya,
mesti bekerja keras dan disalahkan, hingga ia memperoleh yang dikehendakinya.
"Tak patut bagimu mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu
sampai deritamu sirna. Maka kau akan diselamatkan dari segala macam suara,
noda, kekejian, kehinaan, rasa sakit, derita dan kertergantungan kepada orang.
Maka kau akan dimasukkan ke dalam kelompok orang yang dicintai Allah,"
lanjutnya.
Di sisi lain, bila kau
adalah yang diupayakan, Syaikh Abdul Qadir mengatakan, maka jangan salahkan
Allah jika Dia menimpakan musibah atasmu. "Juga, jangan kau ragukan
kedudukanmu di hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan
tinggi. Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal,"
ujarnya.
Syaikh Abdul Qadir lalu
bertanya, "Sukakah kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka,
atau bila busana kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti busana kemuliaan, nur
dan rahmat mereka?" Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu, katanya,
tapi Allah SWT tak menyukainya. Dalam hal ini Dia berfirman: “Dan Allah
mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (QS.2:232). Dia telah memilihkan
untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih baik dan lebih mulia,
sedang kau menidakkannya. Jika kau berkata: Bagaimana benar pengabdi sempurna
mesti diuji, sedang kau berkata bahwa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta,
padahal pilihan Allah adalah orang yang dicintai-Nya?
Pertama kami sebutkan
aturannya, kata Syaikh Abdul Qadir, kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada
dua pendapat bahwa Nabi SAW adalah yang paling dicintai dan yang paling banyak
diuji. Rasulullah SAW bersabda: “Aku telah demikian takut karena Allah, tiada
seorang pun yang terancam sepertiku dan aku telah demikian menderita karena
Allah, tiada seorang pun yang menderita sepertiku. Telah datang padaku tiga
puluh hari dan malam yang di dalamnya kami tak punya makanan sebanyak yang
diapit di bawah ketiak Bilal.”
“Sesungguhnya kami, para Nabi,
adalah yang paling banyak diuji; kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah
dan seterusnya.” “Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling
takut kepada-Nya di antara kamu semua.” Nah, bagaimana bisa sang tercinta diuji
dan takut, padahal ia adalah orang pilihan dan pengabdi sempurna? Syaikh Abdul
Qadir menjelaskan, hal ini dikarenakan Dia hendak membuat mereka meraih,
sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan kehidupan surgawi takkan
meningkat kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini.
"Kehidupan duniawi
merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal soleh para Nabi dan
wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan,
berada dalam kesabaran dan keridhaan di tengah-tengah cobaan," tuturnya. "Kemudian",
lanjutnya, "Cobaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugrahi
rahmat-rahmat Allah, karunia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap
Tuhan mereka di akhirat yang abadi," demikian Syaikh Abdul Qadir
Al-Jilani.
KONSEP MANUNGGAL (BERSATU) DENGAN TUHAN MENURUT SYAIKH
ABDUL QADIR AL-JILANI
(Konsep ini sangat popular dlm ajaran Al Halaj dan Syeikh Siti Jenar yg
membuat ramai terkeliru)
SYAIKH Abdul Qhadir
Al-Jilani mengatakan bila ‘bersatu’ dengan Allah dan mencapai kedekatan
dengan-Nya lewat pertolongan-Nya, maka makna hakiki ‘bersatu’ dengan Allah
ialah berlepas diri dari makhluk dan kedirian, dan sesuai dengan kehendak-Nya,
tanpa gerakmu, yang ada hanya kehendak-Nya. "Nah, inilah keadaan fana
(peluruhan), dan dengannya itulah ‘manunggal’ dengan Tuhan," tulisnya
dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib. ‘Bersatu’ dengan Allah tentu tak sama dengan
bersatu dengan ciptaan-Nya. Bukanlah Ia telah menyatakan: “Tak ada sesuatu pun
yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (QS.
42:11)
Allah tak terpadani oleh
semua ciptaan-Nya. ‘Bersatu’ dengan-Nya lazim dikenal oleh mereka yang
mengalami kebersatuan ini. Pengalaman mereka berlainan, dan khusus bagi mereka
sendiri. Pada diri setiap Rasul, Nabi dan wali Allah, terdapat suatu rahasia
yang tak dapat diketahui oleh orang lain. Sering terjadi, seorang murid
menyimpan suatu rahasia yang tak diceritakannya kepada sang Syaikh, dan
sebaliknya sang Syaikh kadang merahasiakan sesuatu yang tak diketahui si murid,
sekali pun mungkin suluk si murid sudah mendekati ambang pintu maqam rohani
sang Syaikh, ia terpisah dari Syaikh-nya, dan Allahlah yang menjadi
pembimbingnya.
Allah memutuskan hubungannya
dengan ciptaan. Dengan demikian, sang Syaikh menjadi bagai seorang inang
pengasuh yang berhenti menyusui sang bayi setelah dua tahun. Tiada lagi baginya
hubungan dengan ciptaan, setelah lenyapnya kedirian. Sang Syaikh diperlukan,
selama si murid masih terbelenggu kedirian, yang mesti dihancurkan. Tapi,
begitu kelemahan manusiawi ini musnah, maka pada dirinya tak ada lagi noda dan
kerusakan, dan ia tak lagi membutuhkan sang Syaikh.
Jadi, bila sudah ‘bersatu’
dengan Allah sebagaimana yang digambarkan di atas, kau bersih dari segala
selain Allah. Tak kau lihat lagi sesuatu pun kecuali Allah, di kala suka maupun
duka, ketakutan maupun berharap, kau hanya menjumpai Dia, Allah SWT, yang patut
kau takuti, yang layak kau mintai perlindungan-Nya. Nah, perhatikan senantiasa
kehendak-Nya, dambakanlah perintah-Nya, dan pautuhlah selalu kepadanya-Nya,
baik di dunia maupun di akhirat.
Jangan biarkan hatimu
tertambat pada salah satu ciptaan-Nya. Pandanglah semua ciptaan bagai orang
yang ditahan oleh Raja sebuah kerajaan besar, lalu sang Raja merantai leher dan
kedua lengannya, menyalibkannya pada sebatang pohon pinus yang berada di tebing
sungai berarus deras, bergelombang dan amat dalam.
Sementara itu sang Raja
duduk di atas singgasana yang tinggi, bersenjatakan lembing, panah, dan
berbagai senjata bidik. Lalu mulailah sang raja mengarahkan dan membidikkan
salah satu senjata bidiknya kepada si tawanan. Dapatkah kita hargai orang yang
melihat ini semua, dan memalingkan penglihatannya dari sang Raja, sama sekali
tak takut kepada Raja itu, tak berharap kepadanya, tak ibadah kepada tawanan
itu dan tak memohonkan ampunan untuknya?
Bukankah, menurut
pertimbangan akal sehat, orang semacam ini tergolong tolol, gila, tak berbudi,
dan tak manusiawi? Nah, berlindunglah kepada Allah dari kebutaan hati, sesudah
memiliki bashirah (mata hati), dari keterpisahan sesudah ‘bersatu’, dari
keterasingan sesudah keakraban, dari ketersesatan sesudah memperoleh petunjuk,
dan dari kekufuran sesudah beriman.
Dunia ini bak sungai besar
berarus deras. Setiap hari airnya bertambah, dan itulah perumpamaan nafsu
hewani manusia dan segala kesenangan duniawi. Sedang anak panah dan berbagai
senjata bidik, melambangkan ujian hidup manusia. Jelaslah, unsur-unsur yang
menguasai kehidupan manusia iaitu berbagai cobaan hidup, musibah, penderitaan,
dan semua upaya mengatasinya. Bahkan semua karunia dan nikmat yang diterimanya,
dibayang-bayangi oleh berbagai musibah. Oleh karena itu, bila seorang
cerdik-cendekia sudi menyigi masalah ini terus-menerus, maka ia akan memperoleh
pengetahuan tentang hakikat, bahwa tak ada kehidupan sejati kecuali kehidupan
akhirat.
Rasulullah SAW Bersabda:
“Tak ada kehidupan selain kehidupan di akhirat.” Ihwal semacam ini benar-benar
terbukti bagi seorang Mukmin, sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Dunia ini adalah
penjara bagi seorang Mukmin dan surga bagi seorang kafir.” Baginda juga
bersabda: “Orang soleh terkekang.” Bagaimana bisa hidup enak di dunia ini, bila
diingat hal ini? Sesungguhnya, kenyamanan hakiki terletak pada hubungan
sempurna dengan Allah SWT, penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya. Bila kau
lakukan hal ini, niscaya kau terbebas dari dunia ini, dan kepadamu dilimpahkan
rahmat, kebahagiaan, kebajikan, kesejahteraan, dan keridhaan-Nya.
CIRI-CIRI BERADA PADA MAQAM RABBANI MENURUT SYAIKH
ABDUL QADIR AL-JILANI (ulangan)
SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani
membuat deretan ciri-ciri bagaimana seseorang dianggap berada pada Maqam Rabbani.
Sementara ada orang yang sejatinya masih mencintai dunia ini mengaku-aku
sebagai orang yang berserah diri. Syaikh Abdul Qadir sepertinya hendak
menjelaskan beda antara budak nafsu dan para rabbani.
Dalam kitabnya berjudul
Futuh Al-Ghaib, pada risalah keempat belas, beliau menulis, "Wahai budak
nafsu! Jangan mengaku bagi dirimu sendiri Maqam Para Rabbani. Kau adalah pemuja
nafsu, sedang mereka adalah penyembah Allah. Dambaanmu adalah dunia, sedang
dambaan mereka adalah akhirat. Matamu hanya melihat dunia ini, sedang mata
mereka melihat Tuhan bumi dan langit." Kau pencinta ciptaan, lanjut Syaikh,
sedang mereka pencinta Allah. Hatimu terpaut pada yang di bumi, sedang hati
mereka terpaut pada Tuhan Arsy. Kau adalah korban segala yang kau lihat, sedang
mereka tak melihat segala yang kau lihat. Mereka hanya melihat sang Pencipta
segalanya, yang tak mungkin terlihat (oleh mata-mata ini). Orang-orang ini
meraih tujuan hidup mereka, dan keselamatan mereka terjamin, sedang kau tetap
menjadi korban nafsu duniawi.
Orang-orang ini lepas dari
ciptaan, nafsu duniawi dan kedirian. Dengan demikian, mereka melicinkan jalan
bagi penghampiran mereka kepada Tuhan Yang Mahabesar, yang menganugerahi mereka
kekuatan untuk meraih kemaujudan yang baik; kepatuhan kepada Tuhan. "Inilah
ridha Allah, yang dianugerahkan-Nya kepada yang dikehendaki-Nya. Mereka jadikan
taat dan pemujaan sebagai kewajiban mereka, dan kukuh dalam keduanya dengan
bantuan-Nya tanpa mengalami kesulitan. Maka kepatuhan, dapat dikatakan, menjadi
dia dan keseharian mereka," tuturnya.
Akhirnya, dunia menjadi
rahmat dan menyenangkan bagi mereka, bagai surga layaknya. Sebab, bila mereka
melihat sesuatu, mereka melihat di balik sesuatu itu penciptaan-Nya. Maka
orang-orang ini memberi daya kepada bumi dan langit dan menyenangkan bagi yang
mati dan yang hidup. Karena Tuhan mereka telah menjadikan mereka pasak bumi.
Mereka bagai gunung-gunung
yang berdiri kukuh. Orang-orang ini adalah yang terbaik di antara yang telah
diciptakan dan ditebarkan-Nya di dunia ini. "Semoga kedamaian dari Allah
melimpahi mereka, juga salam dan rahmat-Nya, selama bumi dan langit
maujud," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI: COBAAN MELEMAHKAN HEWANI
DAN HAWA NAFSU
ALLAH Ta'ala menguji hamba
beriman-Nya menurut kadar imannya. Jika iman seseorang kuat, maka cobaannya pun
kuat. Cobaan seorang Rasul lebih besar daripada cobaan seorang Nabi, kerana
iman Rasul lebih tinggi daripada iman Nabi. Cobaan Nabi lebih besar daripada
cobaan seorang wali badal. Cobaan seorang wali badal lebih besar daripada
cobaan seorang wali.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib menjelaskan setiap orang diuji
menurut kadar iman dan keyakinannya. Tentang ini Nabi Suci SAW bersabda:
“Sesungguhnya kami, para Nabi, adalah orang yang paling banyak diuji."
Oleh karena itu, Allah terus menguji pemimpin-pemimpin mulia ini, agar mereka
senantiasa berada di sisi-Nya dan tak lengah sedikit pun.
Allah SWT mencintai mereka,
dan mereka adalah orang-orang yang penuh cinta dan dicintai oleh Allah, dan
pencinta takkan pernah ingin menjauh dari yang dicintainya. Maka, cobaan-cobaan memperkukuh hati dan jiwa
mereka dan menjaganya dari kecenderungan terhadap sesuatu yang bukan tujuan
hidup mereka, dari merasa senang dan cenderung kepada sesuatu selain Pencipta
mereka.
"Nah, bila hal ini
merasuk ke dalam diri mereka, maka hawa nafsu mereka meleleh, kedirian mereka
hancur lebur dan kebenaran menjadi terang-benderang," tutur Syaikh Abdul
Qadir. "Maka, kehendak mereka terhadap segala kesenangan hidup ini dan
akhirat tertambat di sudut jiwa mereka. Dan kebahagiaan mereka berlabuh pada
janji Allah, keridhaan mereka kepada takdir-Nya, dan kesabaran mereka dalam
cobaan-Nya," lanjutnya.
Maka, kata Syaikh lagi,
selamatkanlah mereka dari kejahatan makhluk-Nya dan keinginan hati mereka.
Maka, hati menjadi kukuh dan mengendalikan anasir tubuh. Sebab cobaan dan
musibah memperkuat hati, keyakinan, iman dan kesabaran, dan melemahkan hewani
dan hawa nafsu. "Sebab bila penderitaan datang, sedang sang beriman
bersabar, ridha, pasrah kepada kehendak Allah dan bersyukur kepada-Nya, maka
Allah menjadi ridha dengannya, dan turunlah kepadanya pertolongan, karunia dan
kakuatan," jelasnya. Allah SWT berfirman: “Jika kau bersyukur tentu akan
Kutambahkan.”
Bila diri manusia berhasil
membuat hati memperturutkan keinginan tanpa adanya perintah dan izin dari
Allah, kesyirikan dan dosa. Maka, Allah menimpakan kepada jiwa dan hati noda,
musibah, luka, kecemasan, kepedihan dan penyakit. Hati dan jiwa terpengaruh
oleh penderitaan ini. Namun, bila hati tak mempedulikan panggilan ini, sebelum
Allah mengizinkannya melalui ilham, bagi wali, dan wahyu, bagi Rasul dan Nabi,
maka Allah menganugerahi jiwa dan hati kasih-sayang, rahmat, kebahagiaan,
kecerahan, kedekatan dengan-Nya, keterlepasan dari kebutuhan dan bencana.
"Ketahui dan camkanlah
hal ini. Selamatkanlah dirimu dari cobaan dengan penuh kewaspadaan, dengan tak
segera menimpali panggilan jiwa dan keinginannya. Tapi, tunggulah dengan sabar
izin dari Allah agar kau senantiasa selamat di dunia ini dan di akhirat,"
demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI INGATKAN KEPADA MEREKA YANG
TIDAK MAHU MEMOHON SESUATU DARIPADA ALLAH SWT.
MEMINTA kepada Allah Ta'ala
sejatinya adalah hal yang terpuji. Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani bertutur,
jangan berkata: “Aku tak mau memohon sesuatu kepada Allah, sebab bila yang
kumohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang kepadaku, entah diminta
atau tidak. Bila hal itu bukan bagianku, Dia takkan memberikannya kepadaku,
walau kuminta.”
"Jangan," ujarnya
dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib. "Mintalah kepada-Nya segala
yang kau inginkan, asalkan yang kau minta itu tak terlarang dan tak merusak,
sebab Allah telah memerintahkan kita untuk memohon kepada-Nya." Dia
berfirman: “Mintalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan permintaanmu.” (QS.40:60)
“Mintalah Kepada-Nya
karunia-Nya.” (QS.4:32) Nabi bersabda: “Mintalah kepada Allah dengan penuh keyakinan
bahwa doamu diterima.” “Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak tanganmu.” Masih
banyak sabda Nabi seperti ini. Jangan berkata: “Sesungguhnya aku telah memohon
kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan lagi memohon sesuatu pun
kepadaNya.”
Berdoalah selalu kepada-Nya.
Jika sesuatu telah ditentukan bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu kepadamu,
setelah kau minta. Maka hal itu akan menambah keimananmu akan keesaan-Nya, akan
menolongmu menjauh dari meminta kepada manusia, kepada ciptaan, dan dari
berpaling kepada-Nya dalam segala keadaan, dan menolongmu meyakini bahwa segala
kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.
Jika sesuatu tak ditentukan
bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu ridha kepada-Nya, meski kau miskin dan
sakit, Dia membuatmu senang dengan kesulitan yang menimpamu itu. Bila berutang,
Dia buat hati si pemberi hutang tersebut lembut terhadapmu, hingga kau lunasi hutang
itu. Bila permohonanmu tak dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di
akhirat.
Dia takkan mengecewakan
pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat. Nabi bersabda bahwa si mukmin
akan melihat pada catatan amalnya, pada Hari Pengadilan, amal-amal yang tak
dilakukannya. “Tahukah kamu amal-amal itu?” “Aku tak tahu,” jawab si mukmin.
Maka dikatakan kepadanya:
“Sesungguhnya, amal-amal itu adalah balasan bagi permohonanmu di dunia, sebab
dalam berdoa kepada Allah Mahakuasa lagi Mahaagung, kau senantiasa
mengingat-Nya, mangesakan-Nya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbuat
kebajikan kepada sesamamu, tak menisbahkan daya kepada diri sendiri dan tak
pongah. Semua ini menjadi amal-amal saleh, untuk itulah ada balasannya dari
Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung.”
KETIKA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI MENGINGINKAN
KEMATIAN
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib dalam risalah ke-64 menulis sebagai berikut: Suatu
hari, suatu masalah mengusik benakku Jiwaku tertekan. Ku berkata: “Aku
menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan, yang di
dalamnya tiada kematian.”
Aku ditanya, kematian apakah
yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan apakah yang di dalamnya tiada
kematian yang tiada memiliki kehidupan ialah kematianku dari sesamaku, sehingga
aku tak melihat manfaat dan mudharat mereka, dan kematianku dari diriku, dari
keinginanku, dari tujuanku di dalam kehidupan duniawi dan kehidupan setelah
matiku, sehingga aku tak berada di dalam kehidupan setelah matiku, sehingga aku
tak berada di dalam ini semua.
Kehidupan yang tak memiliki
kematian ialah kehidupanku dengan kehendak-Nya, sehingga aku tak maujud di
dalamnya, dan kematianku di dalamnya ialah kemaujudanku dengan-Nya. Karena aku
telah mengerti, maka hal ini telah menjadi tujuan paling muliaku. Sementara dalam bagian lain Syaikh bertutur: Aku
berkata dalam mimpi: “Wahai yang menyekutukan Tuhan di dalam benak dengan diri
sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan dalam tindakan dengan
kedirian!” Bertanyalah seorang di sampingku, “Pernyataan apakah ini?” “Itulah
suatu pengetahuan rohani,” jawabku.
BEGINI SIKAP WALI BADAL JIKA TERKENA MUSIBAH MENURUT
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
JIKA kau ditimpa musibah,
berupayalah bersabar – ini merupakan hal yang rendah – dan bersabarlah, ini
merupakan hal yang lebih tinggi dari yang lain. Mintalah agar kau bisa ridha
dengan takdir -Nya, bersesuaianlah dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah
di dalam kehendak-Nya. "Inilah keadaan para wali badal dan rohaniwan,
orang yang tahu perihal Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bila kau
terahmati, bersyukurlah, baik melalui lidah, hati maupun anasir tubuh,"
ujar Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.
Beliau memberi nasehat bahwa
bersyukurnya lidah berupa pengakuan bahwa rahmat berasal dari Allah dan
penghindaran dari menisbahkannya kepada orang lain, yang melalui tangan-tangan
mereka rahmat sampai. "Sebab kau sendiri dan mereka hanyalah sarana-sarana
sampainya rahmat," tambahnya. Pemberi dan pencipta sejati rahmat iaitu
Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Maka Dia lebih patut disyukuri daripada
yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa sebuah hadiah, sebagai
pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya adalah tuannya.
Allah berfirman tentang
orang yang tak bersikap selayaknya: “Mereka mengetahui lahiriah kehidupan
duniawi, sedang mengenai akhirat, mereka sungguh lalai.” (QS 30:7) Barangsiapa
memandang lahiriah dan penyebab, sedang pengetahuannya tak melebihi ini, kata
Syaikh Abdul Qadir, adalah jahil dan rusak pikiran. Istilah 'fikiran’ digunakan
untuk orang yang memahami akhir sesuatu. "Bersyukurnya hati terletak pada
keyakinan kukuh bahwa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang kau punyai,
berasal dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, bukan dari selain-Nya,"
tuturnya. Dan rasa syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana
firman-Nya: “Dan apa pun nikmat yang ada padamu, berasal dari Allah.” (QS
16:53). “Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya padamu lahir dan batin.” (QS
31:20) “Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan mampu
menghinggakannya.” (QS 14:34)
Nah, dengan semua pernyataan
ini, maka tiada pemberi karunia selain Allah. Dan bersyukurnya anasir tubuh
terletak pada penggunaan anasir tubuh untuk mematuhi perintah-perintah-Nya guna
menjauh dari ciptaan-Nya. "Maka janganlah menimpali (mengharap) pada
makhluk, sebab di situ terdapat penentangan terhadap Allah; ciptaan termasuk
dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu, kehendakmu dan segalanya," ujarnya.
Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau bertindak lain, lanjut Syaikh
Abdul Qadir, berarti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya,
berperilaku tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan para solehin.
Allah Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung berfirman: “Barangsiapa tak menentukan dengan yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orangorang yang zalim.” (QS 5:45) Dengan begitu, kau
menuju neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu. Bila kau tak tahan demam,
untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana kau bisa tahan, untuk selamanya,
neraka bersama penghuni-penghuninya? "Menjauhlah, menjauhlah; segeralah,
segeralah, berlindunglah kepada Allah," serunya. "Jagalah
keadaan-keadaan di atas dengan segala kondisinya, sebab kau tak bisa lepas dari
keduannya sepanjang hayat, baik keadaan ditimpa musibah maupun keadaan bahagia.
Bersabarlah dan bersyukurlah dalam kedua keadaan itu, sesuai dengan yang telah
kuterangkan kepadamu," lanjutnya.
Nah, jangan mengeluh, bila
ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan manunjukkan kegundahanmu kepada siapa
pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam benakmu, dan jangan ragukan kebijaksanaan
dan pilihan-Nya akan yang terbaik bagimu di dalam kehidupanmu di dunia dan di
akhirat. Dan jangan lari kepada orang guna mendapatkan jalan keluar, sebab,
dengan begitu, kau berarti menyekutukan-Nya. Tak satu pun berhak atas
milikan-Nya, tak satu pun mempu memberikan mudharat, manfaat, atau menjauhkan
kesulitan, menyebabkan sakit dan bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu
kebaikan, kecuali Dia. Jangan menjerat oleh ciptaan, baik secara lahiriah
maupun batiniah, sebab mereka takkan menguntungkanmu.
Bersabar dan ridhalah selalu
kepada Allah, dan luruhlah ke dalam kehendak-Nya. Jika rahmat tercabut darimu,
maka wajib bagimu minta tolong kepada-Nya. Menunjukkan kerendahdirian, mengakui
dosa-dosamu, mengeluh kepada-Nya akan kejahatan dirimu dan akan penjauhanmu
dari kebenaran. Mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan
keselarasanmu, sampai berakhirnya musibah dan berganti dengan karunia-Nya,
kemudahan dan kebahagiaan, sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub. Bak
berlalunya gelapnya malam dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya dingin
musim dingin, diganti sepoi musim semi dengan aroma harumnya. Sebab bagi
segalanya ada pertentangan dan akhir. Maka kesabaran adalah kuncinya, awalnya,
akhirnya dan jaminan kebahagiaannya. Inilah yang terungkap dalam Sunnah Nabi
saw. “Kesabaran adalah keseluruhan iman.”
"Ambillah pelajaran
dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika Allah Yang Mahamulia menghendaki,
maka kau akan terbimbing," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
SOAL KESENANGAN HIDUP MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR
AL-JILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib mengatakan kesenangan hidup dicampakkan
tiga kali. Pada awalnya sang hamba Allah berada dalam kegelapan, kejahilan dan
kekacauan, bertindak berdasarkan dorongan-dorongan alaminya dalam segala
keadaan, tanpa sikap pengabdian terhadap Tuhannya dan tanpa memperhatikan hukum
agama. Dalam keadaan begini, Allah memandangnya penuh kasih, maka
dianugerahkan-Nya kepadanya pengingat dari sesamanya, seorang hamba soleh-Nya.
Dan kawan pengingat ini juga terdapat dalam dirinya sendiri.
Kedua pengingat ini jaya
atas dirinya, dan peringatan menimbulkan pengaruh pada jiwanya. Maka noda yang
ada padanya, seperti memperturutkan kehendak dirinya dan penentangannya
terhadap kebenaran, sirna. Maka condonglah ia kepada hukum Allah dalam segala
gerak-geriknya. Menjadilah sang hamba Allah itu seorang Muslim di hadapan
hukum-Nya, lepas dari alamnya, membuang hal-hal haram duniawi, begitu pula
hal-hal yang meragukan dan pertolongan orang.
Ia melakukan hal-hal yang
halal dalam makan, minum, berpakaian, bernikah, bertempat tinggal dan
lain-lain: dan semua ini sangat muhim bagi kesehatan jasmani dan bagi
mendapatkan kekuatan untuk mengabdi kepada-Nya, agar ia bisa memperoleh bagian
dan orang tak bisa melampauinya, takkan luput dari kehidupan duniawi ini
sebelum meraih dan menyempurnakannya. Ia berjalan di atas jalur kebenaran dalam
keadaan hidupnya, sehingga hal ini membawanya ke maqam tertinggi wilayat dan
menjadikannya pembukti kebenaran dan orang pilihan, yang memiliki pernyataan
yang kukuh, yang haus akan hakikat, iaitu Allah.
Ia makan dengan
perintah-Nya, dan (sang salik) mendengar suara Allah di dalam dirinya berkata,
“Campakkanlah dirimu dan campakkanlah kesenangan dan ciptaan, jika kau
menghendaki sang Pencipta. Lepaskanlah sepatu dunia dan akhiratmu. Nafilah dari
segala kemaujudan, hal-hal yang akan maujud dan segala dambaan. Lepaslah dari
segala suatu. Berbahagialah dengan Allah, campakkanlah kesyirikan dan ikhlasan
dalam kehendak. Mendekatlah kepada-Nya dengan hormat, dan jangan memandang kehidupan
akhirat, kehidupan duniawi, orang-orang dan kesenangan.”
Bila ia meraih maqam ini,
maka ia menerima busana kemuliaan dan aneka karunia. Dikatakan kepadanya,
busanailah dirimu dengan rahmat dan karunia, jangan berburuk-laku menilai dan
menampik keinginan-keinginan, karena penolakan terhadap karunia raja sama
dengan menekannya dan meremehkan kekuasaannya. Maka ia terselimuti karunia dan
anugera-Nya tanpa berupaya.
Sebelumnya ia terkuasai oleh
keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan dirinya. Maka dikatakan kepadanya,
“Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.” Maka baginya empat
keadaan, dalam meraih kenikmatan dan karunia. Yang pertama ialah dorongan
alami, ini tak halal. Yang kedua ialah hukum, ini diperbolehkan dan absah. Yang
ketiga adalah perintah batin, ini adalah keadaan para wali dan pencampakan
keinginan. Yang keempat ialah karunia Allah, ini adalah keadaan lenyapnya
tujuan dan tercapainya badaliyya dan keadaan menjadi objek-Nya, yang
berdiri di atas ketentuan-Nya; ini adalah keadaan tahu dan keadaan memiliki
kesolehan, dan tak seorang pun bisa disebut soleh, jika ia belum meraih
maqam ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya Waliku adalah
Allah yang telah menurunkan Kitab dan Ia adalah Wali orang-orang soleh (bajik).”(QS.
12:196).
Menjadilah ia seorang hamba
yang tertahan dari menggunakan sesuatu, memanfaatkan diri dan dari menolak
sesuatu yang mudharat baginya. Ia menjadi seperti bayi di tangan perawat dan
seperti jasad mati yang sedang dimandikan orang. Maka Allah membesarkannya
tanpa kehendaknya dan tanpa upayanya. Ia lepas dari segala hal ini, tak
berkeadaan atau bermaqam, tak berkehendak melainkan berada di atas
ketentuan-Nya, yang kadang menahan, kadang memudahkannya, kadang membuatnya
kaya dan kadang membuatnya miskin. "Ia tak punya pilihan, dan tak
menghendaki berlalunya keadaan dan perubahannya. Sebaliknya, ia menunjukkan
keridhaan abadi. Inilah keadaan ruhani terakhir yang dicapai oleh para badal
dan wali," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI UNTUK MENERIMA
SEDIKIT YANG KITA MILIKI
SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib menasehati agar kita memegang teguh
dan ridah atas sedikit yang kita miliki, hingga nasib mencapai puncaknya. "Pegang
teguh dan ridhalah atas sedikit yang kau miliki, hingga ketentuan nasib
mencapai puncaknya, dan kau dibawa ke keadaan yang lebih tinggi. Kau akan
ditempatkan di dalamnya, dan terjaga dari kekerasan duniawi ini, akhirat,
kekejian dan kesesatan," tuturnya dalam risalah keduapuluh tiga.
Kemudian, katanya lagi, kau
akan dibawa kepada yang mengenakkan matamu. "Ketahuilah bahwa bagianmu
takkan lepas darimu dengan pengupayaanmu terhadapnya, sedang yang bukan
bagianmu takkan kau raih walau kau berupaya keras. Maka dari itu, bersabarlah
dan ridhalah dengan keadaanmu," lanjutnya. Jangan mengambil atau
memberikan sesuatu pun sebelum diperintahkan.
Jangan bergerak atau diam
semaumu, sebab jika kau berlaku begini, kau akan diuji dengan keadaan yang
lebih buruk daripada keadaanmu. Sebab, dengan kekeliruan seperti itu kau
berarti berbuat aniaya terhadap diri sendiri dan Allah mengetahui yang berbuat
aniaya. Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami dijadikan sebagian orang yang
zalim sebagai teman bagi sebagian yang lain disebabkan oleh yang mereka
upayakan.” (QS.6:129)
Sebab kau berada di rumah
Raja, yang perintah-Nya berdaulat, yang Mahakuat, yang tenteraNya amat besar,
yang kehendak-Nya berdaulat, yang aturan-Nya sempurna, yang kerajaanNya abadi,
yang kedaulatan-Nya menyeluruh, yang pengetahuan-Nya tinggi, yang kebijakanNya
dalam, yang Mahaadil, yang dari-Nya tak sezarah pun tersembunyi baik di bumi
maupun di langit dan tak kezaliman para penzalim pun tersembunyi dari-Nya.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah takkan mengampuni siapa pun yang menyekutukan-Nya, dan Ia
akan mengampuni selain itu yang dikehendaki-Nya.” (QS.4:48) Berupayalah sekuat
daya untuk senantiasa tak menyekutukan Allah. Jangan mendekati dosa ini dan
jauhilah ia dalam segala gerak dan diammu siang dan malam baik sendirian maupun
bersama. "Waspadalah terhadap segala bentuk dosa dalam anasir tubuhmu dan
dalam hatimu," katanya.
Hindarilah dosa yang tampak
ataupun tersembunyi. Jangan menjauh dari Allah, sebab Ia akan melindungimu.
Jangan derhaka atas takdir-Nya, sebab Ia akan melumatkanmu, jangan salahkan
aturan-Nya, agar kau tak dihinakan-Nya, jangan melupakan-Nya agar kau tak
dilupakan-Nya dan tak mengalami kesulitan, jangan mereka-reka di dalam rumah-Nya
agar kau tak dibinasakan-Nya, jangan memperkatakan tentang agama-Nya dengan
hawa nafsu agar kau tak binasa, agar hatimu tak gelap, agar iman dan
pengetahuanmu tak tercabut darimu, agar kau tak dikuasai oleh kekejianmu,
hewanimu, hawa nafsumu, keluargamu, tetanggamu, sahabatmu, ciptaan termasuk
kalajengking, ular serta jin rumahmu dan makhluk-makhluk melata lainnya,
sehingga dengan demikian hidupmu di dunia ini akan gelap dan kau akan disiksa
di akhirat terus-menerus.
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI MENJAWAB MEREKA YANG
MARAH KEPADA TUHAN
Manusia disuruh meminta
kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Akan tetapi tak semua permintaan kita
kepada Tuhan itu dikabulkan. Lalu, sebagian dari kita menjadi marah karenanya. Syaikh
Abdul Qadir Al-Jilani dalam hal ini menasehati: Kenapa marah kepada Tuhan,
karena doa-doa mu belum diterima? "Bebas atau terikatkah engkau? Jika kau
berkata bahwa kau seorang bebas, berarti kau tidak beriman. Jika kau bilang
bahwa kau seorang budak, kubertanya, salahkah Tuhan menunda penerimaan doamu.
Ragukah kau akan kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan kepada seluruh ciptaan,
dan akan pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau salahkankah Dia?"
ujarnya dalam kitab Futuh Al-Ghaib.
Jika kau tak menyalahkan-Nya
dan menerima kearifanNya dalam menangguhkan penerimaan doamu, kata Syaikh, maka
wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia telah memilihkan yang terbaik
bagimu. Jika kau salahkan Dia, berarti kau tak beriman, sebab kau menisbahkan
kepada-Nya ketakadilan, dan mustahil Dia tak adil. Ingat, Dia adalah Pemilikmu,
Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa penuh atas milik-Nya. Maka
“Ketakadilan” tak layak bagi-Nya. Sebab ketakadilan ialah keikutcampuran dalam
milikan orang lain, tanpa seizin pemiliknya.
Nah, jangan kesal
terhadap-Nya, karena kehendak-Nya yang mewujud melaluimu meski tak kau sukai
dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka wajib bagimu bersyukur, bersabar, ridha
kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan dan ketak-patuhan benak dan kedirianmu –
hal-hal yang akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Wajib pula bagimu senantiasa
berdoa, berbaik sangka terhadap-Nya, menanti saat-saat yang baik, iaini akan
janji-Nya, menunjukkan sikap baik terhadap-Nya, bersesuaian dengan
perintah-Nya, senantiasa mengesakan-Nya, segera melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauh dari melakukan hal-hal yang dilarangNya.
Dan, salahkan dirimu
sendiri, yang berbuat kekejian dan ketakpatuhan terhadap-Nya, hal ini lebih
baik. Nisbahkanlah ketakadilan kepada dirimu sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah
akan keserasian dengan diri, sebab hal ini adalah musuh Allah dan kawan
musuhmu, iaini si Iblis nan terlaknat. Takutlah kepada Allah, takutlah kepada
Allah. Waspadalah!, waspadalah!. Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah
ketakadilan kepadanya, bacakanlah kepadanya firman Allah: “Adakah Allah
menyiksamu, jika kamu bersyukur lagi beriman?” (QS.4:147). “Ini disebabkan
perbuatan-perbuatanmu sebelumnya, sesungguhnya Allah adil terhadap
hamba-hamba-Nya.” (QS.3:181). “Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah
yang menzalimi diri mereka sendiri.” (QS.10:44).
Bacakanlah bagi dirimu
kata-kata ini, ayat-ayat lain Al-Quran dan sabda-sabda Nabi. Berperanglah
melawan dirimu demi Allah. "Jadilah komandan pasukan-Nya, sebab kedirianmu
adalah musuh terbesar di antara musuh-musuh terbesar Allah," demikian
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
MEMILIH DUNIA ATAU AKHIRAT, MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR
AL-JILANI
BARANGSIAPA menghendaki
kehidupan akhirat, maka wajib baginya mengabaikan dunia. "Barangsiapa
menghendaki Allah, maka wajib baginya mengabaikan kehidupan akhirat. Ia harus
mencampakkan kehidupan duniawinya demi Tuhannya," tutur Syaikh Abdul Qadir
Al-Jilani dalam kiabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib.
Menurut Beliau, selama
keinginan, kesenangan dan upaya duniawi dan di dalam hatinya seperti makan,
minum, berbusana, menikah , tempat tinggal, kendaraan, jabatan, ketinggian
dalam pengetahuan tentang lima pilar ibadah dan hadis dan penghafalan Al-Quran
dengan segala bacaan, bahasa dan retorikanya, begitu pula keinginan akan
lenyapnya kemiskinan, maujudnya kekayaan, berlalunya musibah, datangnya
kesenangan, hilangnya kesulitan dan datangnya kemudahan.
Jika keinginan semacam itu
masih bersemayam di dalam benak orang, maka itu tentu bukan seorang soleh,
karena dalam segala hal ini ada kenikmatan bagi diri manusia dan keselarasan
dengan kehendak jasmani, kesenangan jiwa dan kecintaannya. Hal-hal ini
merupakan kehidupan duniawi, yang di dalamnya orang senang kebaikan, dan
dengannya orang mencoba mendapatkan kepuasan dan ketentraman jiwa.
Orang harus berupaya menjadakan
hal-hal ini dari hatinya, dan mempersiapkan diri untuk meniadakan semua ini dan
mensirnakannya dari jiwa, dan berupaya bersenang dalam peluruhan dan
kemiskinan, sehingga tiada lagi di dalam hatinya kesenangan mengisap biji
kurma, sehingga pematangannya dari kehidupan duniawi menjadi suci. Bila ia
telah menyempurnakannya, segala dukacita hatinya dan kecemasan benaknya akan
sirna, dan datanglah kepadanya kesenangan, kehidupan yang baik dan keintiman
dengan Allah, sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW: “Mengabaikan dunia
menimbulkan kebahagiaan hati dan jasmani.”
Tapi selama masih ada di
dalam hatinya kesenangan kepada dunia ini, maka dukacita dan ketakutan tetap
bersemayam di dalam hatinya, dan kehinaan mengiringnya, begitu pula
keterhijaban dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, oleh tabir tebal yang
berlipat-lipat. Semua ini tak beranjak, kecuali melalui kecintaan akan dunia
ini dan pemutusan darinya.
Ia harus mengabaikan
kehidupan akhirat, agar tak menghendaki kedudukan dan derajat tinggi,
pembantu-pembantu cantik, rumah-rumah, kendaraan, busana, hiasan, makanan,
minuman, dan hal-hal lain sejenisnya, yang disediakan oleh Allah Yang Mahabesar
bagi hamba-hamba beriman-Nya.
Maka janganlah mencoba
mendapatkan balasan, atas sesuatu tindakan, dari Allah Yang Mahaperkasa lagi
Mahaagung di dunia ini atau di akhirat. Dengan demikian Allah akan memberi
balasan sebagai rahmat dan kemurahan-Nya. Maka Ia kan mendekatkan kepadaNya dan
melimpahkan kelembutan-Nya, dan Ia memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai
karunia dan kebajikan, sebagaimana Ia berlaku terhadap para Nabi dan
utusan-Nya, terhadap kekasih-kekasih-Nya.
Maka setiap hari, dalam
hidupnya, urusannya kian sempurna, dan dibawalah ia ke akhirat untuk mengecap
yang tak terlihat oleh mata, yang tak terdengar oleh telinga, dan yang tak
terpikirkan oleh manusia, yang sungguh tak dapat dipahami dan tak dapat
dijelaskan.
MENGALAMI KESULITAN HIDUP? BEGINI NASEHAT SYAIKH ABDUL
QADIR AL-JILANI
SYAIKH Abdul Qadir al-Jilani
dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib memberi nasehat kepada seorang
hamba Allah yang mengalami kesulitan hidup. "Pertama-tama ia mistilah
mencoba mengatasinya dengan upayanya sendiri," kata Syaikh dalam Risalah
Ketiga dalam buku tersebut. Bila gagal, nasehat Syaikh Abdul Qadir, ia mencari
pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau
bila dia sakit, kepada doktor . "Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling
kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo’a kepada-Nya
dengan kerendah-hatian dan pujian," tuturnya.
Bila ia mampu mengatasinya
sendiri, kata Syaikh, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya, demikian pula
bila ia berhasil karena sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada sang Khaliq.
"Kemudian bila tak juga
memperoleh pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah,
dan terus demikian, mengemis, berdo’a merendah diri, memuji, memohon dengan
harap-harap cemas," lanjutnya. Namun, ujar Syaikh Abdul Qadir, Allah Yang
Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo’a dan tak mengabulkannya,
hingga ia sedemikian terkecewakan terhadap segala sarana duniawi. Maka
kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana
duniawi, segala aktivitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada rohaninya.
Pada peringkat ini, menurut
Syaikh, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar lagi Maha
Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat haqqul yaqin. "Bahwa
pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah; tak ada
penggerak tak pula penghenti, selain Dia; tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula
kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada
awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaandan kehinaan,
tak ada kelimpahan dan kemiskinan, kecuali karena Allah.
Maka di hadapan Allah, ia
bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat
pemain polo, berputar dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak
berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam
kehendak Allah. Maka tak dilihatnya kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak
didengar dan tak difahaminya, kecuali Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu
itu adalah kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia
mendengar firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkaruniailah dia
dengan karunia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui
kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan
bertumpu pada firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia
rindu dan senantiasa mengingat-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang
Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia tertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya,
berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan
diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju
kepada-Nya," demikiah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI TENTANG
MEMERHATIKAN DIRI SENDIRI RATA-RATA
MASALAH pertama yang patut
diperhatikan oleh seseorang yang berakal ialah keadaan dan suasana dirinya
sendiri, setelah itu barulah ia melihat atau memperhatikan seluruh makhluk dan
ciptaan. Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib,
dari semua itu, dapatlah dipahami dari mana sumber semua itu dan siapa yang
menciptakan semua itu. "Sebab, makhluk itu tanda Al-khaliq (yang
mencipta), tanda yang menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan
bahwa yang menciptakan itu tentu Maha Bijaksana," tuturnya. Ada sebuah ungkapan Sufi melayu yang amat
mashyur iaitu “KENALI DIRI MU RATA-RATA, BARU KAMU KENAL TUHAN YANG NYATA”.
Ungkapan ini menjadi pendorong kepada murid-murid untuk sentiasa bermujahadah
diri dan merasa rendah hati kehadrat Allah.
Adanya makhluk menunjukkan
adanya Al-Khalik, karena keberadaan semua makhluk itu lantaran ada yang
menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Dalam ulasannya
tentang firman Allah: “Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan yang di
bumi”. Diriwayatkan bahwa ulasan ayat tersebut adalah sebagai berikut: Dalam
setiap sesuatu itu tersirat satu sifat di antara sifat-sifat Allah dan dalam
setiap Nama itu tersirat satu tanda untuk salah satu diantara nama-namaNya.
Dengan demikian, pasti kamu ada dalam salah satu diantara nama-nama,
sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. BatinNya tampak melalui kuasa-Nya dan
zahir-Nya tampak melalui kebijaksanan-Nya. Dia tampak di dalam sifat-sifat-Nya
dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam perbuatan-perbuatan-Nya.
Dia menampakkan ilmu-Nya
melalui iradat-Nya dan Dia menyatakan iradat-Nya di dalam gerak-Nya. Dia
menyembunyikan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan
kebijaksanaan-Nya melalui iradat-Nya. Maka, Dia tersembunyi di dalam ghaib-Nya
dan tampak di dalam kebijaksanaan dan kekuasaanNya. Firman Allah: Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS, 42:11)
Sesungguhnya banyak
rahasia-rahasia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini yang tidak diketahui
oleh orang-orang yang tidak memiliki sinar kerohanian di dalam hatinya. Ibnu
Abbas mendapatkan ilmu itu dikarenakan doa Nabi Muhammad SAW, untuknya. Nabi
mendoakannya, ”Ya Allah, berilah ia pengetahuan tentang agama dan ajarlah ia
pengertian tentang Al-Quran”. Semoga kita mendapatkan limpahan karuniaNya dan
dimasukkan ke dalam orang-orang yang mendapatkan rahmatNya di hari kebangkitan
kelak.
BILA DAN KEPADA SIAPA DOA DIKABULKAN? INI JAWABAN
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib bertutur bahwa diterimanya doa dan dipenuhinya
kebutuhan hambanya, terjadi pada saat yang telah ditentukan, dan sesuai dengan
rencana-Nya sebelumnya pada awal masa, dan yang bakal dipenuhi pada saat yang telah
ditentukan. "Doa itu sesuai dengan kehendak Allah dan terjadi pada saat
yang telah ditentukan-Nya," ujarnya. Inilah yang telah dikatakan oleh
seorang alim dalam menerangkan firman-Nya: “Setiap saat, Dia dalam kesibukan.”
(QS.55:29)
Ini berarti bahwa Allah
mengaruniakan pada saat-saat yang telah ditentukan. Dengan demikian, Allah tak
memberi seseorang sesuatu di dunia ini karena semata-mata, begitu pula Ia tak
menjauhkan sesuatu darinya hanya karena doanya, dan dikatakan. Nabi SAW
bersabda bahwa takdir tak bisa dihindari kecuali dengan doa tertentu. Juga tak
seorang pun masuk surga melalui kasih-sayang Allah, dan hamba-hamba Allah akan
diberi kedudukan di surga sesuai dengan amal-amal mereka. Aisyah ra berkata
bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW : “Akankah seseorang masuk surga hanya karena
amal-amalnya? “Tidak, tetapi dengan kasihsayang Allah,” jawab Nabi, sambil
meletakkan tangannya di atas kepalanya. Ia melakukan hal ini untuk menunjukkan
bahwa tak seorang pun berhak menentang Allah.
Juga Ia tak wajib memenuhi
janji. Tapi Ia berbuat sekehendak-Nya, menyiksa yang dikehendaki-Nya,
mengampuni yang dikehendaki-Nya, mengasihi yang dikehendaki-Nya dan
mengaruniakan nikmat bagi yang dikehendaki-Nya, dan Ia Mahakuasa atas
segalanya. Ia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, sedang hamba-hamba-Nya
akan ditanya. Ia memberikan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, dengan karunia
dan kasih-Nya, dan menahan karunia-karunia-Nya dari yang dikehendaki-Nya.
Begitulah adanya, karena ciptaan, sejak dari arsyNya hingga dasar bumi di
lapisan ketujuh bawah langit ini, adalah milik-Nya dan ciptaanNya. Pencipta
mereka adalah Allah, dan pemilik mereka adalah Allah, dan Allah berfirman: “Adakah
pencipta selain-Nya?” (QS.35:3). “Adakah Tuhan selain Allah?” (QS.27:63). “Dan
tahukah kau, adakah yang menyamai-Nya?” (QS.29:65)
“Katakanlah: “Ya Allah!
Pemilik seluruh kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada yang Engkau kehendaki,
dan Engkau cabut kerajaan dari yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan yang
Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau
Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS.3:26)’
SYARAT MELAKUKAN ZIKIR MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR
AL-JILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
membimbing hati yang lalai dengan cara menghidupkan zikrullah. Ulama besar
fiqih kelahiran Persia Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (470-561 H) dikenal sebagai
waliyullah yang memiliki kedalaman ilmu. Dalam saalah satu kitabnya, beliau
menjelaskan tentang hakikat zikir.
Sebagaimana diketahui zikir
atau dzikrullah adalah wujud penghambaan seseorang kepada Zat Yang Maha Mulia
Allah 'Azza wa Jalla. Perumpamaan orang yang berzikir dan orang yang tidak
berzikir, seperti orang yang hidup dan orang yang mati. Dalam Kitab
"Sirrul Asror", Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan syarat untuk
melakukan zikir. Salah satu syaratnya ialah berada di dalam keadaan berwudhu,
suci dari hadas.
Secara praktis, Syaikh Abdul
Qadir memberi wasiat pada peringkat permulaan supaya zikir itu berkesan,
ucapkanlah kuat-kuat ayat yang dijadikan zikir (kalimah tauhid) atau
sifat-sifat Allah. Bila perkataan itu diucapkan, usahakan berada di dalam
kesadaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati akan mendengar ucapan zikir dan
diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup, bukan
saja hidup di dunia bahkan juga hidup abadi di akhirat. "Mereka tidak akan
merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka
dari azab neraka." (QS Ad-Dukhan Ayat 56). Nabi saw menceritakan bahwa
keadaan orang mukmin yang mencapai yang hak melalui zikir. "Orang mukmin
tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada
kehidupan abadi". Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam
dunia.
Para Nabi terus beribadah di
dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka. Ibadah yang
dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri kepada Allah, bukan
shalat yang lima waktu seharian itu. Tawadhu di dalam diri dengan diam adalah
nilai utama yang menunjukkan iman sejati. Makrifat tidak dicapai oleh manusia
dengan usaha tetapi ia adalah ANUGERAH DARI ALLAH. Setelah dinaikkan
kepada maqom (derajat) itu, orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia
Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang
itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya. Nabi saw bersabda:
"Mataku tidur tetapi hatiku berjaga".
Pentingnya memperolehi
makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi saw dalam hadisnya: "Jika
seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati
sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua Malaikat sebagai guru yang
mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan
dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat". Dua
Malaikat di sini menunjukkan ruh Nabi Muhammad saw dan cahaya cinta yang
menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat diceritakan oleh
Nabi saw "Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih dalam
kejahilan, tetapi mereka bangkit dari kubur pada hari pembalasan sebagai orang
arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rusak akhlak
hilang segalanya dan jahil keseluruhannya."
Mereka adalah orang-orang
yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi,
mencari keuntungen dunia, menjual agama untuk kepentingan diri, menunjuk-nunjuk
seperti seorang yg waraq, alim, tawaduk tetapi berbuat dosa dibelakang halayak.
Mereka telah menjadi fasik tampa sedar. Sebagaimana firman Allah: "Dan
(ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan
duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini
kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri
di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".
Nabi saw bersabda:
"Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih
baik dan bernilai menurut pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang
tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya." Niat
merupakan asas amalan. Allah berfirman: "Barang siapa yang menghendaki
keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa
yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat. (QS
Asy-Syura Ayat 20)
Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani mengatakan, cara terbaik untuk meraih itu semua ialah dengan mencari
guru rohani yang akan membawa hati hidup. Inilah yang akan menyelamatkan
seseorang di akhirat. Dunia itu ibarat kebun akhirat. Orang yang tidak menanam
maka kelak dia tidak akan menuai. Jadi, bercocok tanamlah di dunia dengan benih
yang baik niscaya ia akan meraih kebahagiaan hidup di akhirat.
DOA HARIAN YANG DIAJARKAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib memberi nasehat dan mengajarkan doa-doa yang
perlu dibaca sehari-hari. "Punyailah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan
kerendah hati. Wajib bagimu berendah hati dan bersungguh-sungguh terhadap Sang
Pencipta. Jangan salahkan Dia, karena sarana duniawi. Jangan kau rosak hak
saudaramu karena kau dan dia adalah kawan. Berkawanlah selalu dengan para
darwis, dengan rendah hati, sikap baik dan keterbukaan," tutur Syaikh
Abdul Qadir sebelum mengajarkan doa yang dimaksud.
Bunuhlah kedirian hingga
tercapai kehidupan dalam rohani. Yang terdekat dengan Allah ialah yang paling
besar hati dalam berperilaku. Amal terbaik ialah menjaga diri dari selain-Nya.
Nasihatilah selalu orang agar berteguh pada kebenaran dan kesabaran.
"Cukuplah bagimu bergaul dengan para darwis, dan mengabdi kepada para wali,"
katanya.
Menurut Syaikh Abdul Qadir,
darwis adalah orang yang acuh-tak-acuh terhadap selain Allah. Menyerang yang di
bawahmu adalah pengecut. Berbuat serupa dengan yang di atasmu adalah memalukan,
dan menyerang yang sejajar denganmu adalah tak baik. Menjalani kehidupan darwis
dan sufi membutuhkan upaya serius. Semoga Allah mengaruniai kita kekuatan. Duhai
Wali! Dikau senantiasa mengingat Allah, sebab hal ini membawa kebaikan dan juga
kewajibanmu untuk berpegang teguh pada perjanjian-Nya, sebab hal ini menjauhkan
segala kemudharatan. Juga kewajibanmu untuk senantiasa menghadapi segala
ketentuan-Nya, sebab hal-hal itu mesti terjadi.
Ketahuilah bahwa kau akan
ditanya tentang gerak-gerikmu. Selamatkanlah anasir tubuhmu dari
ketak-bergunaan. Wajiblah bagimu menaati Allah, Rasul-Nya dan mereka yang mesti
ditaati (Ibubapa dan guru-guru). Pikirkanlah kaum Muslim, dan jangan berburuk niat
kepada mereka, entah dalam hati, ucapan atau tindakan.
Doa tujuh kali
Doakanlah orang yang telah
menzalimimu, dan takwalah kepada Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Wajib
bagimu makan segala yang dihalalkan, dan bertanyalah, tentang yang tak kau ketahui,
kepada orang yang memiliki ma’rifat. Berbaiklah senantiasa terhadap Allah Yang
Mahakuasa lagi Mahaagung. Bersamalah dengan-Nya. Bersamalah dengan selain-Nya,
sepanjang dibutuhkan untuk bersama-Nya. Bersedekahlah di kala pagi. Berdoalah
di malam hari bagi Muslim yang meninggal.
Ucapkanlah tujuh kali di
pagi hari dan sore hari. ‘Allahumma ajirna minan nar”, yang maknanya, “Ya
Allah! Lindungilah kami dari api neraka.” Berdoalah selalu: “A’udzubillahi-issma’i-il-‘alim
minasy-syaithan-ir-rajim”, yang maknanya, “Aku berlindung kepada Allah Yang
Mahamendengar lagi Mahamengetahui dari syaitan yang terkutuk.” Lalu agungkanlah
Dia dengan ayat-ayat terakhir Surah Hasyr: “Dialah Allah, yang tiada Tuhan
selain Dia, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah yang Mahapemurah
lagi Mahapenyayang. Dialah Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang
Mahasuci, Yang Mahasejahtera, yang mengaruniakan keamanan, Yang Mahamemelihara,
Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, yang memiliki segala keagungan. Mahasuci
Allah dari segala yang mereka persekutukan. Dialah Allah, Pencipta, Pewujud,
Pembentuk, Pemilik nama-nama terbaik. Bertasbihlah kepada-Nya segala yang di
langit dan di bumi. Dan Dialah yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana,” demikian
nasehat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
HAKIKAT MIMPI MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
(470-561 H) menjelaskan hakikat mimpi dalam kitab "Sirrul Asror".
Sebagai ulama sufi yang punya kedalaman ilmu tasawuf dan ilmu fiqih, Al-Jilani
membagi mimpi ke dalam dua macam. Kata Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani,
mimpi-mimpi merupakan pembawa pembukaan dan perantara kepada yang luar biasa.
Bukti kebenaran mimpi dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah akan buktikan mimpi itu benar kepada Rasul-Nya, kamu akan
memasuki Masjidil Haram jika dikehendaki Allah dengan aman". (QS Al-Fath
Ayat 27)
Mimpi datangnya dari Allah,
tetapi kadang-kadang ada juga yang datang dari syaitan. Nabi saw bersabda:
"Siapa yang melihatku di dalam mimpi sesungguhnya dia benar-benar
melihatku karena syaitan tidak dapat menyerupai wujudku". Syaikh Abdul
Qadir mengemukakan bahwa syaitan juga tidak dapat mengambil bentuk mereka yang
beriman, orang yang berada di jalan kebenaran, ahli makrifat, dan orang
disinari cahaya Nabi. Orang arif menafsirkan hadis Nabi saw di atas dengan
mengatakan syaitan bukan saja tidak dapat mengambil wujud Nabi, bahkan syaitan
tidak dapat berpura-pura mengakui seseorang atau orang yang memiliki sifat
kemurahan dan kasih sayang. Sesungguhnya para Nabi, wali-wali, Malaikat,
Masjidil haram, matahari, bulan, awan putih, Al-Qur'an yang suci, merupakan
kewujudan yang syaitan tidak dapat masuk di dalamnya dan juga tak dapat
mengambil bentuk mereka.
Ini karena sifat syaitan
yang menzahirkan kekerasan, hukuman dan kesengsaraan. Ia hanya menggambarkan kekeliruan
dan keraguan. Tetapi syaitan bisa saja mengaku sebagai Tuhan dan menipu
manusia, membawa mereka menjadi sesat. Ini hanya terjadi dengan izin Allah. Allah
memerintahkan Nabi-Nya: "Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
(QS Yusuf Ayat 108). Dalam ayat ini 'orang yang mengikuti aku' adalah manusia
sempurna, guru yang tersambung dengan Nabi Muhamamad saw yang akan mewarisi
ilmu batin dan kebijaksanaan beliau.
Dua Jenis Mimpi
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
menyebutkan, ada dua jenis mimpi iaitu mimpi subjektif dan mimpi objektif. Jenis
pertama mimpi subjektif artinya pandangan atau perasaan yang lahir dari diri
sendiri. Mimpi ini seperti bayangan atau gambaran suasana kerohanian (hati). Adapun
mimpi objektif mengandung gambaran yang berkaitan dengan suasana seseorang yang
bebas dari keresahan. Ia mengenal diri dan menemui ketenteraman pikirannya.
Gambarannya adalah kelezatan yang dia akan temui di dalam surga, wewangian dan
suara indah di dalam surga. Dia akan bermimpi beberapa jenis hewan dan burung
yang menyerupai paling cantik yang ada dalam dunia. Hewan yang dilihat di dalam
mimpi itu adalah hewan surga.
Misalnya, unta adalah hewan
surga. Kuda sebagai hewan yang membawa tentera suci dalam peperangan menentang
orang-orang kafir di sekelilingnya. Lembu jantan kepada Nabi Adam membajak
tanah untuk ditanami gandum. Kambing biri-biri datangnya dari madu surga. Unta
diciptakan dari cahaya surga, kuda dari selasih manis di dalam surga, biri-biri
dari kunyit surga.
Baghal (hewan sejenis antara
kuda dan keledai) menggambarkan suasana terendah seseorang yang menemui hati dan
fikiran yang tenang. Apabila dia mimpikan baghal itu tandanya dia malas dalam
melakukan ibadah sebab hawa nafsu badannya menahan, dan usaha ruhaninya tidak
memberi hasil. Dia harus bertaubat dan melakukan kebajikan supaya mendapatkan
hasil.
Keledai diciptakan dari batu
surga dan diberikan untuk berkhidmat kepada Nabi Adam dan keturunannya. Keledai
adalah lambang jasad dan keperluan kebendaan. Jasad adalah hewan yang membawa
beban atau membawa ruh. Jika seseorang menjadi hamba kepada jasad dia adalah umpama
orang yang memikul keledai di atas bahunya. Jadi, keledai melambangkan cara
atau alat seseorang mengarahkan urusan akhiratnya di dalam dunia. Sayyidina Ali
radhiyallahu 'anhi berkata: "Jika aku tidak dibentuk oleh Tuhanku, aku
tidak akan mengenali-Nya".
Kalam suci keluar dari lisan
Imam Junaid Al-Baghdadi: "Tiada yang lain kecuali Allah di dalam
jubahku". Terdapat rahasia-rahasia besar di dalam peringkat seperti ini
yang dicapai oleh manusia sempurna. Terlalu sukar untuk menerangkannya dan terlalu
panjang untuk menguraikannya. Ia hanya berkaitan dengan mereka yang menghabiskan
hidupnya mengejar ilmu batin. Untuk membentuk ruhani yang sempurna, seseorang
memerlukan bimbingan dan teladan guru yang masih hidup. Guru-guru yang menjadi
pembimbing adalah para Nabi dan orang-orang yang Allah warisi kebijaksanaan
Para Nabi. Melalui pengajaran mereka, hati seseorang akan diterangi cahaya.
Guru yang masih hidup
mestilah mereka yang tersambung dengan Nabi saw iaitu jika dia benar-benar
pewaris Nabi, dia diajarkan untuk menjadi hamba Allah yang sabar. Para guru
inilah yang menjadi wasilah dalam meniti jalan kebahagiaan.
27 AMALAN AGAR BERTEMU NABI MUHAMMAD DALAM MIMPI
Faedah terbesar jika kita
berjumpa Rasulullah saw merupakan kenikmatan luar biasa. Sebab, orang yang
bertemu Nabi Muhammad saw dalam mimpi adalah benar. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, Rasulullah bersabda: "Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka
sungguh ia telah melihatku secara benar. Sesungguhnya syaitan tidak bisa
menyerupai bentukku. Barang siapa yang berdusta atasku secara sengaja, maka ia
telah mengambil tempat duduk dalam neraka." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Bagaimana
mengetahui kita bertemu Rasulullah saw dalam mimpi? Berikut penjelasan Syaikh
Ahmad Al-Misri (Dai lulusan Mesir) saat mengisi kajian di Masjid Permata Qalbu,
Perumahan Permata Mediterania, Pos Pengumben, Jakarta Barat.
Ulama menjelaskan seorang
yang bermimpi Rasulullah saw boleh diketahui dari 3 hal berikut:
1. Ada suara yang berkata
"Ana Rasulullah" atau "Ana Muhammadar-Rasulullah". Atau
"Ana Muhammad ibni Abdillah".
2. Diyakini oleh yang
bermimpi itu Rasulullah saw. Ada keyakinan kuat dalam di batinnya.
3. Bermimpi bahwa orang lain
mengatakan yang anda mimpi itu adalah Rasulullah saw. Dia mendengar suara atau
dalam mimpi anda bakal masuk ke dalam tempat Rasulullah saw.
Dalam Kitab Fatawa Imam
An-Nawawi disusun Imam 'Alauddin Atha' dijelaskan apakah yang bermimpi
Rasulullah hanya orang soleh atau tidak? Kata Imam An-Nawawi, bisa orang soleh
atau orang tidak soleh. Syaikh Ahmad menceritakan, orang Nasrani pernah
bermimpi Nabi Isa 'alaihis salam dan masuk Islam karena dia melihat Ka'bah
terbelah dan ada Nabi Isa lalu Nabi Isa berkata ikuti agama Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. "Kalau anda tanyakan dalil tidak ada. Ini
pengalaman para ulama, para 'auliya, para ahli hadis, para ahli tafsir,"
terang Syaikh Ahmad.
Berikut amalan agar berjumpa
dengan Rasulullah saw. Jangan putus asa jika mencoba sekali, dua kali, belum
ketemu dalam mimpi. Silakan coba terus dan amalkan, insya Allah Anda akan
bertemu baginda dalam mimpi.
1. Membaca Surah Al-Qadr
ketika terbit dan tenggelam matahari 11 kali.
2. Membaca Sura Al-Kautsar
dalam satu malam 1,000 kali.
3. Membaca Surah Al-Muzammil
141 kali. (Dibaca dengan yakin dan bershalawat sampai tertidur).
4. Membaca Surah Al-Qadr 1,000
kali di Hari Jumat. Anda tidak akan meninggal sampai bertemu Rasulullah saw dalam mimpi.
5. Membaca Surah Al-Kautsar
1,000 kali dan bershalawat 1,000 kali di malam Jumat dan tidur dalam keadaan
berwudhu. (Posisi duduk, jangan rebahan karena khawatir tidur bablas).
6. Membaca Surah Al-Ikhlas
dalam sehari 1,000 kali dengan niat mimpi Rasulullah saw, maka akan bermimpi
beliau.
7. Sebelum tidur membaca
Ta'awudz 5 kali, Basmallah 5 kali, dan Shalawat berikut 5 kali:
Kemudian berdoa seperti
berikut:
“Allahumma Bihaqqi Muhammadin Arinii Wajha Muhammadin haalaan wa Maalaan” (5
kali). Artinya: "Ya Allah dengan kebenaran Nabi Muhammad, perlihatkanlah
kepada saya wajah Nabi Muhammad sekarang dan nanti (di akhirat)". Imam
Syaikh Jamaludin Abu Mawahib asy-Syadzili mengatakan pernah bermimpi Rasulullah.
Beliau mengatakan sebelum tidur membaca amalan itu maka akan didatangi oleh
Rasulullah saw.
8. Membaca Shalawat Berikut
70 kali:
“Allahumma Sholli 'alaa Sayyidina Muhammadin Kama
Amartana an-Nusalliya 'alaih. Allahumma Sholli 'alaa Sayyidina Muhammadin Kama
Huwa Ahluh. Allahumma Sholli 'alaa Sayyidina Muhammadin Kama Tuhibbu wa
Tardalah. Allahumma Shalli 'alaa Ruh Muhammadin Fi'l Arwah. Allahumma Sholli
'alaa Jasadi Muhammadin Fi'l Ajsad, Allahumma Sholli 'Alaa Qabri Muhammadin
Fi'l Qubuur”. (70 kali)
9. Dalam Kitab Manbaus Sa'adah ada sebuah faedah kalau ingin bermimpi
Rasulullah baca doa ini 100 kali: "Allahumma innii As'aluka Bi Nuuril
Anwaaril Ladzii Huwa 'Ainuka Laa Ghairuka An Turiyanii Wajha Nabiyyika
Sayyidinaa Muhammadin shallallahu 'alaihi wa aalihi wassallama Kamaa Huwa
'Indaka". (100 kali)
AMALAN AGAR BISA MIMPI BERTEMU NABI MUHAMMAD SAW (sambungan)
Banyak di antara kaum
muslimin bertanya apa amalan agar bisa bermimpi bertemu baginda Nabi Muhammad
shallallahu 'alahi wa sallam (SAW). Berikut penjelasan Al-Habib Hamid bin Ja'far
Al-Qadri dalam tusiyah yang membahas Kitab "Syama'il Muhammadiyyah".
Ada beberapa hadis Rasululah
shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan: "Barangsiapa yang melihatku
dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihat aku karena setan tidak bisa menyerupai
diriku". Riwayat lain, beliau SAW besabda: "Siapa yang bertemu aku
dalam tidurnya maka akan menemui aku dalam kenyataan."
Lalu, bagaimana agar kita
bisa bermimpi bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam? Syeikh Umar
Hasan Al-Haddad mengatakan di antara hal itu disebutkan harus ada ikatan secara
qalbiyah atau kerinduan yang luar biasa ingin berjumpa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
Ada 100 cerita mimpi bertemu
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah satunya siapa membaca Surat
At-Thariq 40 kali sebelum tidurnya insya Allah bertemu Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Surah At-Thariq (Yang Datang di Malam Hari)
adalah surah ke-86 dalam Al-Qur'an terdiri dari 17 ayat.
Amalan lain disebutkan
setelah Salat Isya dan salawat 1000 kali, baca Surah Al-Kautsar insya Allah
bertemu Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam tidurnya. Dikatakan
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dalam Kitab Syarah Al'lal Burqah baca syair salawat
sampai tidur insya Allah akan berjumpa Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa
sallam. Sedangkan jika ia tenggelam dalam bacaannya mungkin ia tidak bisa
tidur. "Artinya bagaimana mungkin kelopak mata ini terpejam, sedangkan
rasa cinta saling bertentangan. Capek pengen tidur, tapi cinta ingin senantiasa
shalawat," terang Habib Hamid. Selain itu bisa mengamalkan salawat
Al-Habib Ali Al-Habsyi (pengarang Kitab Maulid Simthudduror) juga bisa bertemu
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tidurnya.
Kisah Hikmah
Dikisahkan, ada seorang
murid datang menemui gurunya, ia katakan, "Ya tuan guru kasih amalan agar
bisa berjumpa dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
tidurku". Lalu diberikan amalan oleh gurunya.
"Gimana sudah belum?
Belum ya guru. Diberi lagi amalan kedua: "sudah mimpi belum?",
"belum ya guru." Diberi amalan ketiga kalinya dan ia baca lagi karena
tidak mimpi.
Kenapa tidak kunjung mimpi
bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam? Kalau begitu kau tinggal
di rumah saya nanti malam kata gurunya, insya Allah kamu bermimpi. Pas malam
tiba, saat makan malam sang murid makan makanan asin yang disuguhkan gurunya.
Saat muridnya keasinan muridnya ingin minum. "Kamu mau mimpi bertemu Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?", "Ya guru".
"Jangan minum".
Ketika masuk kamar tidur,
sebelum tidur gurunya membawa air batu seraya berkata: "Pandanglah air ini
tapi jangan diminum". Lihatin saja dan akhirnya muridnya tertidur. Saat
Subuh, si murid bertemu gurunya. "Aku melihat air terjun deras airnya
jernih". Gurunya berkata: "Saat mau tidur kamu rindu pada air".
Seandainya kamu rindu pada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam seumpama
kerinduanmu dan kebutuhanmu pada air itu.
Maka bacalah riwayat Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, ikuti jejak sunnah beliau dan cinta
kepada orang-orang yang dicintai, insya Allah kita akan didatangi Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Mudah-mudahan Allah Ta'ala tidak menghalangi
kita bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam meskipun dalam mimpi.
INILAH CEMBURU YANG DIAJARKAN NABI MUHAMMAD SAW
Dalam satu hadits, Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) pernah bersabda: "Innii
laghaayuurun wamaa minimri-in laa yaghaaruillaa mankuusul qalbi (sesungguhnya
aku ini pecemburu. setiap orang yang tidak mempunyai rasa pecemburu, maka tidak
lain kecuali orang itu berhati terbalik)".
Sesungguhnya Allah Ta'ala
itu pecemburu, dan orang mukmin itu hendaknya pecemburu. Kecemburuan Allah
adalah apabila ada orang mukmin melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah.
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan Turmudzi dari Abu
Hurairah). Malahan jika kamu melebihkan kehendak kendiri kamu saja Allah sudah
cemburu (syrik tersembunyi), inikan pula jika kamu menduakanNya dengan yang
lain. KemurkaanNya sama saja pada kedua-dua pekara itu.
Dalam Kitab Uqud al-Lujain
(etika rumah tangga) karya Syeikh Muhammad bin Umar An-Nawawi, Sahabat Ali bin
Thalib RA mengatakan, "Apakah kalian tidak malu. Apa kalian tidak cemburu
membiarkan perempuan-perempuan (isteri-isteri)-mu keluar ke tengah-tengah kaum
lelaki. Ia melihatnya dan mereka memperhatikan dirinya". Tapi ingat,
cemburu yang berlebihan juga tidak baik. Imam Ali mengatakan hal itu,
"Janganlah kamu berlebihan mencemburu. Sebab dengan kecemburuan yang
berlebihan itu sama artinya menuduh isterimu berbuat buruk".
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya di antara kecemburuan ada yang dicintai Allah dan ada pula
kecemburuan yang dibenci Allah. Di antara sikap berbangga diri ada yang disukai
Allah dan ada pula sikap berbangga diri yang dimurkai Allah. Adapun kecemburuan
yang disukai Allah adalah kecemburuan (dalam hal keragu-raguan). Kecemburuan
yang dibenci Allah adalah kecemburuan di luar hal itu. Adapun sikap berbangga
diri yang disukai Allah adalah keberbanggaan seseorang ketika maju ke medan
pertempuran di saat terjadinya bencana. Sikap keberbanggaan yang dibenci Allah
adalah dalam hal kebatilan".
Di era globalisasi saat ini,
apabila ada perempuan keluar rumah maka hampir dipastikan menjadi sasaran
godaan kaum lelaki. Mungkin dengan cara mengedipkan matanya atau disentuh. Ada
pula yang sekadar dipegang dan ada pula yang disindir dengan kata-kata yang
jorok yang tidak mengenakan telinganya. Ibnu Hajar mengatakan, jika seorang
perempuan (isteri) bermaksud hendak keluar untuk menjenguk orang tua, misalnya,
sebenarnya tidak dilarang. Tetapi terlebih dulu harus memperoleh izin dari
suaminya.
Yang perlu diperhatikan,
hendaknya ketika keluar jangan memamerkan perhiasan dan dandanannya. Pakaian
yang dikenakannya tidak perlu bagus, melainkan pakaian yang sederhana. Pandangan
hendaknya dijaga, ditundukkan sepanjang jalan. Tidak perlu tengok kanan dan
kiri. Kalau tidak begitu justru akan membuka kesempatan untuk melakukan
kemaksiatan kepada Allah.
KETIKA BERSEDIH, BERSABARLAH SEPERTI RASULULLAH SAW
Tim Spirit of Ramadan (SOR)
PPPA Daarul Qur’an menebarkan ilmu bermanfaat di Masjid Al Muttaqin di kantor
PT PLN (Persero). Diawali dengan pembacaan Surah Yusuf, Ustaz Muhaimin memulai
kajian Zuhur dalam upaya menigkatkan iman dan takwa seluruh jamaah.
Dalam kajian, Ustaz Muhaimin
menceritakan kisah Nabi Yusuf, putra Nabi Yakub. Di antara dua belas orang
anak-anak Yakub, Yusuf dan Bunyamin yang paling dicintai. Sehingga
saudara-saudaranya cemburu kepada Yusuf. Sampai pada suatu hari, Yusuf dilempar
ke dalam sumur yang sangat dalam.
''Yang mana kita tahu sumur
yang ada di sana jelas berbeda dengan yang ada di sini. Kalau pun terjatuh ke
dalam sumur maka tertimpalah dengan batu. Akan tetapi di situlah kekuasaan
Allah SWT. Nabi Yusuf tidak terluka bahkan bisa bertahan berhari-hari di dalam
sumur tersebut. Hingga ia ditemukan para kafilah atau pedagang yang kebetulan
mampir ke sumur tersebut. Maka ikutlah Yusuf bersama dengan kafilah tersebut ke
Mesir,”papar Ustaz Muhaimin.
Ia mengatakan, Surah Yusuf
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahunamul huzniatau tahun kesedihan di
tahun ke sepuluh kenabian. Sebab kala itu, Khadijah yang merupakan isteri
Rasulullah SAW, meninggal dunia. Tak lama dari itu pamannya Abu Thalib pun
mengembuskan napas terakhir. Rasululullah akhirnya mencari tempat baru untuk
berdakwah iaini ke negeri bernama Thaif.
Cobaan di Thaif begitu
berat. Rasulullah dilempari batu bukan hanya oleh orang dewasa. Anak-anak pun
ikut menyerangnya hingga keningnya berdarah. Allah pun memerintahkan
malaikatnya untuk menimpakan dua gunung yang berada di negeri tersebut. Namun,
dengan kesabarannya Rasulullah menjawab, ''Jangan wahai Jibril, sesungguhnya
mereka itu belum tahu.”
Dari kejadian ini, Allah SWT
memberikan hiburan kepada Rasulullah SAW dengan menurunkan Surah Yusuf. Ulama tabiin
mengatakan, jika mengalami kesedihan dan penderitaan berkepanjangan maka
bacalah Surah Yusuf. Ustaz Muhaimin mengajak jamaah yang hadir untuk meniru
sifat Rasulullah yang begitu sabar dalam menghadapi cobaan. ''Jadi jangan
mengaku umat Muhammad SAW kalau masih susah untuk bersabar dan memaafkan
kesalahan orang lain,” tuturnya.
KISAH ORANG SALEH BERMIMPI BERTEMU NABI MUHAMMAD SAW
Kiyai Ruhuddin (Dewan Guru
Yayasan Al-Fachriyah Tangerang) bercerita tentang kisah seorang soleh bermimpi
bertemu Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam (SAW). Kisah ini
diceritakan beliau saat pembacaan Zikir dan Doa Arafah di Ponpes Al-Fahriyah
Tangerang Kamis sore 9 Dzulhijjah 1441 H .
Dikisahkan, seorang saleh
bermimpi malam pertama mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW . Dalam mimpinya, Nabi
SAW berkata kepada orang soleh itu, "Ya Fulan pergilah ke Mekkah cari si
Fulan bin Fulan yang ada di perkampungan sekitar Mekkah".
Orang soleh itu tidak
menghiraukannya. Pada malam kedua, orang soleh itu bermimpi lagi ketemu Nabi
SAW persis seperti malam pertama. Kata Nabi : "Ya Fulan bangun pergi
umrah, pergilah ke perkampungan yang ada di Kota Mekkah, cari Fulan bin Fulan,
kabarkan kabar gembira kepadanya bahwa ia adalah calon penghuni surga ".
Orang soleh itu pun tidak
menghiraukannya. Pada malam yang ketiga, dia bermimpi lagi ketemu Rasulullah
SAW . Kata Nabi, "Ya Fulan sampaikan ke Fulan bin Fulan yang ada di
perkampungan Mekkah, kabarkan kabar gembira sesungguhnya ia adalah calon
penghuni surga ".
Malam ketiga setelah mimpi
berturut-turut ketemu Nabi SAW , orang soleh itu pun pergi umrah. Sampai di
Makkah, selepas ibadah umrah ia pergi ke kampung yang dimaksud Rasulullah SAW .
Sampai di perkampungan itu, dia melihat wajah-wajah manusia ahli ibadah,
wajah-wajah orang soleh. Terpancar dari wajah mereka cahaya ibadah, cahaya
zikir, cahaya wudhu.
Maka orang soleh berkata,
"Ini yang saya cari di kampung ini penghuninya orang-orang soleh.
Bagaimana orang yang saya maksud, yang saya tuju pasti pemimpinnya orang-orang
soleh, pasti orang yang amat soleh di kampung ini".
Dia terus mencari, dia tanya
nama yang dimaksud dan rumah yang dimaksud, lalu diantarlah ia oleh seseorang
ke rumah yang dimaksud. Maka ketika pertama dia melihat bayangan, ini orang
yang akan aku temui pasti orang yang paling soleh di kampung ini. Ternyata yang
dia temui adalah orang berwajah biasa, mungkin bahasa kita wajah yang
menakutkan, tidak terpancar cahaya ibadah, dan tidak terpancar cahaya taat
kepada Allah.
Namun, orang soleh itu tidak
peduli sembari berkata dalam hatinya, "Saya harus husnudzzan (berpikir
positif) sampai kemari bukan mencari kesalahan orang lain. Tapi menyampaikan
kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW bahwa ini orang calon penghuni surga
".
Ketika pintu dibuka,
shahibul bait bertanya siapa gerangan, ada apa maksud datang ke rumah? Orang soleh
itu berkata: "Saya ke mari menyampaikan salam dari Nabi SAW dan
menyampaikan bahwasanya kabar gembira untukmu sesungguhnya engkau adalah calon
penghuni surga ".
Mendengar itu, penghuni
rumah itu tertawa dan tidak percaya. "Antum salah alamat, bohong antum.
Saya ini adalah orang paling berdosa di kampung ini, tukang maksiat, di luar
sana banyak orang ahli ibadah, orang-orang soleh ".Kemudian orang soleh
bercerita bahwa dia 3 malam berturut-turut mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW .
"Saya baru keluar dari ibadah umrah tidak mungkin saya berdusta karena
saya baru pulang dari umrah," kata orang soleh itu.
Lalu orang soleh itu
mengajak shahibul bait yang dimaksud pergi umrah ke Masjidil Haram. Penghuni
rumah itu kaget sembari berkata: "Saya seumur hidup tinggal di sini tak
pernah melihat Ka'bah, tak pernah datang ke Masjidil Haram," katanya.
Kata Kiyai Ruhuddin yang
juga lulusan Rubat Tariem Hadramaut Yaman, bagi manusia beberapa langkah ke
Masjidil Haram, beberapa langkah kepada Nabi Muhammad SAW sampai akhir hayatnya
tak pernah pergi haji atau umrah, tak pernah ziarah ke makam Rasulullah SAW .
Berapa banyak manusia jauh dengan Nabi Muhammad SAW. Apalagi di Tanah Air
jaraknya jauh ke Mekkah, jauh ke Madinah, namun sangat merindukan berziarah
kepada Nabi SAW.
Amalan Ahli Surga
Ketika diajak ke Makkah,
orang soleh itu semakin penasaran lalu bertanya kepada ahli surga yang disebut
Nabi SAW. "Telanjur kita dah bertemu saya ingin bertanya apakah amalanmu
sehingga engkau mendapatkan kabar gembira dari Nabi SAW," tanya orang soleh
itu.
Lalu orang itu menjawab:
"Saya punya tetangga meninggal dia punya anak, suaminya meninggal, maka
dari detik dia meninggal sampai detik ini pendapatan saya setiap bulan saya
bagi dua. Sebagian saya bagikan untuk keluarga saya, dan sebagian lagi untuk
anak-anak yatim tetangga saya yang ayahnya meninggal sampai detik ini saya
perhatikan," kata shohibul bait itu.
Mendengar itu, orang saleh
itu pun terkejut. Ternyata penyebab masuk surga bukanlah kerana amalan (imamah)
yang besar, bukan jubah. Ternyata masuk surga juga bukan sebab ibadah puasa
yang banyak, bukan sebab 'alim, bukan sebab pintar ceramah. Penyebab masuk
surga ternyata bukan ahli taat, bukan banyak puasa, bukan banyak haji dan
umrah, bukan banyak jawatan yang tinggi, bukan karena harta yang melimpah,
bukan kerana nampak alim dan wara, bukan kerana punya PhD melambak-lambak,
bukan kerana berpakaian seperti orang arab, bercelak dan berdandan rapi, wangi
dll. Sebab masuk syurga ialah kerana ihsan Allah, belas kasihan Allah dan kasih
sayang Allah.
Terkadang amal soleh yang
kecil, amal yang disepelekan itulah penyelamat dan penyebab seorang bahagia di
dunia dan di akhirat perhatian kepada sesama. Ketika sampai di Mekkah, pertama
kali yang dilihatnya adalah Ka'bah, orang itu menangis. Orang soleh tadi
berkata, "Saya dan orang-orang di sekitar ikut menangis, bukan karena
terharu melihat Ka'bah, tetapi terharu melihat seseorang terus menangis
merindukan sekali ketika memandang Ka'bah dengan penuh mahabbah
(kecintaan)".
Akhirnya orang itu melakukan
thawaf, Sa'i, dan bersujud. Ketika sujud itulah tangisannya terhenti, nafas dan
ruhnya sudah tiada. Subhanallah, orang itu meninggal husnul khatimah saat
pertama kali sujud menghadap Ka'bah di Masjidil Haram. Inilah penghuni surga
yang disebut oleh Rasulullah SAW dalam mimpi orang soleh tersebut. Kisah ini
mengajarkan kepada kita bahwa sebab seseorang masuk surga ternyata bukan karena
banyak haji, banyak umrah, banyak berzikir, puasa dan lain-lain (tidak
bermaksud mengecilkan amalan mulia tersebut). Tetapi karena amal soleh yang
kecil yang membantu orang lain, membantu anak yatim ataupun tetangganya. Semoga
Allah memberi taufik kepada kita untuk selalu berbuat baik.
INILAH AMALAN KAUM MUHAJIRIN YANG MEMBUAT RASULULLAH
GEMBIRA
Dalam satu hadis Nabi yang
diriwayatkan Imam Abu Dawud diceritakan sebuah kisah yang sangat menyentuh
hati. Ketika itu sekumpulan kaum Muhajirin yang lemah (miskin) berkumpul dengan
posisi sebagian mereka menutupi sebagian lainnya demi menutup aurat mereka.
Kaum Muhajirin adalah
penduduk Mekkah yang mengikuti hijrah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam (SAW) ke Madinah. Rasulullah SAW memuji mereka dan mengabarkan ganjaran
surga karena amal perbuatan mereka. Dari Abi Sa'id Al-Khudri RA, ia
menceritakan, "Pernah pada suatu ketika aku duduk dengan sekumpulan
Muhajirin yang lemah. Dan sungguh, sebagian mereka menutupi dirinya dengan
sebagian lainnya agar tidak terlihat auratnya, sedang seorang Qari membacakan
Al-Qur'an kepada kami.
Tiba-tiba datanglah
Rasulullah SAW lalu berdiri di antara kami. Ketika Rasulullah berdiri, Qari itu
pun diam. Kemudian baginda SAW memberi salam dan bertanya, 'Apa yang sedang
kamu lakukan?' Kami menjawab, 'Kami sedang mendengarkan bacaan kitabullah.
Beliau bersabda,
"Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan sebagian umatku orang-orang
yang aku perintah agar bersabar bersama mereka." Kemudian beliau duduk di
tengah mengatur kami. Kemudian beliau berisyarat dengan tangan beliau,
'Melingkarlah kalian seperti ini!'
Maka wajah mereka pun
tertuju ke arah Rasulullah. Lalu beliau bersabda, "Bergembiralah kalian,
wahai sekalian Muhajirin yang miskin, (kalian akan mendapatkan cahaya yang
sempurna pada hari Kiamat. Kalian akan masuk surga setengah hari lebih dulu
daripada orang-orang kaya, sedang setengah hari (akhirat) sama dengan lima
ratus tahun".
Adapun penjelasan hadis di
atas, 'telanjang badan' maksudnya adalah di luar batas aurat tidak tertutupi.
Sebab apabila di depan umum, walaupun bukan aurat, mereka tetap menutupinya.
Ketika Rasulullah datang, mereka tidak segera menyadarinya karena kekusyukan mereka.
Mereka baru menyadarinya ketika Nabi telah berada di depan mereka.
Sebagai adab, orang yang
membaca pun diam sejenak. Meskipun Nabi melihat langsung bahwa mereka sedang
membaca Al-Qur'an, beliau tetap bertanya tentang apa yang mereka lakukan. Hal
ini menunjukan betapa gembiranya baginda terhadap amalan mereka. Dalam hadis
diatas juga disebutkan bahwa 'satu hari di akhirat sebanding dengan seribu
tahun dunia'. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari
tahun-tahun yang kamu hitung." (QS. Al Hajj: 47)
Inilah sebabnya, mengapa
hari Kiamat sering disebut besok. Namun hitungan ini hanya berlaku untuk
orang-orang yang beriman. Sedangkan untuk orang-orang kafir, Al-Qur'an telah
menjelaskan: "Satu hari kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun."
(QS. Al Ma'aarij: 4) Sebenarnya, banyak sekali riwayat yang menjelaskan
keutamaan membaca Al-Qur'an dan hadis yang menjelaskan keutamaan menyimak
bacaan Al-Qur'an. Nabi SAW sendiri diperintah agar duduk bersama mereka,
sebagaimana dalam hadis di atas.
Sebagian ulama menyebutkan
bahwa mendengarkan bacaan Al-Qur'an lebih baik daripada membacanya. Karena
membaca Al-Qur'an hukumnya Sunnah, sedang mendengarkannya adalah wajib. Dan
yang wajib itu selalu lebih tinggi derajatnya daripada yang Sunnah. Berdasarkan
hadis di atas diambil kesimpulan mengenai masalah yang sering diperselisihkan
oleh para ulama. Yaitu mana yang lebih utama antara orang fakir yang bersabar
dengan kemiskinannya (tidak mengeluh kemiskinannya kepada siapapun), dan orang
kaya yang bersyukur kepada Allah serta menunaikan kewajibannya. Hadis di atas
mendukung pendapat bahwa orang fakir yang bersabar dengan kemiskinannya adalah
lebih utama.
NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI KETIKA BAHAGIA
DAN DUKA
Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani
bertutur banyak tentang rohani manusia dalam kitabnya yang berjudul Futuh
Al-Ghaib. Menurut Beliau, keadaan rohani manusia itu: bahagia dan duka. "Bila
duka, maka timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, penyalahan terhadap
perilaku buruk, dosa karena menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan
sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran," ujarnya.
Selanjutnya beliau berkata: Bila
bahagia, lanjutnya, ia menjadi kurban kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila
nafsu diperturutkan, ia pun menginginkan yang lainnya dan meremehkan karunia
yang dimilikinya; maka ia tak menghargai karunia-karunia ini dan meminta
karunia yang lebih baik lagi, sehingga hal ini menempatkannya dalam rangkaian
kesulitan yang tak berakhir di dunia ini atau di akhirat, sebagaimana dikatakan:
“Sesungguhnya siksaan paling pedih iaitu bagi pengupayaan yang bukan
bagiannya.”
Maka, bila ia dirundung
kesulitan yang dikehendaki hanyalah sirnanya kesulitan itu. Ia menjadi lupa
akan segala karunia, dan tidak menghendaki sesuatu pun dari hal ini. Bila ia
dikaruniai kebahagiaan hidup, maka ia kembali menjadi sombong, rakus,
membangkang terhadap Tuhannya dan tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan
kesengsaraannya ini dan bencana, yang kurbannya adalah dirinya sendiri.
Maka segeralah ia menjadi
lebih buruk daripada kala ia diharu-biru aneka musibah dan kesulitan sebagai
hukuman atas dosa-dosanya, agar ia terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya
dari perbuatan dosa di kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak
mengubahnya, tetapi keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan. Andai
ia berlaku baik, setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam kepatuhan,
bersyukur dan menerima nasibnya dangan senang hati, maka hal itu lebih baik
baginya di dunia ini dan di akhirat. Maka, hidupmu akan kian bahagia.
Nah, barangsiapa
menginginkan keselamatan hidup di dunia ini dan di akhirat, maka ia harus
senantiasa bersabar, pasrah, menghindar dari mengeluh kepada orang, dan
memperoleh kebutuhannya dari Tuhannya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan
membuatnya sebagai kewajiban untuk mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan
sepenuhnya mengabdi kepada-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Ia, betapa pun,
lebih baik ketimbang seluruh makhluk-Nya. Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi
karunia, Penghukuman-Nya menjadi rahmat, musibah dari-Nya menjadi obat,
janji-Nya terpenuhi. Kemurahan-Nya merupakan kenyataan yang ada.
Kata-Nya merupakan suatu
kebajikan. Tentu, firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan
terhadapnya “Jadilah,” maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak
dan tepat, kecuali bahwa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang ketepatan-Nya
dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini. Maka, lebih baik dan layak
bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi kepada-Nya, yaitu dengan
menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari larangan-larangan-Nya, menerima
ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian makhluk – sebab hal ini merupakan sumber
segala ketentuan, menguatnya mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab
dan masa (kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya.
Pernyataan ini berdasarkan
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, yang dikutip oleh Ata
bin Abbas. Katanya: “Ketika aku berada di belakang Rasulullah (saw), beliau
berkata kepadaku, “Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka
Allah akan menjagamu; jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka kau akan
mendapati-Nya di depanmu.’ ”
Nah, jika kau memerlukan
pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi kering setelah menuliskan segala
yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba Allah berupaya keras memberimu sesuatu
yang tak Allah tentukan bagimu, maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika
hamba-hamba Allah berupaya keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya,
maka mereka takkan berhasil.
Nah, jika kau bisa bertindak
berdasarkan perintah-perintah Allah dengan sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika
kau tak mampu melakukan yang demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas
apa yang tak kau sukai, sembari mengingat bahwa di dalamnya banyak kebaikan.
Ketahuilah, bahwa
pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keridhaan, dan dalam kesulitan
itu ada kemudahan. Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis ini sebagai
cermin bagi hatinya, sebagai busana lahiriah dan rohaniah, sebagai slogan, dan
hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan diamnya, agar selamat di
dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan kemuliaan darinya, dengan
kasih-sayang Allah, Yang Mahamulia.
Demikian dulu warkah yang saya tulis di bhg 4 ini,
semoga ini membawa barakah, manfa,at, dan Ridho Allah swt, Syafa‘at Rasulullah
saw serta Karomah Auliyaillah khushushon Syeikh Mughydeen Abdul Qodir Jailani
ra selalu terlimpahkan kepada kita, keluarga dan anak-anak keturunan kita semua
Dunia dan Akhirat. Dan semoga kita terpelihara dari semua bentuk kezaliman
dunia dan akhirat yang didatangkan kepada kita dari manusia, Jin, Syaitan dan
Iblis. Semoga dengan berkat Syeikh kita mendapat ilmu yang mengalir darinya dan
mendapat Syafaat Guru dan pertolngan Allah diakhir hayat kita nanti. Amien ya
rabbal alamin…
BERSAMBUNG BHG 5..
ZAMAN
Assalamualaikum Tuan Zaman..
ReplyDelete1. Sy nk bertanya sedikit n lari dari tajuk diatas, betulka dalam nusantara kita ada manusia yg ilmunya dapat membuat / mencipta emas dengan tangannya sendiri?
2. Ilmu membuat / mencipta emas memang ada ka di wilayah nusantara ini? mcm mna ilmu yg kita ada iaitu membuat besi yg terdapat di area sungai batu..
sekian tuan zaman..
Waalaikumsalam...
ReplyDelete1. Saya tak pernah mengatahui jika ada manusia dikawasan Nusantara ini yang memiliki "kuasa ilmu" yang boleh mengdatangkan/mencipta emas dgn tangan mereka sendiri. Dulu sewaktu arwah atok zamany masih hidup, pernah sekali saya ikut satu kempulan manusia yang cuba 'MENAREK" emas disuatu kawasan bekas lombong emas di negeri Pahang. Tapi tak ada pun datang emas tu. seminggu mereka berwirid disitu...sampai bergegar bumi (macam gempa bumi), namun emasnya pun tak datang jugak.
2. Jadi kesimpulannya... memang tak ada kot ilmu seumpama itu.
3. Tapi kalau ilmu melombong emas, mencair emas, membentuk emas menjadi barang kemas... yang ini memang ramai orang2 melayu ceburi, terutama petukang2 emas Kelantan. Lombong2 emas pun ramai orang melayu punya. Saya sendiri pernah perrgi tengok cara2 melombong emas di Jeli Kelantan. Pernah juga ikut kawan2 mencari dan mendulang emas disungai2 negeri Pahang dan juga dipantai Meresing Johor. Dapatlah beberapa gram... yang ini memang sah ada. Contohnya lombong emas terbuka di Lubuk Mandi Terganu. Melombong disana sangat berisiko, silap2 tertimbus tanah dan mati. Kejadian seumpama ini memang pernah terjadi. Pastikan kalau nak melombong dapatkan surat kebenaran dari Jabatan Hutan atau PTG dahulu sebelum melombong. Setakat itu saja yang saya tahu.
ZAMAN