Thursday, July 05, 2018

Syiah bab 5

SYIAH  ATAU  SYIAHTISEM:
BAB 5 siri akhir

 Image result for khat bismillahirrahmanirrahim


Ikuti sambungan masaalah Syiah dan  tajuk-tajuk seterusnya  didalam atikal berkenaan Syiah siri akhir didalam bab 5 ini pula.

Nota dari Atok:

Penafian oleh golongan Syiah sangat biasa di Iran dan di seluruh dunia kerana mereka mengamalkan taqiah untuk menyembunyikan semua keburukan Iran apatah lagi berkenaan Mullah dan  Ayahtullah. Atok sendiri pernah merantau dan tinggal di Tehran dan juga di Qum bagi mencari maklumat yang mendapat berbagai tentangan dan tekanan. Hinggalah atok dihalau dari Iran pada 2005. Jadi tulisan atok dan juga  sahabat-sahabat atok ini adalah rujukan yang benar kerana kami kebanyakannya bertindak sebagai penyelidik, pejuang kebenaran dan penyasat persendirian (ditanah Iran itu sendiri) kepada ajaran sesat Syiah untuk mencari bukti dan membuka keburukan disebalik wayang Syiah itu dan mendedahkannya kepada dunia terutama kepada umat islam Sunni/ASWJ supaya tidak tertipu oleh mereka. Jadi jika tulisan ini juga dibidas atau disangkal oleh penyokong kuat ajaran sesat Syiah walau dari mana pun mereka itu, maka tulisan ini adalah benar  dan lumrah bagi kami kerana kami telah pun berhadapan dengan tindakbalas mereka sejak mula lagi. Oleh itu pembaca usah risau dan bimbang kerana kita berada dipihak yang BENAR untuk mempertahankan akidah kita dan akidah umat Islam Sunni atau ASWJ diseluruh dunia, terutama di Malaysia dan Indonesia.



Kalau di Indonesia mereka telah mendapat tempat kedalam masyarakat umum kerana sikap keterbukaan kerajaannya yang memberi mereka ruang dan bermaharajalela, serta golongsn syiah itu juga menggunakan tektik kotor dengan ‘umpan’ Mutaah gadis-gadis jelita, wang dan biasiswa melanjutkan pelajaran ke Universiti-universiti atau maktab-maktab Syiah di Iran. Graduan-graduan dari sinilah yang menjadi talibarut Syiah dialam maya ini dan juga diluar untuk menangkis pendedahan keburukan mereka. Telah dikesan penolakan ini diberapa laman blog rakan-rakan seperjuangan kami yang ektif memperjuangan kebenaran daripada dakyah sesat Syiah yang amat merbahaya kepada diri kamu, keluarga kamu, masyarakat Islam, kesatuan islam dan khususnya kepada Negara Islam. Berwaspadalah kamu semua daripada doktrin dan dakyah Syiah sesat ini supaya kamu terselamat dari fitnah akhir zaman bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Berikut adalah sambungan fatwa dari Syeikh Yusuf al Qardawi berkenaan permasaalahan Syiah:



(Jawaban Syaikh Yusuf  Qardhawi yang Kedua)

SIKAP SAYA YANG SEBENARNYA DI DALAM MUKTAMAR PENDEKATAN ANTAR MADZHAB DI DOHA QATAR

(1-3 Muharram 1428 H/20-22 Januari 2007 M)


 Image result for fatwa imam yusuf qardhawi berkenaan syiah imamiah    Related image

Pembaca diharap dapat membandingkan fatwa-fatwa Syeikh Yusuf al Qurdawi. Diatas ini adalah fitnah kepada beliau kerana jika diikuti semua fatwanya, tiada yang menyebut secara jelas ‘mengkafirkan Syiah’ kerana beliau masih berpegang bahawa penganut Syiah akan kembali kepengkal jalan satu hari nanti.
                        
Pertanyaan:

Yang terhormat Prof. Dr. Yusuf Al-Qardhawi.

Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.



Kami orang-orang Syi’ah di Iran telah menganggap Anda sebagai seorang da’i yang pertama kali mendengungkan ajakan kepada persatuan umat dan pendekatan antara madzhab-madzhab dan golongan-golongan yang ada. Anda juga dianggap sebagai salah seorang da’i yang melawan para penyebar fitnah, para penyeru kepada perpecahan madzhab, golongan, ras dan lain-lainnya.



Saya merasa yakin jika Anda telah merasakan penghormatan yang agung dari para pemimpin di Republik Islam Iran. Dimulai dari Presiden Republik Islam Iran, Sayyid Muhammad Khatami yang telah menyambut Anda di kantornya. Seluruh media cetak, radio dan televisi telah menyiarkan kunjungan Anda dengan luar biasa. Semuanya menyiarkan tentang pentingnya kunjungan Anda ini.



Demikian juga Ayatulloh telah menyambut Anda di Teheran, di Qum, di Masyhad, di Asfahan dan di seluruh kota yang Anda kunjungi di Teheran.



Akan tetapi kami dikajutkan dengan fatwa Anda yang baru, yang berbeda dengan fatwa Anda sebelumnya (yang terdahulu). Di dalam fatwa terbaru Anda itu berisi tuduhan miring terhadap Syi’ah, terhadap ide pendekatan madzhab dan tuduhan terhadap muk-tamar pendekatan madzhab dan juga meragukan keputusan muktamar tersebut. Fatwa ini ditanggapi oleh orang-orang Iran secara khusus dan penganut Syi’ah secara umum. Fatwa Anda ini adalah kebalikan dari fatwa Anda sebelumnya, juga atas ide-ide Anda tentang persatuan dan pendekatan yang terdahulu yang telah diketahui oleh masyarakat luas.



Hal inilah yang menjadikan segelintir orang-orang Syi’ah di sini (Iran) dan di berbagai negara, akhirnya menghujat dan mengkritik Anda secara berlebihan, yang jauh dari sopan santun.



Surat saya ini ditujukan kepada Anda Syaikh Yusuf Al-Qardhawi sebagai tokoh persatuan Islam dan ulama besar umat Islam bagi seluruh golongan dan madzhab. Bukan sebagai figur yang dimiliki oleh sekelompok orang atau aliran tertentu saja. Saya berharap Anda bisa menjelaskan kepada kami dan seluruh orang yang mengajukan pertanyaan: Bagaimana sikap Anda yang sebenarnya di Muktamar Doha? Apakah sikap Anda ini telah berubah hanya untuk satu poin saja atau apa? Kami masih berbaik sangka kepada Anda.



Hormat saya,

Muhammad Ali

(Penanya dari Iran)



Jawapan:

Segala puji bagi Allah, selawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, kepada keluarga beliau dan para sahabat juga orang-orang yang setia kepada beliau. Amma ba’du :



Di sini saya ingin menjelaskan beberapa masalah yang menjelaskan sikap saya yang sebenarnya terhadap masalah pendekatan antar madzhab dan golongan di dalam Islam sebagai berikut :



1.     Sesungguhnya saya sangat mengharapkan persatuan ahlul qiblat yaitu seluruh kaum muslimin yang menjadi umat Islam. Sedangkan adanya (persatuan) umat Islam menurut saya ini adalah benar-benar nyata, bukan angan-angan kosong. Sesungguhnya perpecahan umat menjadi banyak golongan dan madzhab yang bermacam-macam masih bisa disebut sebagai satu umat. Karena di antara mereka itu masih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Rabbnya sama, nabinya sama, kitab sucinya sama, akidah Islamnya sama, masa depannya sama, musuhnya sama dan kepentingannya juga sama (ahli Sunnah).



2.     Sesungguhnya saya melawan para penganjur perpecahan di antara umat Islam. Baik itu perpecahan golongan, madzhab, suku (ras) dan yang lainnya. Saya melihat bahwa orang-orang yang mengendalikan isu perpecahan adalah musuh-musuh Islam yang mempunyai semboyan “Pecah dan perintah!” (Divide and Rule).



3.     Sesungguhnya sejak saya ikut serta di dalam Muktamar Pendekatan Madzhab, saya telah menemukan beberapa poin penting yang membuat pendekatan ini tidak akan terjadi jika poin-poin ini diabaikan atau tidak diberikan hak-haknya. Semua ini telah saya jelaskan dengan sejelas-jelasnya pada saat kunjungan saya ke Iran 10 tahun yang silam. Di sini saya hanya mengacu kepada 3 perkara:



1.     Kesepakatan untuk tidak mencaci para sahabat. Karena kita tidak bisa dipertemukan atau didekatkan jika masih seperti itu. Karena saya mengatakan: Semoga Allah meridhai mereka (para sahabat), sedangkan engkau (Syi’ah) berkata: Semoga Allah melaknat mereka. Sedangkan antara kata ridha dan laknat memiliki perbedaan yang sangat besar.

2.     Dilarang menyebarkan sebuah madzhab di sebuah daerah yang dikuasi oleh madzhab tertentu (ahli Sunnah). Atau seperti yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Mahdi Syamsuddin dengan istilah pengsyi’ahan (ekspor madzhab Syi’ah ke negara lain).

3.     Memperhatikan hak-hak minoriti, terutama jika monoriti tersebut adalah madzhab yang sah (ahli Sunnah).



Saya telah menyampaikan sebuah makalah di Muktamar Pendekatan Madzhab di Kerajaan Bahrain yang saya terbitkan setelah itu berjudul, Mabaadi’ fi At-Taqriib bayna Al-Madzaahib Al-Islaamiyyah, “Prinsip-prinsip di Dalam Dialog dan Pendekatan Antara Aliran dan Madzhab di Dalam Islam” yang berisi macam-macam teori saya agar usaha pendekatan ini berjalan di atas dasar yang kokoh dan tiang yang kuat.



Inilah sikap saya. Saya tidak akan menjadi penyeru kepada ‘peleburan prinsip’ atau menjadi orang-orang yang berhamburan kepada usaha pendekatan (pendekatan Sunni – Syi’ah) tanpa syarat dan ketentuan. Karena saya melihat bahwa muktamar ini hanya pembukaan saja. Akan tetapi tidak memecahkan akar permasalahannya dan tidak ada ujung pangkalnya. Muktamar tersebut hanya sebatas basa basi dan tidak menghasilkan apa-apa setelahnya. Saya putuskan bahwa saya harus menjelaskan sesuatu yang ada di dalam diri saya kepada seluruh kaum muslimin. Saya tidak akan menyembunyikan sesuatu yang dianggap penting di dalam (menjaga) muamalah. Hal ini lah yang dituntut oleh sifat amanah dan tanggung jawab dan perjanjian yang telah diambil oleh Allah terhadap para ulama, “Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi Kitab itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya,” (QS Ali Imran [03]: 187). Saya pun telah menjelaskan masalah ini dengan panjang lebar di depan para wartawan di Kairo sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan yang kemudian saya jelaskan kembali di Muktamar Doha, Qatar.



Sebenarnya saya takut jika seluruh ucapan yang telah saya sampaikan di dalam Muktamar Doha, Qatar itu akan diubah atau ditafsirkan tidak sesuai dengan yang saya maksud, walaupun ceramah saya itu direkam. Oleh karena itu, saya bermaksud mencatatnya tertulis dengan pena saya sendiri dan saya sendiri yang akan mendistribusikannya (menyebarkan). Inilah penjelasan saya kepada umat, demi membela kebenaran dan untuk menghancurkan kebatilan.



Oleh karena itu, tidak pantas saudara-saudara saya dari kalangan para ulama Syi’ah dan seluruh murid-muridnya mengutuk saya atas penjelasan saya ini. Walaupun ada sebagian dari mereka yang menyebut saya dengan sebutan “Syaikh Tho’ifiy”, Syaikh Sektarian! Pada saat ini dan selamanya insya Allah, saya tidak akan menjadi ulama sekte tertentu! Yang saya inginkan adalah menjadi ulama milik umat seluruhnya dan khususnya bagi Islam. Saya melihat bahwa sikap fanatik yang dibenci adalah seseorang lebih mengedepankan (kepentingan) golongan di atas umat, atau mendahulukan kepentingan madzhab di atas Islam atau mengedepankan kitab-kitab madzhab di atas Al-Qur`an dan As-Sunnah.



Mereka sepertinya telah melupakan seluruh sikap saya yang selayaknya jangan dilupakan. Misalnya bantahan saya terhadap fatwa Syaikh Jibrin yang merupakan anggota dari Lembaga Ulama Senior di Kerajaan Saudi Arabia yang memfatwakan tidak boleh mendukung Hizbullah pada perang melawan Israel dan jangan bersikap pro kepadanya walaupun hanya dalam bentuk doa!



Pada saat itu, saya sedang berlibur (berehat) di Kairo. Secara tiba-tiba, saya ingin membantah perkataan Syaikh Jibrin melalui siaran Al-Jazeera. Saya pun membantah seluruh perkataan Syaikh Jibrin dengan dalil-dalil syar’i dan dalil-dalil ilmiyah. Saya pun tergerak untuk menuliskannya menjadi sebuah buku dan kemudian mendistribusikannya. Seluruh tulisan saya ini dilampiri dengan seluruh fatwa-fatwa saya.

Image result for fatwa imam yusuf qardhawi berkenaan syiah imamiah Image result for fatwa imam yusuf qardhawi berkenaan syiah imamiah




Di bawah ini, ringkasan dari seluruh kata sambutan saya dan kata penutupan saya di Muktamar Pendekatan antar Madzhab di Doha, Qatar. Ini dilakukan agar orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata dan agar orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata.: Sebenarnya Ahlu Sunnah lah iaitu mayoriti kaum muslimin yang telah mengajukan idea pendekatan madzhab dan mereka telah menerimanya dengan lapang dada. Uniknya, bahwa hal ini diawali dari Kairo dan yang menjadi pelopornya adalah para sesepuh Al-Azhar, seperti Syaikh Abdul Majid Salim, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Muhammad Al-Madani, Syaikh Abdul Aziz Isa dan lain-lain. Pendapat mereka ini didukung oleh Imam Hasan Al-Bana.



Di kota Kairo, kota tempat Universitas Al-Azhar berdiri yang menjadi kiblat ilmu pengetahuan Islam, ternyata di sana telah didirikan sebuah Lembaga Pendekatan Madzhab. Lembaga atau Yayasan ini dipimpin oleh seorang ulama Ja’fari yang masyhur iaitu Syaikh Taqiyuddin Al-Qummi yang berafiliasi kepada Lembaga Ilmiyah di Qum. Lembaga ini menerbitkan majalah Ar-Risalah sebagai sarana bagi para ulama senior Ahlu Sunnah untuk menuangkan tulisannya. Di dalam majalah tersebut, Syaikh Syaltut telah menulis makalahnya di dalam masalah tafsir yang telah dikumpulkan sehingga menjadi 10 jilid pertama.



Kantor Pusat Ikhwan Al-Muslimin di Kairo pada zaman Hasan Al-Bana pernah menyambut kedatangan Syaikh Al-Qummi.



Demikian juga Kantor Pusat Ikhwan Al-Muslimin pada zaman Ustadz Hasan Al-Hudhaibi –pemimpin kedua- setelah beberapa tahun kemudian pernah juga menyambut kedatangan seorang ulama Syi’ah yang sudah dikenal luas. Akan tetapi dia bukan dari Lembaga Ilmiyah di Qum. Justru dia adalah dari kalangan para pejuang Syi’ah iaitu: Nuwab Shafawi (pemimpin Jemaat Fidayin Islam) yang menjadi oposisi kekuasaan Syiah Iran dan Syiah pun benci kepadanya.



Pada tahun 60-an yang lampau, Syaikh Mahmud Syaltut sebagai Grand Syaikh Al-Azhar telah mengeluarkan sebuah fatwa yang membolehkan beribadah dengan memakai madzhab Ja’fari. Dengan alasan di dalam pembahasan fikihnya lebih mendekati kepada Madzhab Ahlu Sunnah, kecuali ada perbedaan sedikit saja yang tidak menjadi alasan untuk melarang beribadah dengan memakai madzhab Ja’fari secara keseluruhan, seperti dalam hal shalat, puasa, zakat, haji dan muamalah. Akan tetapi fatwa ini tidak dibukukan dalam Himpunan Fatwa Syaltut.



Fatwa Syaikh Syaltut ini sebagaimana yang disebutkan tidak merambah ke permasalahan akidah dan ushuluddin (pokok-pokok agama Islam) yang di dalamnya mengandung perbedaan yang sangat jelas antara Ahlu Sunnah dengan Syi’ah. Contohnya dalam hal imamah, 12 imam Syi’ah, kemaksuman mereka, pengetahuan mereka terhadap hal gaib dan kedudukan mereka yang tidak ada yang bisa mencapainya walaupun oleh malaikat yang sangat dekat (dengan Allah SWT) dan tidak juga oleh nabi yang diutus. Mereka beranggapan bahwa masalah ini adalah masalah penting yang termasuk masalah ushuluddin. Tidak sah iman dan Islam seseorang kecuali dengan mengimani masalah ini. Orang yang menolaknya dianggap kafir, akan kekal di neraka. Juga contoh lainnya iaitu akidah orang-orang Syi’ah terhadap para sahabat dan hal-hal lainnya yang mereka anggap sebagai pokok-pokok agama mereka.



Di samping itu, kami belum pernah menemukan ada orang Syi’ah yang membalas kebaikan dengan kebaikan atau ada yang menjawab salam dengan jawaban yang lebih baik atau dengan salam serupa. Sebaliknya, tidak ada dari para ulama senior Syi’ah yang selevel dengan Syaikh Syaltut di kalangan Ahlu Sunnah, baik yang berada di Qum maupun di Najaf yang mengeluarkan fatwa bagi para pengikutnya bahwa boleh beribadah dengan menggunakan madzhab Ahlu Sunnah, meskipun mereka itu (Ahlus Sunnah) tidak perlu hal ini. Justru kami melihat sebaliknya.



Antara Majoriti dan Minoriti



Sepanjang sejarah mereka, Syi’ah itu hanya sebagai minoriti yang hidup di tengah-tengah mayoriti Ahlu Sunnah. Mereka hidup dengan aman, damai, bisa merekrut anggota, mencetak buku-buku, berdakwah membela madzhab mereka dan menyebarkannya di tengah-tengah mayoriti Ahlu Sunnah. Tidak ada seorang pun yang menyakiti mereka atau ingin melenyapkan etnis mereka, walaupun di dalam buku-buku mereka tercantum ajaran jahat mereka yang menyakitkan Ahlu Sunnah sampai mereka mengkafirkan Ahlu Sunnah dan menganggap Ahlu Sunnah telah murtad dari Islam, sampai imam-imam Ahlu Sunnah yang empat pun tidak luput dari cercaan mereka!



Seperti itu lah kondisi mereka hidup di zaman Daulah Abbasiyah, pada era pertama dan era keduanya. Juga seperti itu pula mereka hidup di zaman Utsmaniyah, hanya saja di antara mereka dengan Bani Shafawiyyin terdapat perseteruan.



Bahkan seperti itu pula mereka hidup pada zaman kita sekarang ini di bawah bendera Wahabiyah yang sudah jelas sikapnya terhadap Syi’ah. Demikian pula orang-orang Syi’ah di wilayah timur Kerajaan Saudi Arabia, mereka bisa melaksanakan ritual keagamaan dan dakwah mereka. Tidak ada terbersit sedikit pun negara Wahabi ini untuk memusnahkan mereka atau memotong kuku mereka!



Seperti itu pula mereka hidup di Teluk Arab secara umum, walaupun seluruh penguasa di Teluk adalah Ahlu Sunnah. Akan tetapi mereka bisa mengumpulkan kekayaan, mendapatkan tempat di masyarakat, dan bisa ikut berpartisipasi di bidang politik. Di antara mereka ada yang menjadi anggota dewan, menteri, duta besar, direktor perusahaan, rektor di universitas, dekan fakulti dan menjadi tokoh masyarakat.



Dari dahulu kala, Ahlu Sunnah, walaupun mereka merupakan mayoriti umat Islam, mereka tidak pernah mencoba untuk menumpas lenyapkan Syi’ah atau mempersempit ruang gerak mereka, baik di dalam syiar keagamaan maupun literatur/buku-buku mereka. Walaupun syiar-syiar agama mereka bertabrakan (bertentangan) dengan syiar Ahlu Sunnah. Misalnya ucapan mereka di dalam adzan mereka: “Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah!” Sedangkan Ahlu Sunnah tidak mengenal tiga kalimah syahadat kecuali dua kalimah syahadatain.



Apabila seperti ini sikap mayoriti Ahlu Sunnah, baik dahulu maupun sekarang, mengapa kita melihat ada minoriti Syi’ah yang mengancam keselamatan Sunni, melecehkan dan memprovokasi secara terang-terangan dan dengan cara yang bisa membuat marah orang yang lembut dan bijak sekalipun? Andai saja seluruh cita-cita mereka tercapai dan bisa meluapkan amarah mereka dan melakukan revolusi, tentu akan menjadi sebuah petaka yang sangat besar dan keburukan yang akan terus menerus berlangsung.

 Image result for fatwa imam yusuf qardhawi berkenaan syiah imamiah Related image


Apakah Ada Perbedaan Prinsip Sehingga Kita Perlu Pendekatan Madzhab?



Makna taqrib (pendekatan) adalah jika di sana ada sebuah perbedaan di antara kedua belah pihak dan kita ingin mendekatkan salah satu dari keduanya atau masing-masing pihak mendekatkan diri kepada temannya.



Apakah di antara golongan atau sekte yang bermacam-macam ini ada perbedaan mendasar sehingga kita harus mengadakan dakwah untuk mendekatkan di antara mereka? Khususnya di antara dua kelompok besar iaitu Sunni dan Syi’ah?



Yang benar bahwa perbedaan itu memang ada, baik dalam tataran pemikiran, praktik, maupun politi.



Contoh perbedaan di dalam masalah akidah, iaitu khususnya di dalam masalah imamah. Karena mereka (orang-orang Syi’ah) berkeyakinan bahwa imamah adalah pokok akidah mereka dan termasuk ke dalam rukun akidah mereka. Sedangkan kita (Ahlu Sunnah) menganggapnya hanya sebagai furu’ (cabang) saja dan bukan ushul; atau termasuk amaliyah dan bukan sebagai akidah. Akan tetapi imamah di dalam ajaran Syi’ah merupakan pokok ajaran mereka. Karena pokok ajaran mereka bersandar kepada: 



Al-Washiyah (wasiat politik kepada Ali), Al-Imamah (kepemimpinan Ali dan keturunannya), Al-Ghaibah (masa menghilangnya imam ke-12) dan Ar-Roj’ah (kembalinya Al-Mahdi ke dunia sebelum kiamat untuk menumpas musuh-musuh imam Ahlul Bait terutama Sunni).



Ajaran Syi’ah menyebutkan masalah imamah dengan sangat tegas. Mereka mengatakan barangsiapa yang tidak beriman kepada imamah ini, maka tidak dianggap sebagai orang yang beriman. Mereka juga mengatakan bahwa imamah ini berasal dari Rasulullah SAW, yang dimulai dari Ali RA kemudian dikuti oleh sebelas imam setelah Ali RA.



Semua ini tiada didalam ajaran ahli Sunnah wal Jemaah dan sebarang pernyataan seumpama ini adalah ajaran yang terkeluar dari syariat islam, walaupun asasnya dirujuk kepada orang-orang yang disanjung dalam agama islam. Ini adalah disebabkan Syiah yang telah menyelewingkan fakta sebenar keatas mereka.



Dalil Imamah Syi’ah



Di dalam kitab Ushul Al-Kafi dari Abi Ja’far (Al-Baqir) bahwasanya dia telah berkata, “Islam itu dibangun di atas 5 dasar: Shalat, zakat, puasa, haji dan wilayah (kekuasaan). Tidak ada rukun yang lebih ditekankan kecuali rukun al-wilayah ini. Akan tetapi manusia hanya mengambil empat perkara dan mereka meninggalkan rukun ini, iaitu al-wilayah.” (Ushul Al-Kafi jilid 2 hal. 18).



Dari Zurarah dari Abu Ja’far dia berkata, “Islam itu dibangun di atas lima perkara: Shalat, zakat, haji, puasa dan al-wilayah.” Zurarah berkata: Aku bertanya kepadanya: “Manakah di antara semua itu yang paling utama?” Abu Ja’far menjawab, “Al-wilayah lebih utama, karena al-wilayah adalah kunci dari semua rukun itu.” (Ushul Al-Kafi, jilid 2 hal. 18).



Al-Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Ash-Shadiq (AS) bahwasanya beliau bersabda, “Dasar Islam itu ada tiga: Shalat, zakat dan al-wilayah. Tidak sah salah satu dari ketiga rukun ini kecuali dengan menyertakan dua rukun lainnya.” (Ushul Al-Kafi, jilid 2 hal. 18).



Di dalam masalah al-wilayah tidak ada rukhshah (keringanan). Dari Abu Abdullah dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan lima perkara kepada umat Nabi Muhammad SAW: Shalat, zakat, puasa, haji dan wilayah (pemerintahan) kami. Allah telah memberikan keringanan di dalam rukun yang empat. Akan tetapi Allah tidak memberikan keringanan kepada seorang muslim pun di dalam hal meninggalkan wilayah (pemerintahan) kami. Tidak, demi Allah. Sesungguhnya tidak ada keringanan di dalam masalah al-wilayah.” Dalam sebuah riwayat disebutkan,“Islam dibangun atas: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa di bulan ramadhan, melaksanakan ibadah haji ke baitullah dan wilayah (pemerintahan) Ali bin Abi Thalib.” (Ushul Al-Kafi, jilid 2 hal. 21).



Bahkan pada kenyataannya mereka (orang-orang Syi’ah) tidak hanya berpegang kepada masalah al-wilayah (pemerintahan Ali) saja. Justru mereka melampauinya sampai ke taraf uluhiyah (ketuhanan). Akhirnya mereka menganggap Ahlu Sunnah bukanlah orang-orang yang beriman kepada Tuhan yang diimani oleh Syi’ah. Inilah salah satu titik perbedaan yang paling mendasar. Perbedaan lainnya, karena sudah diketahui bahwa Syi’ah itu mengadopsi madzhab Mu’tazilah di dalam masalah ilahiyyat (teologi). Orang-orang Mu’tazilah adalah kelompok yang telah menghilangkan sifat-sifat yang wajib disematkan kepada Allah, seperti sifat: ilmu (mengetahui), iradah (berkehendak), qudrah (berkuasa) dan sifat-sifat yang lainnya. Orang-orang Mu’tazilah berkata, “Allah itu Dzat-Nya adalah Maha Tahu, akan tetapi Allah SWT tidak mempunyai sifat yang namanya ilmu. Allah SWT itu Dzat-Nya adalah Maha Kuasa, akan tetapi Dia tidak mempunyai sifat yang namanya qudrah (berkuasa), dan lain-lainnya.



Telah terjadi pertentangan yang sengit di antara Mu’tazilah dengan Ahlu Sunnah di dalam permasalahan ini. Ahlu Sunnah menamai Mu’tazilah dengan sebutan Al-Mu’aththilah, yaitu orang-orang yang telah menafikan sifat-sifat Allah SWT. Sedangkan Mu’tazilah telah menuduh Ahlu Sunnah yang berwujud dalam madzhab Asya’irah dan Maturidiyyah di zaman mereka bahwa mereka (Ahlu Sunnah) itu adalah orang-orang yang telah menetapkan adanya berbagai hal yang qadim bersama Dzat Allah SWT!



Semua Ahlu Sunnah telah menganggap Mu’tazilah sebagai kelompok yang telah mengada-ada di dalam agama Islam (bid’ah) di dalam masalah akidah. Sedangkan setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan adalah di neraka. Di antara sesuatu yang telah disepakati adalah: Bid’ah ucapan lebih berat (dosanya) daripada bid’ah perbuatan. Bid’ah akidah lebih berat daripada bid’ah perbuatan. Sedangkan pelaku bid’ah dianggap sebagai orang fasiq. Fasiqnya hanya sebatas fasiq takwil, bukan dianggap sebagai fasiq tingkah laku dan perbuatan.



Hal ini bermakna bahwa Syi’ah di dalam pandangan Ahlu Sunnah adalah sebagai para pelaku bid’ah di dalam masalah akidah. Akan tetapi pandangan umum Ahlu Sunnah adalah bahwa Ahlu Sunnah tidak mengafirkan para pelaku bid’ah di dalam masalah akidah. Ahlu Sunnah tidak mengafirkan Mu’tazilah, Murji`ah dan tidak juga Jabariyah. Bahkan Ahlu Sunnah tidak mengafirkan Khawarij. Padahal ada sebuah hadits yang shahih bahwasanya Khawarij adalah orang-orang yang keluar dari agama Islam seperti anak panah yang lepas (melesat) dari busurnya. Akan tetapi Ahlu Sunnah tetap menganggap mereka masih berada di dalam Islam selama mereka masih mengatakan tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dan mereka masih melaksanakan shalat ke arah kiblat.



Akan tetapi ada di antara para ulama Ahlu Sunnah yang memaafkan para mujtahid jika mereka salah. Baik salah dalam masalah ushuluddin maupun di dalam masalah furu (cabang), di dalam masalah akidah maupun di dalam masalah perbuatan selama mereka masih layak berijtihad dan selama ia masih mengerahkan seluruh kemampuannya di dalam mencari kebenaran, namun dia belum mendapatkan bimbingan ke arah itu. Inilah kemampuannya dan Allah SWT tidak pernah membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Justru menurut pandangan Ahlu Sunnah bahwa seorang mujtahid akan mendapatkan satu pahala atas usahanya. Sedangkan Allah SWT tidak pernah menyia-nyiakan pahala bagi siapa saja yang telah beramal saleh. Inilah pendapat Ibnu Taimiyyah dan para ulama yang sepakat dengan beliau.



Akan tetapi Syi’ah -terutama dari kalangan ekstrimnya- mereka itu tidak saja membid’ahkan Ahlu Sunnah atau menganggap fasik Ahlu Sunnah, akan tetapi mereka jelas-jelas mengkafirkan Ahlu Sunnah dan menganggap Ahlu Sunnah telah murtad dari Islam!



Ni’matullah Al-Jazairi (wafat 1212 H) di dalam kitab Al-Anwar An-Nu’maniyyah menulis tentang Ahlu Sunnah wal Jama’ah,“Sesungguhnya kami tidak bisa bertemu dengan mereka (Ahlu Sunnah) di dalam satu tuhan dan tidak dalam satu nabi dan satu imam. Hal ini dikarenakan mereka (Ahlu Sunnah) berkata, “Sesungguhnya Rabb mereka adalah yang Muhammad sebagai nabi-Nya dan Abu Bakar sebagai khalifahnya. Akan tetapi kami tidak mengatakan dengan tuhan ini dan tidak juga dengan nabi itu. Akan tetapi kami mengatakan, “Sesungguhnya tuhan yang khalifahnya (yang benar: Khalifah nabinya) adalah Abu Bakar adalah bukan tuhan kami dan nabi itu juga bukan nabi kami.” (Al-Anwar An-Nu’maniyah jilid 2 hal. 279, cetakan Yayasan Al-A’lami Beirut Libanon).



Apabila mayoritas Ahlu Sunnah di dalam akidah memakai mazhab Asya’irah sebagaimana maklum, dengan mengikuti Imam Abul Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) yang sangat terkenal, maka sesungguhnya madzhab Asya’irah di dalam pandangan orang-orang Syi’ah sebagaimana yang digambarkan oleh Syaikh Al-Jazairi bahwa Asy’ari tidak mengenal tuhan secara benar. Karena dia dan para pengikutnya mengenal tuhan dengan cara yang salah. Oleh karena itu, tidak ada perbedaannya antara pemahaman mereka (Asy’ariyyah) dengan pemahaman orang-orang kafir. Karena Asy’ari dan para pengikutnya figur paling buruk dalam masalah mengenal Sang Pencipta, dibandingkan dengan orang-orang musyrik dan nashara. Kami (orang-orang Syi’ah) telah benar-benar jauh dan berpisah dari mereka (pengikut Asy’ari) di dalam masalah rububiyyah. Karena tuhan kami (Syi’ah) adalah Dzat yang mempunyai sifat azali sedangkan rabb mereka (Ahlu Sunnah) adalah rabb yang sifat azali-Nya ada delapan buah!



Yang dimaksud oleh orang-orang Syi’ah dengan sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Asya’irah dan Maturidiyyah adalah sebagai berikut: al-ilmu, al-iradah, al-qudrah, al-hayat, as-sam’u, al-bashar, al-kalam. Kemudian ditambah oleh Al-Maturidiyah satu sifat yaitu sifat at-takwin (membentuk dan mencipta). Adapun bantahan Al-Jazairi di sini adalah sebagaimana yang telah dijawab oleh Mu’tazilah dahulu. Orang-orang Mu’tazilah mengatakan: Sesungguhnya orang-orang Nashara telah kafir karena mereka telah menetapkan tiga keazalian. Bagaimana halnya dengan orang yang telah menetapkan ada delapan keazalian? Akan tetapi pemaparan dan bantahan atas perkataan ini tidak bisa dijelaskan di sini karena masuk ke dalam pembahasan ilmu kalam.
 Related image Related image


Pendekatan Antar Madzhab atau Antar Golongan?


Di antara siapa kah pendekatan yang diharapkan itu akan terjadi?



Seluruh peserta muktamar taqrib madzhab dan putusannya mengatakan bahwa pendekatan itu (terjadi) antar madzhab di dalam Islam.



Menurut saya bahwa maksud dari ungkapan ini tidak pas. Karena kalimat madzhab telah menjadi istilah yang mapan bagi madzhab fikih Sunni yang empat yang sudah dikenal, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanbaliyah. Kemudian ditambah dengan madzhab Zhahiriyah juga Zaidiyyah, Ja’fariyyah dan Ibadhiyyah.



Adapun perbedaan di antara madzhab-madzhab ini hanya berkisar di dalam masalah furu’ dan amaliah yang tidak sampai menyentuh permasalahan akidah, pokok-pokok keimanan dan ushuluddin (pokok-pokok agama).



Tidak ada seorang pun dari ulama umat ini yang membuat keributan hanya gara-gara perbedaan fikih furu’. Karena para sahabat saja di antara mereka pernah terjadi perbedaan, demikian juga di kalangan para tabiin. Demikian juga para imam yang menjadi rujukan pun berbeda pendapat di antara mereka. Akan tetapi setiap dari mereka tidak menyalahkan yang lainnya. Yang berbeda itu hanya pendapat mereka saja, akan tetapi hati mereka menyatu. Para imam (imam madzhab) saling bertukaran mengimami shalat. Sehingga di antara mereka itu ada yang berkata,“Pendapat saya ini benar, tapi bisa saja salah dan pendapat yang lain salah, tapi bisa saja benar.”Bahkan ada kelompok ulama yang membenarkan pendapat seluruh para mujtahid di dalam masalah furu’. Mereka berpendapat bahwa bisa saja pendapat yang benar itu ada beberapa macam. Mereka ini yang di dalam ilmu ushul fikih disebut dengan kelompok “Al-Mushowwibah”.



Saya sendiri pernah shalat dan di belakang saya shalat beberapa orang ulama Syi’ah. Hal ini terjadi pada saat saya berkunjung ke Iran pada tahun 1998. Demikian juga saya pernah shalat di belakang mereka (orang-orang Syi’ah) di masjid mereka di Madrasah Imam Khumaini di Qum pada saat shalat berjamaah.



Maka perbedaan dalam masalah furu, fikih atau ibadah adalah bukan faktor yang berpengaruh di dalam hubungan antara Sunni dan Syi’ah. Sangat penting digarisbawahi bahwa perbedaan antara Sunni dan Syi’ah adalah perbedaan di dalam masalah akidah seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya di dalam masalah pendekatan madzhab. Perbedaan dalam akidah inilah yang telah menjadi penyebab tumbuhnya berbagai macam golongan, seperti Mu’tazilah, Jabariyyah, Murji`ah, Syi’ah, Khawarij, Asy’ariyyah, Maturidiyyah, Salafiyyah dan lain-lainnya.



Oleh karena itu, jika memungkinkan, aktifitas itu lebih tepat disebut sebagai pendekatan antar golongan/firqah (akidah) dan bukan pendekatan antar madzhab (fikih). Karena fikih tidak memerlukan pendekatan. Pun jika kita permudah istilah dengan menyatakan madzhab-madzhab, maka yang kita maksudkan disini adalah madzhab-madzhab akidah dan bukan mazhab-mazhab fikih.



Apabila dasar penamaan firqah/golongan adalah berdasarkan hadits masyhur yang menyatakan tentang perpecahan umat Islam menjadi tujuh puluh tiga golongan yang kesemuanya masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja, maka menurut saya hadits tersebut tidak kuat, baik dalam sanad (rangkaian periwayat hadits) maupun matannya (isi hadits). Saya telah menjelaskan hal ini di dalam buku saya yang berjudul,“Kebangkitan Islam di Antara Perbedaan yang dibolehkan dan Perpecahan yang Terlarang.” Saya telah menjelaskan seluruh pendapat para ulama terhadap para perawi hadits tersebut. Sebagian ulama tidak menerima hadits tersebut. Di antara mereka itu ada Ibnu Hazm, Ibnu Az-Zubair, Ibnu Al-Wazir, Asy-Syaukani dan ulama-ulama lainnya.



Imam Ibnu Hazm telah berkata, “Sesungguhnya kata-kata tambahan ‘semuanya di neraka kecuali hanya satu golongan’ adalah palsu.” Imam Ibnu Al-Wazir berkata, “Hati-hati dengan kata-kata tambahan ‘semuanya di neraka kecuali hanya satu golongan’ karena kata-kata tersebut disusupkan oleh orang-orang mulhid.” 



Akan tetapi hadits tersebut sudah menyebar dan dijadikan sebagai dasar di dalam buku-buku firqah dan kitab “Al-Farqu bayna Al-Firaq” (Perbedaan di antara Firqah-firqah). Di antara mata pelajaran yang pernah kami pelajari di fakultas Ushuluddin adalah buku yang berjudul, “Sejarah Sekte-sekte dalam Islam”. Ada banyak orang yang ingin mencoba menghitung golongan yang berjumlah tujuh puluh tiga golongan ini sampai bersusah payah.



Yang penting dicatat, bahwa hadits tersebut secara jelas menyandarkan seluruh golongan itu –sampai yang menyimpang sekalipun- kepada umat Islam ini, dengan sabda nabi “umatku ini akan terpecah…” Oleh karena itu, tidak diperbolehkan untuk mencap kafir golongan-golongan yang ada ini, kecuali dengan dalil-dalil syar’i yang qath’i.



Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa konsentrasi (seperti yang dikatakan oleh orang-orang yang aktif dalam pendekatan itu) untuk mengajarkan fikih perbandingan di beberapa universitas Islam bukankah sebuah cara untuk menyelesaikan problem perpecahan atau perbedaan sekte, dan bukan pula mata kuliah tersebut yang bisa mendorong kepada pendekatan yang hakiki baik dalam bentuk dekoratif atau hanya sebatas ucapan saja. Justru hal ini sangat jauh dari yang diharapkan sebagaimana yang akan kita lihat nanti.



Makna Pendekatan yang Kami Inginkan



Apa yang dimaksud dengan kalimat ‘pendekatan’ ketika kita mengucapkannya?

Apakah yang dimaksud dengan kalimat tersebut yaitu setiap jemaah wajib menanggalkan seluruh keyakinannya yang paling pokok dan bersikap mengalah untuk mendapatkan simpati dari golongan yang berbeda dengannya?



Atau dengan ungkapan lainnya yaitu orang Syi’ah bersikap mengalah dari ajaran, dan akidah Syi’ahnya demi menjaga perasaan Ahlu Sunnah?! Atau seorang Sunni bersikap mengalah dari keyakinannya, pemikiran dan pokok-pokok akidahnya agar orang-orang Syi’ah mau mendekatinya dan mau duduk di sampingnya?!

 Image result for fatwa imam yusuf qardhawi berkenaan syiah imamiah  Related image  Related image
 

Saya yakin bahwa hal ini belum pernah terbetik di dalam pikiran salah seorang dari dua golongan tersebut, baik Sunni maupun Syi’ah. Karena masing-masing dari keduanya (Sunni dan Syi’ah) tidak akan bersikap mengalah dari akidah mereka demi tujuan apa pun. Karena yang namanya akidah sebuah agama bisa membuat seseorang rela berkorban di jalannya, baik dengan jiwanya, hartanya, keluarganya, negaranya dan apa saja yang dia sayangi.



Pendekatan yang diharapkan adalah pendekatan di antara para penganut keya-kinan, madzhab atau golongan antara satu dengan yang lainnya dengan menanamkan sikap toleransi di antara mereka dan memperbanyak titik persamaan di antara mereka jika memungkinkan. Di dalam buku Kebangkitan Islam di Antara Perbedaan yang Dibolehkan dan Perpecahan yang Terlarang, saya telah menyusun beberapa kaidah-kaidah pendekatan di antara orang-orang yang berbeda faham. Sama dengan yang telah saya susun di dalam buku yang lain berjudul, Prinsip-prinsip di Dalam Dialog dan Pendekatan Antara Aliran dan Madzhab di Dalam Islam, ada sepuluh prinsip atau kaidah yang bisa jadi acuan untuk mendekatkan dan mendamaikan di antara golongan.



Di antara yang telah saya katakan di pembukaan buku ini bahwa yang dimaksud dengan pendekatan itu bukan sikap mengalah seorang Sunni dari faham Sunninya yang kemudian dia masuk ke dalam madzhab Syi’ah dan bukan pula seorang penganut Syi’ah bersikap mengalah dari faham Syi’ahnya dan kemudian dia masuk ke dalam faham Sunni. Karena bukan hal yang mudah bagi seorang penganut madzhab untuk melepaskan madzhabnya hanya karena makalah yang dia baca, khutbah yang didengarnya, hasil penelitian atau seminar yang dia hadiri. Hal ini dikarenakan madzhab telah ada sejak dahulu kala, seorang anak mewarisinya dari orang tua mereka, cucu mewarisinya dari kakeknya, generasi sekarang mewarisinya dari generasi sebelumnya, anak kecil tumbuh dewasa dengan madzhab tersebut dan orang dewasa memegang madzhab tersebut sampai dia tua.



Sesungguhnya yang diharapkan dari adanya dialog dan pendekatan di sini adalah membersihkan udara dari hal-hal yang mengotorinya yang bisa menyebabkan perpecahan, buruk sangka dan hilangnya kepercayaan di antara kedua golongan yang bisa menimbulkan kehancuran umat -jika terus-menerus terjadi- sebagaimana yang tercantum di dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kehancuran zatul bain itu adalah alat cukur. Bukan untuk mencukur rambut, akan tetapi untuk mencukur agama.” (HR Ahmad di dalam Al-Musnad, hadits no. 1412).



Saya sendiri tidak bisa menilai, baik Sunni maupun Syi’ah ada yang suka mencukur agamanya sebagaimana pisau cukur mencukur rambut. Justru masing-masing dari kedunya itu ingin agar agamanya tetap terjaga.



Pendekatan yang Diharapkan: Bukan yang Berdasar kepada Ajaran Taqiyyah



Sesungguhnya pendekatan yang diharapkan adalah bukan yang berdiri di atas dasar Taqiyyah seperti yang ditetapkan oleh saudara-saudara kita dari kalangan Syi’ah. Karena jika dasar Taqiyyah ini dijadikan sebagai dasar di dalam bermuamalah di antara para dai (muballigh dll), tidak akan menciptakan kepercayaan dan ketenangan di antara sesama mereka. Terutama untuk Ahlu Sunnah. Karena sangat mungkin apa yang kebetulan saya alami adalah karena Taqiyyah! Sebab Taqiyyah –dalam pandangan Syi’ah- membolehkan seseorang untuk menampakkan sesuatu yang berbeda dari yang disembunyikannya, atau engkau menampakkan sesuatu tetapi engkau tidak beriman sama sekali terhadap hal yang engkau tampakkan tersebut.



Dasar adanya taqiyyah adalah diambil dari Al-Qur`an Al-Karim dari firman Allah SWT, “Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya dan hanya kepada Allah tempat kembali,” (QS Ali Imran [03]: 28). Akan tetapi, Al-Qur`an menyebutkan Taqiyyah dalam konteks menghadapi orang-orang kafir dan bukan terhadap sesama kaum muslimin! (kecuali jika benar Syi’ah telah menganggap Ahlu Sunnah sebagai bukan muslim, alias kafir)



Allah SWT telah menjadikan Taqiyyah ini sebagai keringanan dengan alasan darurat, “kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka.” Sesuatu yang dibolehkan karena faktor darurat dan atas dasar pengecualian, maka hukumnya tidak boleh dijadikan sebagai dasar atau kaidah yang baku dan tetap untuk sebuah hukum syara’, pendidikan atau tingkah laku. Sebagaimana yang tercantum di dalam firman Allah SWT, “kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),”(QS An-Nahl [16]: 106).



Pendekatan yang Diharapkan: Pendekatan yang Menjauhi Klaim Takfir



Oleh karena itu, kita tidak boleh menyeru kepada pendekatan atau penggabungan -apalagi persatuan- sementara sebagian kita masih ada yang mengkafirkan golongan lain dan kitab-kitabnya mencantumkan hal itu dengan sangat jelas. Bagaimana mungkin saya akan meletakkan tangan saya di atas tanganmu dan saya menganggap kamu sebagai saudara saya dan engkau pun menganggap saya sebagai saudaramu, padahal di dalam keyakinan hatimu engkau yakin bahwa antara saya dengan kamu itu tidak ada hubungan apa-apa dan faktor yang menyatukan kita pun hanya khayalan. Adapun faktor yang berbeda di antara kita sangatlah banyak dan besar sekali. Sesungguhnya orang musyrik, Yahudi dan Nashrani lebih dekat hubungan mereka denganmu daripada dengan saya?!



Sesungguhnya faham mengkafirkan orang lain adalah faham yang sangat berbahaya dan jauh panggang dari pendekatan. Sesungguhnya orang yang mengkafirkan seseorang itu menjadikan dirinya keluar dari Islam dan tercabut dari umat. Bagaimana mungkin dia (orang yang dikafirkan) akan mendekatinya?



Faham mengafirkan orang lain sudah ada di kedua belah pihak (Sunni dan Syi’ah) dan bukan hanya ada di Ahlu Sunnah saja sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Syi’ah. Justru orang-orang Syi’ah sangat keterlaluan dalam hal mengafirkan golongan lain melebihi Ahlu Sunnah. Kami telah menyebutkan contohnya sebelum ini. Ada juga contoh-contoh yang lebih buruk lagi, terutama yang berkaitan dengan penolakan imamah dan kemaksuman imam.


Related image  Related image





Sungguh menarik, orang yang tidak pernah sama sekali mengkafirkan golongan lain adalah Ali bin Abi Thalib RA. Beliau tidak pernah mengkafirkan orang-orang yang ikut peristiwa Jamal (Perang Unta), dan juga beliau tidak mengkafirkan orang-orang yang ikut perang Shiffin yang mana mereka itu memerangi Ali dan membencinya. Bahkan beliau juga tidak mengkafirkan Khawarij yang telah mengkafirkan dirinya dan oleh sebab itu mereka membunuh Ali sebagai syahid. Ali pernah ditanya tentang Khawarij,“Apakah mereka itu orang-orang kafir?” Ali menjawab, “Mereka lari dari kekufuran”. Beliau ditanya lagi, “Apakah mereka masuk ke dalam orang-orang munafiq?” Ali menjawab, “Orang-orang munafiq itu tidak pernah mengingat Allah SWT kecuali hanya sedikit”. Ali ditanya, “Lantas siapakah mereka itu?” Ali menjawab,“Mereka adalah saudara-saudara kita kemarin yang telah berbuat berlebihan hari ini terhadap kami”. Ali tidak lebih hanya mengatakan bahwa para penentangnya melakukan bughat. Alangkah jelas, jujur dan adilnya Ali bin Abi Thalib. Harus seperti ini lah sikap seorang mukmin apabila dia marah, yaitu kemarahannya tidak membuat dirinya keluar dari kebenaran dan apabila rela, kerelaannya tidak memasukkan dirinya ke dalam kebatilan!



Pendekatan yang Diharapkan: Pendekatan yang Mengacu kepada Fahaman Moden



Semestinya kita mengambil slogan para pengusung faham moderat dari kedua belah pihak. Seperti faham yang dicetuskan ulama rujukan Syi’ah yang masyhur yaitu Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah di kitab tafsirnya dan di beberapa bukunya yang lain dimana beliau membantah riwayat-riwayat dusta tentang para sahabat, juga di dalam tafsir Al-Qur`an, yang ia bantah dengan ilmu manthiq ilmiyah dan tegas yang bersumber kepada sumber yang benar dan akal yang jelas.



Kami sangat prihatin ketika kami menemukan ada sebagian orang-orang Syi’ah yang secara khusus membantahnya dan menjelekkan pendapat-pendapatnya dan mereka menuduhnya dengan tuduhan yang tidak pantas, sampai ada sebuah situs di internet yaitu http://www.dholal.net memberikan komentar atas makalah-makalahnya juga pendapat-pendapat Syaikh Fadhlullah penuh dengan penistaan, bantahan dan penolakan.



Contoh riwayat dusta yang dibantah oleh Syaikh Fadhlullah adalah bahwa Fathimah Az-Zahra RA meninggal dunia sebagai syahid karena dibunuh. Adapun yang membunuhnya adalah Umar bin Khaththab. Umar telah menyeretnya ke pintu rumah (pintu rumah Fathimah) sehingga punggung Fathimah tertusuk paku. Maka Umar lah yang menjadi penyebab kematian Fathimah. Pintu yang manakah yang terdapat pakunya? Apakah pintu di zaman mereka (Umar dan para sahabat yang lainnya) seperti ini (dipaku)? Yang benar bahwa pintu zaman para sahabat adalah hanya sebatas pembatas kain yang dijulurkan. Lantas, bagaimana mungkin suaminya Fathimah yaitu Ali hanya diam saja atas targedi pembunuhan ini? Padahal beliau adalah sosok penunggang kuda yang pemberani dan pedang Islam yang sangat tajam. Bahkan, bagaimana mungkin setelah itu Umar menjadi menantu Ali? Karena Ali menikahkan putrinya yang bernama Ummu Kultsum kepada Umar yang dia (Ummu Kultsum) itu adalah putri Fathimah juga!



Saya sangat gembira pada saat ini, sebab saya bisa menuliskan kata-kata mutiara yang telah diucapkan oleh tokoh Syi’ah yaitu Ustadz Kamil Muruwwah, pendiri surat kabar Al-Hayat di Libanon. Beliau pernah berkunjung ke tempat kami di Qatar di awal-awal tahun tujuh puluhan yang lalu. Beliau bertemu dengan saya dan beberapa ulama dan da’i di Qatar. Kami membicarakan masalah perbedaan di antara Sunni dan Syi’ah dan kemungkinan adanya pendekatan di antara dua golongan: Apakah pendekatan ini bisa terjadi ataukah sesuatu yang mustahil terjadi? Juga tentang pengalamannya di bidang jurnalistik, politik, dan berbaurnya kedua golongan ini?



Ternyata jawaban orang Syi’ah ini penuh dengan kata-kata bijak. Dia berkata, “Kita adalah umat yang bersatu pada zaman Rasulullah SAW. Tidak ada Sunni dan tidak ada juga Syi’ah atau yang lainnya sampai Allah SWT menurunkan firman-Nya, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu,” (QS Al-Maidah [05]: 3). Kemudian terjadilah perbedaan pendapat setelah turun ayat ini. Maksudnya setelah agama ini sempurna, dan nikmat Allah SWT telah sempurna diberikan kepada umat Islam, barulah terjadi perbedaan pendapat.”



Kami berbeda pendapat setelah itu. Yaitu kami berbeda pendapat di dalam masalah sejarah; siapa yang lebih berhak dari siapa? (siapa yang lebih berhak atas kekhalifahan, Ali atau Abu Bakar,), dan lain-lainnya. Semua ini adalah masalah sejarah masa lalu yang kemudian membuat kita berbeda pendapat dan membuat kita bercerai-berai. Hanya Al-Qur`an dan ajaran Islam yang agung lah yang menyatukan kita yang kita yakini bahwa Allah SWT telah menyempurnakannya untuk kita. Allah SWT menyempurnakan nikmat-Nya dan meridhai Islam sebagai agama untuk kita.”



Inilah ucapan ulama Syi’ah tersebut. Ucapannya sungguh benar! Karena seluruh perbedaan pendapat di antara kita terjadi setelah agama Islam ini sempurna dan Al-Qur`an tidak turun lagi. Perbedaan ini hanya berkisar di dalam masalah sejarah yang kita sendiri tidak menyaksikannya dan tidak ikut serta di dalamnya. Cukup lah bagi kami firman Allah SWT, “Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan,” (QS Al-Baqarah [02]: 134).



Agar Usaha Pendekatan Ini Berbuah Manis



Di sini saya ingin menjelaskan dengan sejelas-jelasnya bahwa taqrib (usaha pendekatan) ini -agar membuahkan hasil- yaitu harus dilakukan dengan keterusterangan dan terbuka, huruf-hurufnya diberi harakat, tangan diletakkan (diusapkan) ke atas luka yang masih berdarah, membuka kebenaran yang ditutup-tutupi yang bisa merapuhkan pondasi pendekatan ini dan juga membuang seluruh hambatan di antara kedua kelompok yang sulit diatasi.



Saya sendiri telah membahas masalah ini di dalam buku saya yang berjudul, Prinsip-prinsip di Dalam Dialog dan Pendekatan Antara Aliran dan Madzhab di Dalam Islam yang membuat saya harus membahas kembali poin-poin yang berkaitan dengan masalah ini. Walaupun saya sendiri sebenarnya tidak suka dengan pengulangan. Akan tetapi, metode pengulangan bisa menguatkan pemikiran (jadi hafal), oleh kerana itu tidak apa-apa.




Image result for fatwa imam yusuf qardhawi berkenaan syiah imamiahRelated image



Di antara prinsip yang Dr. Yusof Qardhawi tekankan itu adalah:



1. Masing-masing kita (Sunni dan Syi’ah) tidak saling mengkafirkan. Karena mengkafirkan seorang muslim adalah dosa besar.



Tidak boleh seorang muslim bersikap berlebihan di dalam masalah ini, kecuali jika sudah jelas kekufurannya dan ada bukti-buktinya (dalil-dalil pendukungnya) dari Allah SWT. Hukum asalnya bahwa siapa saja yang telah mengucapkan tidak ada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad itu adalah utusan-Nya, maka dia itu adalah muslim. Kalimat ini telah melindungi darah dan hartanya dan Allah SWT yang akan menghisabnya kelak, sebagaimana telah tercantum di dalam sebuah hadits. Barangsiapa yang telah masuk Islam dengan yakin, maka dia tidak akan murtad kecuali dengan yakin pula. Sedangkan keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh karaguan. Bagaimana mungkin seorang muslim mengafirkan sesama muslim? Padahal dia terlihat shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan haji, membaca Al-Qur`an dan berzikir kepada Allah SWT. Bukankah semua ini menjadi tanda atas keislamannya?



Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang-orang Ahlu Sunnah yang suka mengkafirkan orang lain. Mereka mengafirkan orang-orang Syi’ah dan mencap mereka murtad karena alasan-alasan yang mereka miliki. Akan tetapi mereka (Ahlu Sunnah yang suka mengkafirkan) itu tidak hanya mengafirkan orang-orang Syi’ah saja. Mereka juga mengkafirkan orang-orang Ahlu Sunnah yang berseberangan faham dengan mereka, termasuk mengkafirkan para ulamanya. Bisa saja jilatan api takfir mereka ini mengena kepada diri saya atau mengena kepada saudara-saudara saya. Akan tetapi, ada juga orang-orang yang dikenal suka mengkafirkan orang lain dari kalangan Syi’ah. Mereka mengkafirkan orang lain dengan mengacu kepada kitab-kitab rujukan mereka. Sebagian besar dari mereka itu mengkafirkan Ahlu Sunnah, baik secara umum maupun secara rinci. Sebagian dari mereka ada yang mengganggap najis Ahlu Sunnah dan menganggap lebih kufur daripada orang-orang musyrik, orang-orang Yahudi dan Nashrani. Oleh karena itu, kepada orang-orang Syi’ah yang menginginkan pendekatan ini harus menolak faham saling mengkafirkan ini dan ulama Syi’ah yang suka mengafirkan ini jangan dijadikan sebagai rujukan.



2. Harus membuang jauh-jauh faham Taqiyyah yang merupakan faham utama orang-orang Syi’ah di dalam ajaran mereka.



Karena masuknya faham Taqiyyah di dalam perjanjian yang besar ini bisa merontokkan kepercayaan atas semua yang disampaikan dan disepakati. Karena bisa saja semua ini (dilakukan) dalam rangka bertaqiyyah!



3. Di antara keterus terangan yang diharapkan adalah kita mengakui fakta yang ada di muka bumi, seperti yang sedang terjadi di Irak yaitu adanya gengster yang bernama “Para Pencabut Nyawa”.



Dengan entengnya mereka membantai manusia. Mereka membantai setiap orang yang bernama Umar atau Utsman! Mereka menyembelih orang-orang di dalam rumah mereka sendiri. Mereka juga menculik orang-orang dari keluarganya. Setelah itu, orang-orang melihat kepala orang-orang yang diculik tersebut sudah tergeletak di jalan. Dan yang paling sadis yaitu bekas-bekas penyiksaan masih terlihat jelas di tubuh korban yang bisa membuat bulu kuduk merinding. Islam telah melarang kaum muslimin melakukan mutilasi terhadap mayat orang-orang musyrik pada saat peperangan. Nah, bagaimana mungkin kita membolehkan untuk memutilasi tubuh kaum muslimin yang masih hidup bukan pada waktu perang?



4. Melarang orang-orang Syi’ah yang berusaha untuk menerobos masyarakat Sunni dengan cara menyebarkan faham Syi’ah ke tengah-tengah mereka.



Padahal aktifitas ini tidak dianjurkan oleh para ulama dari kedua belah pihak. Misalnya Imam Muhammad Mahdi Syamsuddin, Ketua Dewan Tertinggi Syi’ah di Libanon yang telah melemahkan faham ini dan menolaknya dengan keras. Beliau juga telah menjelaskan sikapnya dengan sangat jelas.



5. Menghentikan sikap media massa yang menyerang Ahlu Sunnah dan mendakwahkan ajaran Syi’ah secara terang-terangan lewat saluran-saluran udara yang sangat banyak dan didanai oleh Syi’ah.



Tidak ada keraguan lagi bahwa saluran-saluran udara ini bertujuan untuk menjelekkan citra Islam Sunni yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di dunia. Saluran ini sangat dikenal bagi orang-orang yang suka menontonnya.



Pihak yang Menolak Pendekatan Madzhab



Di sini saya ingin menjelaskan sebuah fakta kepada semuanya yang tidak boleh disembunyikan. Yaitu bahwa pada saat ini, ide pendekatan madzhab ini banyak ditolak orang. Jadi ide ini sedang diuji.



Sesungguhnya ide pendekatan madzhab, para penganjur, kelompok-kelompok dan yayasan yang mengusung ide ini sedang menghadapi ujian yang sangat berat pada saat ini, yang mungkin saja faham ini akan hancur jika orang-orang yang beriman, baik pribadi maupun yayasan-yasannya tidak menyadari hal ini.



Ide pendekatan madzhab ini sedang ditolak masyarakat. Mungkin saja keberadaan ide ini akan diakui di alam nyata. Bisa menunaikan tugasnya sesuai tugasnya. Bisa mengalahkan para pengusung perpecahan sekte dan fanatisme jahiliyah yang bisa menyulut huru-hara dan menyebabkan kebakaran (kekacauan). Atau bisa saja melemah, apinya padam, jemaahnya bercerai berai sehingga hanya tinggal kenangan atau hanya menjadi buah bibir saja.



Seluruh kaum muslimin mengharapkan realisasi beberapa poin dari para pengusung ide pendekatan madzhab ini, di antaranya:



1. Berusaha untuk memadamkan huru-hara di Irak yang memicu perang antar sekte (mazhab) yang tidak ada ujung pangkalnya. Huru-hara ini susah dipadamkan ketika sudah berkobar.



Apinya membesar sehingga menyebar ke mana-mana. Dalam perang ini tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Justru semua pihak menjadi pihak yang kalah, walaupun mereka menyangka bahwa mereka lah pihak yang menang. Justru pemenangnya adalah Zionis (Israel), beserta Amerika dan sekutunya yang memusuhi Islam, kaum muslimin dan peradabannya. Padahal dahulunya bangsa Irak adalah bangsa yang bersatu di dalam negara yang satu, di bawah pemerintahan yang sama sejak beberapa abad lamanya. Satu kaum dan satu keluarga bahkan terdiri dari 2 golongan Sunni-Syi’ah, sehingga terjadi hubungan perkawinan satu sama lain. Itu semua berjalan secara alamiah.




Apa yang terjadi pada hari ini? Apakah zaman pemerintahan sekuler sebelum ini lebih toleran dan tidak bersikap keras dari pada partai-partai yang kini berafiliasi kepada agama? Contohnya Dewan Tertinggi Revolusi, atau Kelompok Ash-Shadra (pimpinan Muqtadha Ash-Shadr), Partai Dakwah dan perkumpulan-perkumpulan Syi’ah yang lainnya yang dituduh oleh banyak orang bahwa mereka memiliki pasukan yang dipersenjatai yang dengan mudahnya membantai semua orang yang bernama Abu Bakar, Umar, Utsman atau Aisyah. Setiap orang yang bernama seperti ini, maka mereka akan langsung dibunuh. Sebagian besar korbannya disiksa dengan beragam siksaan terlebih dahulu sebelum mereka dibunuh. Padahal, dahulu para sahabat saja belum pernah merasakan siksaan seperti ini dari orang-orang musyrik dan orang-orang kafir.

 Related image  Related image Related image


Sesungguhnya geng “Para Pencabut Nyawa” membantai Ahlu Sunnah di dalam rumah mereka, di atas tempat tidur mereka atau menculiknya dan kemudian kepala si korban dibuang di jalan-jalan atau di rumah-rumah kosong. Mereka membantai Ahlu Sunnah setiap harinya mencapai puluhan bahkan ratusan ribu korban. Kepada siapakah mereka (para pelaku kejahatan ini) dinisbahkan? Mereka itu memakai seragam polis lengkap beserta senjata kepolisian (pistol). Mereka juga memakai lencana kepolisian. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang menjegal upaya mereka ini. Sebagian besar para korban yang ditawan oleh mereka dimasukkan ke dalam penjara milik pemerintah!



2. Menghentikan program penyebaran madzhab di sebuah negara yang dihuni oleh madzhab tertentu.



Inilah yang saya jelaskan di depan saudara-saudara saya di Iran pada saat kunjungan saya ke sana tahun 1998. Hal ini juga senada dengan yang diserukan oleh para ulama Syi’ah yang terhormat, seperti Muhammad Mahdi Syamsuddin, Ketua Dewan Tertinggi Syi’ah di Libanon dan Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah, ulama senior rujukan Syi’ah.



Saya juga telah menyampaikan kepada ulama rujukan Syi’ah di Iran ketika saya berkunjung ke sana bahwasanya usaha pendekatan ini tidak akan terjadi di antara kita (Sunni dan Syi’ah), jika orang-orang Syi’ah berusaha untuk menyimpangkan akidah para pengikut kami (Ahlu Sunnah). Atau kami (Ahlu Sunnah) berupaya untuk menyimpangkan akidah para pengikut Syi’ah. Usaha ini bisa merusak hubungan baik di antara kita dan menimbulkan ketakutan serta hilangnya kepercayaan di antara kita.



Kemudian, apa yang mendorong orang-orang Syi’ah memaksakan diri ingin masuk ke dalam sebuah negara yang dihuni mayoritas Sunni yang penduduknya bermadzhab Syafi’iyyah, Malikiyyah atau madzhab yang lainnya sehingga secara perlahan-lahan sebagian penduduknya -dengan cara-cara Syi’ah- masuk ke dalam ajaran Syi’ah? Saya bertanya kepada kalian, “Berapa banyak yang kalian targetkan? Sepuluh atau dua puluh orang? Seratus atau dua ratus orang atau bahkan seribu atau dua ribu orang?”Hal ini mungkin saja terjadi dengan cara-cara yang sangat halus, sebagaimana yang dilakukan oleh Misionaris Kristen ke negara-negara berpenduduk muslim.



Akan tetapi pada saat masyarakat Sunni mengetahui hal ini, maka mereka akan membenci dan memusuhi kalian dan mereka akan menumpahkan amarahnya kepada kalian. Mereka juga akan melaknat kalian dan akan melontarkan tuduhan-tuduhan, baik yang benar maupun yang tidak benar. Akhirnya, suasana di masyarakat penuh dengan kebencian dan pergolakan.



Pada saat itu, sahabat kami Ayatullah At-Taskhiri juga hadir dan beliau menguatkan pendapat saya ini. Beliau berkata, “Engkau benar!” Kemudian beliau menceritakan kisah yang terjadi pada saat Revolusi “Inqadz” di Sudan yang menandakan sangat berbahaya jika faham Syi’ah disebarkan ke tengah-tengah mayoritas Ahlu Sunnah.



Demikian juga sebaliknya, yaitu sangat berbahaya jika faham Ahlu Sunnah disebarluaskan di negara-negara yang dihuni mayoritas Syi’ah. Masih ada yang melakukan hal ini secara perorangan. Akan tetapi jumlah mereka amat terbatas. Akan tetapi, ajaran Syi’ah ini disebarluaskan terprogram dengan memakai strategi. Ada tim suksesnya, misionarisnya, didukung dana, dilengkapi berbagai macam kegiatan, ada target dan fasilitas lain yang mendukungnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi setiap orang yang terkait peristiwa Revolusi Iran yang mana efeknya terasa sampai ke luar Iran.



3. Ajaran yang berkaitan dengan mencerca para sahabat. Saya telah sampaikan dan akan terus saya sampaikan bahwa kita tidak mungkin akan saling mendekat dengan semboyan persatuan umat, selama perbuatan itu diamalkan.



Sebab ada jurang menganga di antara kita mengenai penilaian terhadap para sahabat. Terutama terhadap para sahabat yang masuk ke dalam kategori orang-orang Muhajirin dan Anshar generasi pertama yang telah Allah SWT ridhai dan mereka pun ridha terhadap Allah SWT, yang mana Allah SWT telah menyiapkan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.



Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Qur`an, “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung,” (QS At-Taubah [09]: 100). Sampai saat ini, ayat ini masih terus memuji para sahabat. Bahkan ayat ini diikuti oleh ayat lain,“Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.” Tidak diragukan lagi bahwa di antara orang-orang yang disebut sebagai“orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin,” yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Thalhah dan Zubair.



Tentang mereka ini lah Allah SWT menurunkan firman-Nya, “Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka terbunuh atau mati, sungguh, Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah pemberi rezeki yang terbaik. Sungguh, Dia (Allah) pasti akan memasukkan mereka ke tempat masuk (surga) yang mereka sukai. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun,” (QS Al-Hajj [22]: 58-59). Juga firman-Nya, “(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar,” (QS Al-Hasyr [59]: 8).



Mereka itulah yang dicap sebagai orang-orang yang benar menurut nash Al-Qur`an. Di dalam Al-Qur`an, Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar kita selalu bersama orang-orang yang benar,“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar,”(QS At-Taubah [09]: 119).



Mereka itu adalah orang-orang yang berbaiat kepada Nabi Muhammad SAW di bawah pohon untuk rela mati di jalan Allah SWT. Maka turunlah firman Allah SWT, “Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (berbaiah semula kepada Nabi Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat,” (QS Al-Fath [48]: 18).
Image result for fatwa imam yusof qardawi berkenaan syiah imammiah  Image result for fatwa imam yusof qardawi berkenaan syiah imammiah  Related image





Mereka juga adalah orang-orang yang ikut berjihad di perang Badar, Uhud, Tabuk dan perang-perang yang lainnya. Mereka juga adalah orang-orang yang mendapat persaksian dari Al-Qur`an, “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman,” (QS Al-Anfal [08]: 74).



Mereka juga adalah orang-orang dimaksudkan oleh firman Allah SWT, “Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (QS Al-A’raf [07]: 157). Mereka jugalah yang dimaksud oleh Al-Qur`an, “Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan (dukungan) orang-orang mukmin, dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana,” (Al-Anfal [08]: 62-63).



Mereka itu para sahabat yang Allah SWT dengan perantaraan mereka telah menolong Rasulullah SAW dan Allah SWT memuliakan Islam melalui usaha mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang Al-Qur`an bersaksi kepada mereka semua bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan di sisi Allah SWT, walaupun bagi orang-orang yang terdahulu ada karunia yang mereka peroleh lebih dahulu. Hal ini seperti yang difirmankan oleh Allah SWT,“Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) di antara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik,” (QS Al-Hadid [57]: 10).



Sampai-sampai para sahabat yang bersikap keliru di dalam peperangan, seperti sebagian sahabat yang melarikan diri dari perang Uhud setelah mendengar berita bahwa Rasulullah SAW telah wafat, namun Allah SWT telah memaafkan mereka. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu, sesungguhnya mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan (dosa) yang telah mereka perbuat (pada masa lampau), tetapi Allah benar-benar telah memaafkan mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun,” (QS Ali Imran [03]: 155). Mereka juga, orang-orang yang diberi kesaksian oleh ayat terakhir dari surah Al-Fath [48] yang berbunyi,“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya,”(QS Al-Fath [48]: 29).



Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kesaksian dari Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah SAW, juga mendapat kesaksian dari sejarah yang belum pernah dicapai oleh orang lain sebelum mereka.



Kita juga menyaksikan bahwa mereka lah yang telah menghafalkan untuk kita kitab suci Al-Qur`an dan kemudian mereka nukil untuk kita dalam keadaan utuh tanpa perubahan sedikitpun.



Mereka juga adalah orang-orang yang telah meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah SAW untuk kita, juga sunnahnya, baik ucapan, perbuatan maupun keputusan Rasulullah SAW. Mereka juga telah menukilkan untuk kita semua sejarah Rasulullah SAW secara terperinci yang belum pernah dilakukan bagi seorang nabi sebelum beliau atau bagi seorang yang mulia sebelum beliau.



Mereka juga adalah orang-orang yang berjasa menyampaikan agama Islam ke seluruh penjuru dunia dan melakukan serangkaian futuh (penaklukan secara damai) dan mereka berjuang dengan pedang mereka melawan orang-orang yang menjajah manusia. Sehingga Allah SWT pun memberikan kemenangan untuk mereka ketika melawan Kisra (Raja Persia) dan Kaisar (Raja Romawi) demi tersebarnya keadilan Allah SWT di muka bumi.



Mereka itu adalah orang-orang yang paling dekat dengan cahaya kenabian dan mereka pun belajar dari cahaya kenabian ini (cahaya kenabian = Rasulullah SAW). Mereka mencontohnya di dalam seluruh sunnahnya dan petunjuk-petunjuknya. Karena di dalam diri Rasulullah SAW bagi mereka benar-benar ada suri tauladan yang baik. Mereka itu adalah sebaik-baik murid bagi sebaik-baik guru. Oleh karena itu mereka disebut dengan Para Sahabat Rasulullah SAW.



Mereka itu, menurut Al-Qur`an, As-Sunnah, sejarah dan ilmu manthiq merupakan generasi yang paling baik yang pernah dicatat oleh sejarah. Tidak diragukan lagi! Karena mereka adalah murid-murid penghulu umat manusia, para sahabat adalah buah dari pendidikan beliau, dan generasi yang beliau bina dengan tangannya sendiri. Barangsiapa yang mencela mereka, maka seolah-olah telah mencela guru mereka, yaitu Rasulullah SAW. Terlebih lagi mencela para sahabat yang sangat dekat dengan beliau. Imam Malik telah berkata terhadap orang-orang yang mencela para sahabat, “Mereka itu sebenarnya ingin mencela Rasulullah SAW, tapi mereka tidak bisa melakukannya. Akhirnya, mereka mencela para sahabat Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, ‘Dia itu orang jahat!’ karena jika orang shalih, maka teman-temannya pun akan orang shalih pula!”



Oleh karena itu, tidak mungkin bisa dilakukan pendekatan antara Sunni dan Syi’ah. Sebab ajaran kebencian ini masih menjadi sikap mereka terhadap para sahabat Rasulullah SAW.



Memang benar, tidak mungkin kita akan bersatu. Ketika saya mengatakan, “Abu Bakar semoga Allah SWT meridhainya. Umar semoga Allah SWT meridhainya.” Sedangkan engkau (Syi’ah) berkata, “Abu Bakar semoga Allah SWT melaknatnya. Umar semoga Allah SWT melaknatnya.” Ingat, alangkah besarnya jurang perbedaan antara kalimat ‘semoga Allah SWT meridhainya’ dengan kalimat ‘semoga Allah SWT melaknatnya’.



Tulisan ini saya akhiri dengan doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang,” (QS Al-Hasyr [59]: 10).



(Jawaban Syaikh Yusuf Qardhawi yang Ketiga)

MENCACI PARA SAHABAT (menghina, mencaci-maki, mengkafirkan mereka)

 Image result for fatwa imam yusof qardawi berkenaan syiah imammiah Related image





Pertanyaan :

Yang terhormat, Prof. Dr. Yusuf Al-Qardhawi, hafizhahullah.

Assalaamu ‘Alaikum Wr. Wb.



Kami mengenal Anda sebagai salah satu ulama yang menyerukankan pendekatan di antara golongan dan madzhab di dalam Islam. Terutama antara madzhab Sunni dengan Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyyah. Di sini kami ingin bertanya kepada Anda dengan sebuah pertanyaan yang sangat jelas, yang mana kami sangat mengharapkan jawaban dari Anda dengan jawaban yang jelas pula, tidak hanya berdiplomasi. Pertanyaannya yaitu: Apakah mungkin akan terjadi pendekatan antara kedua golongan (Sunni dan Syi’ah), yang mana Syi’ah sangat membenci para sahabat dan bahkan berani mencaci dan melaknat mereka, terutama terhadap sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Zubair dan Thalhah. Oleh karena itu, orang-orang Syi’ah tidak mau menamai anak mereka dengan nama-nama ini, kecuali dibolehkan bagi seorang perempuan yang tidak mempunyai anak dan yang lainnya.



Bagaimana hukum mencaci para sahabat yang telah dijadikan Allah SWT sebagai penolong rasul dan agama-Nya? Apakah masuk ke dalam kategori perbuatan kufur? Hal ini dikarenakan bertentangan dengan nash Al-Qur`an yang telah memuji para sahabat.



Pembahasan ini merupakan sebab terjadinya perpecahan di antara kami dengan mereka (orang-orang Syi’ah). Kami harapkan, Anda bisa menerangkan kebenaran hal ini. Karena Anda telah mendapatkan anugerah ilmu, kekuatan dan hujjah dari Allah SWT. Juga Anda menguasai sejarah dan perkembangan masa kini, juga mempunyai keberanian di dalam menyampaikan kebenaran.



Semoga Allah SWT senantiasa menambahkan taufik-Nya kepada Anda.

Wassalaamu ‘Alaikum Wr. Wb.

Hasan Ali Abdullah

Dari Kuwait



Jawapan :

Segala puji bagi Allah SWT. Semoga selawat dan salam tercurah kepada Rasulullah SAW, amma ba’du :



Saya ucapkan terimakasih kepada Saudara penanya atas pertanyaannya yang sangat penting. Pertanyaan ini menyangkut masalah sensitif antara kami dengan Syi’ah. Karena inilah sikap mereka (orang-orang Syi’ah) terhadap para sahabat. Mereka sangat membenci para sahabat dan menuduh para sahabat dengan tuduhan keji. Topik ini merupakan topik yang selalu hangat dibicarakan dalam acara-acara pendekatan madzhab antara Sunni dengan Syi’ah. Topik ini merupakan salah satu dari 2 topik pembahasan yang membuat ketegangan antara kami dengan Syi’ah sejak bulan Ramadhan 1429 H/September 2008. Saya pernah membahas topik ini dengan para ulama mereka setiap kali kami bertemu dengan mereka. Semuanya ternyata setuju dengan pendapat yang saya ajukan, namun realitas menyatakan sebaliknya. Saya tidak ingin mengatakan jika mereka (para ulama Syi’ah) mengatakan hal ini adalah sebagai bentuk Taqiyyah.



Akan tetapi saya melihat jika ajaran Syi’ah yang dominan selalu melampaui seluruh ucapan ulama Syi’ah di berbagai forum. Ini imbas dari sejarah yang panjang. Inilah wujud realitas yang dipenuhi kebencian dan dendam kesumat.



Saya hanya ingin mengatakan bahwa siapa saja orangnya yang sudah mengenal madzhab Syi’ah, maka dengan mudah dia akan memahami sikap Syi’ah terhadap para sahabat, terutama terhadap para sahabat senior.



Karena ajaran pokok madzhab Syi’ah yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa Rasulullah SAW telah tegas menyatakan Ali sebagai penggantinya (menjadi Khalifah) setelah beliau wafat. Akan tetapi para sahabat telah bersekongkol untuk menyembunyikan kebenaran ini. Dengan sengaja, mereka telah durhaka terhadap Rasulullah SAW. Para sahabat –menurut Syi’ah- telah menyakiti Rasulullah SAW yang telah berwasiat untuk menjaga keluarganya dengan baik.



Sedangkan kita ketahui bahwa para sahabat senior adalah para sahabat yang paling dekat dengan beliau, paling dicintai, paling banyak berinfaq, paling dipuji, sebab terdapat banyak hadits yang menerangkan keutamaan mereka.



Tidak diragukan lagi bahwa inilah buah dari pembinaan dan pendidikan Rasulullah SAW. Juga sebagai hasil dari perhatian serius beliau terhadap ucapan dan perbuatan para sahabatnya. Misalnya saja penjelasan wahyu yang terdapat di dalam Al-Qur`an yang memuji seluruh perbuatan baik para sahabat dan menegur seluruh perbuatan kurang baik dari mereka. Tujuannya agar para sahabat introspeksi dan bertaubat kepada Allah SWT dan memperbaiki perbuatan mereka. Sampai akhirnya mereka disebut, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,” (QS Ali Imran [03]: 110). Mereka akhirnya menjadi figur umat pertengahan yang Allah SWT jadikan sebagai saksi atas seluruh umat manusia.



Mereka berhak mendapatkan gelar ini sampai Al-Qur`an dari langit ketujuh turun, berisi pujian atas mereka. Yaitu orang-orang yang ikut hijrah, mereka pergi meninggalkan rumah dan harta benda mereka karena mencari keridhaan Allah SWT. Mereka menolong agama Allah dan rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Juga orang-orang Anshar yang menjadi penolong Rasulullah SAW dan dakwahnya dengan jiwa dan harta mereka. Mereka lah yang disebutkan di dalam Al-Qur`an, “Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (QS Al-Hasyr [59]: 9).



Inilah gambaran Ahlu Sunnah terhadap para sahabat. Gambaran ini bersandar kepada Al-Qur`an, As-Sunnah yang shahih, dan kenyataan sejarah yang sangat berbeda dengan gambaran yang diberikan oleh orang-orang Syi’ah terhadap para sahabat. Gambaran ini sangat bertolak belakang 100% dengan gambaran orang-orang Syi’ah. Karena gambaran mereka tidak mengacu kepada Al-Qur`an, As-Sunnah, sejarah dan fakta yang benar. Inilah gambaran yang telah dijelaskan oleh syaikh kami, Abul Hasan Ali An-Nadawi di dalam makalah pendeknya dengan judul, “Dua Gambaran yang Bertolak Belakang.”



Kesimpulan terhadap gambaran pertama dari orang-orang Syi’ah, “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak benar di dalam mendidik murud-muridnya. Beliau telah ditipu oleh mereka, dan murid-murid beliau telah mengkhianati gurunya dengan cara menyia-nyiakan wasiat kepemimpinan setelah beliau wafat. Mereka juga berkhianat kepada keluarga beliau, menzalimi Ahlul Bait di dalam masalah kepemimpinan dan membuat konspirasi terhadap Ahlul Bait”.



Kesimpulan terhadap gambaran kedua dari Ahlu Sunnah,“Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah guru yang paling baik. Beliau memahami betul seluruh murid-muridnya. Beliau sangat dekat dengan mereka dan memberikan sinyal kepemimpinan setelah beliau wafat dengan cara penunjukan imam di dalam shalat dan lain-lainnya.”



Masalah ini yang membuat kami Ahlu Sunnah sering berbenturan dengan orang-orang Syi’ah. Kami Ahlu Sunnah mengatakan: Abu Bakar dan Umar –semoga Allah SWT meridhai keduanya-, sedangkan orang-orang Syi’ah mengatakan: Abu Bakar dan Umar –semoga Allah SWT melaknat keduanya-. Kami Ahlu Sunnah mengatakan: Aisyah –semoga Allah SWT meridhainya-, sedangkan orang-orang Syi’ah mengatakan: Aisyah –semoga Allah SWT melaknatnya-. Padahal Aisyah ini telah Allah SWT sucikan di dalam firman-Nya di dalam surah An-Nur.



Saya sangat sedih ketika terjadi peristiwa di Beirut pada tahun 2008, pada saat pasukan Hizbulloh memasuki rumah-rumah Ahlu Sunnah sambil berteriak, “Semoga Allah SWT melaknat tiga orang!” Tiga orang yang mereka maksudkan adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan. Cerita ini saya dengar dari orang-orang yang bisa dipercaya, karena mereka menyaksikannya sendiri.



Saya telah menulis di dalam buku saya yang berjudul,“Dasar-Dasar di Dalam Dialog dan Pendekatan di Antara Madzhab-madzhab dan Golongan di Dalam Islam.” Di dalam buku tersebut saya telah membuat sepuluh kaidah dan dasar-dasar di dalam dialog atau pendekatan antara dua madzhab. Di antaranya, menjauhi kata-kata provokasi. Yaitu, segala sesuatu yang bisa memprovokasi orang lain, membuat orang lain marah dan perbuatan yang menantang orang lain yang tidak bisa dibenarkan. Di antara bentuk-bentuk provokasi itu adalah mencerca para sahabat.



Di sini saya ingin menukil sebagian yang saya tuliskan di sana, karena mengandung ibrah dan pelajaran, juga mengandung penjelasan yang kuat atas setiap para pembangkang dan orang-orang sombong.



Di antara yang sudah saya katakan, masalah mencaci para sahabat oleh orang-orang Syi’ah tetap menjadi persoalan, terutama menghina para sahabat senior. Yaitu para sahabat yang ketika Rasulullah SAW wafat, beliau telah ridha terhadap mereka. Misalnya Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman RA dan sepuluh orang sahabat yang telah dijamin masuk surga, seperti Thalhah, Zubair, para sahabat yang ikut hijrah dan pertama-tama beriman kepada Rasulullah SAW, yang mana saat itu orang-orang Mekah mendustakan beliau. Justru para sahabat beriman di saat orang-orang menolak beliau. Oleh karena itu, Allah SWT memuji mereka semuanya di dalam Al-Qur`an. Allah SWT ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung,” (QS At-Taubah [09]: 100).
Related image Related image



Contoh lainnya, Aisyah binti Abu Bakar yang telah disucikan oleh Allah SWT dari tujuh lapis langit. Mengenai Aisyah ini telah turun sebuah ayat di dalam surat An-Nur [24] yang berbunyi,“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula),” (QS An-Nur [24]: 11).



Demikian juga dengan para sahabat yang lainnya yang levelnya di bawah para sahabat senior. Akan tetapi mereka sangat gembira karena bisa menemani Rasulullah SAW. Mereka semua ini berada di dalam kebaikan, sebagaiman firman Allah SWT, “Dan mengapa kamu tidak menginfakkan hartamu di jalan Allah, padahal milik Allah semua pusaka langit dan bumi? Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) di antara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan,” (QS Al-Hadid [57]: 10).



Inilah poin yang sangat sensitif antara kami Ahlu Sunnah dengan Syi’ah. Karena tidak mungkin antara kita akan terjadi pendekatan. Karena saya berkata, “Abu Bakar -semoga Allah SWT meridhainya-. Sedangkan engkau (Syi’ah) mengatakan, “Abu Bakar-semoga Allah SWT melaknatnya.- Coba perhatikan, ada berapa perbedaan antara ucapan ridha terhadap seseorang dengan ucapan laknat?



Saya pernah berdialog dengan beberapa orang para ulama Syi’ah yang saya tahu mereka itu adalah para ulama yang bijaksana. Saya katakan kepada mereka, “Sesungguhnya masalah ini adalah batu sandungan utama di dalam proses pendekatan antara dua madzhab. Oleh karena itu, para cendekiawan Syi’ah harus menahannya atau paling kurang memperkecil efeknya. Karena jika hal ini dibiarkan sesuai dengan tabiat orang-orang awam yang dipenuhi dendam dan kebencian, maka akan memakan setiap rumput hijau dan yang kering, dan sangat wajar jika tidak ada kesempatan bagi para ulama di dalam menjelaskan prospek persatuan dan proses pendekatan madzhab.”



Sebenarnya saya katakan bahwa para cendekiawan Syi’ah seperti Ayatullah Muhammad Ali At-Taskhiri dan Ayatullah Wa’izh Zadeh dan yang lainnya mereka sangat setuju dengan hal ini. Mereka meyakinkan kepada saya bahwa cara pandang seperti ini (tidak mencaci para sahabat, ed.) mulai menguat dan menyebar di kalangan Syi’ah sedikit demi sedikit. Sampai-sampai kurikulum pendidikan yang baru di Iran di beberapa bukunya menyebutkan tentang sejarah Abu Bakar dan Umar bin Khaththab yang dipenuhi dengan pujian dan kemuliaan.



Saya katakan kepada mereka, “Inilah yang harus dikembangkan di dalam yayasan/lembaga pendidikan milik pemerintah dan juga di dalam pendidikan keluarga secara khusus. Karena pengetahuan masyarakat Syi’ah banyak mengandung ilusi, hal-hal yang berlebihan dan takhayul. Semua ini tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Akan tetapi menurut orang-orang awam, hal ini merupakan kebenaran dan akidah mereka.”



Sebenarnya, masalah yang sangat membahayakan ini perlu dihilangkan dan dijelaskan untuk membersihkan semua debu-debu kekisruhan. Atau paling tidak untuk membentuk sikap positif dan bijaksana terhadap permasalahan ini.



Awas, Jangan Mencela Para Sahabat!

Saya ingin menjelaskan masalah ini di hadapan saudara-saudara saya dari madzhab Syi’ah. Saya sendiri tidak bermaksud lain dari ini semua kecuali hanya mengharap ridha Allah SWT, berkhidmat kepada Islam dan umat Islam.



Pertama, Sesungguhnya semua kejadian yang dialami oleh para sahabat, seperti perbedaan pendapat sampai terjadinya huru-hara, semua ini sudah menjadi sejarah (masa lalu) dan telah digulungkan lembaran sejarahnya, baik yang manis maupun yang pahitnya.



Yang buruk dan yang baiknya, kelak, Allah SWT akan menanyai para sahabat dan Dia akan memberikan pahala atas seluruh perbuatan dan niat mereka. Yang layak bagi kita adalah menyerahkan semua ini kepada Allah SWT dan tidak perlu repot-repot kita menghitung-hitungnya. Sebab Allah SWT telah berfirman, “Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan,” (QS Al-Baqarah [02]: 134).



Karena alasan ini pula, Khalifah Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya tentang masalah ini, beliau menjawab, “Dengan darah mereka itulah Allah SWT membersihkan tangan-tangan kita. Oleh karena itu, janganlah kita mengotori lidah kita dengan masalah ini!”



Kedua, di antara kaidah toleransi di antara para pemeluk agama yang berbeda yaitu sesungguhnya orang-orang yang sesat di antara kita akan dihisab atas kesesatannya dan orang-orang kkafir akan dihisab atas kekkafirannya adalah tugas Allah SWT dan bukan tugas kita. Dan hisab ini tempatnya yaitu di akhirat dan bukan di dunia ini. Allah SWT telah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang sabiin, orang Nasrani, orang Majusi dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu,” (QS Al-Hajj [22]: 17). Allah SWT juga telah berfirman kepada Rasulullah SAW, “Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan mereka dan katakanlah, “Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak (perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) kembali,” (QS Asy-Syura [42]: 15). Apabila sikap seperti ini adalah sikap terhadap pemeluk agama yang berbeda-beda, lantas bagaimana halnya dengan orang-orang yang seagama dengan kita?



Ketiga, sesungguhnya yang layak bagi kita di sini adalah membiarkan orang-orang yang berselisih faham tersebut dan menyerahkannya kepada niat mereka masing-masing. Karena mereka telah sampai (merasakan) atas apa yang mereka persembahkan (lakukan di dunia).



Terhadap para sahabat tersebut, jika kita anggap mereka telah berbuat dosa, maka tentunya mereka akan tetap mendapatkan pahala karena telah menemani Rasulullah SAW, atau pahala jihad mereka bersama beliau yang mana beliau bisa memberikan syafaat kepada mereka. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Umar di dalam masalah Hathib bin Abi Balta’ah yang mana dia telah memata-matai kaum muslimin atas perintah orang-orang Quraisy sebelum Futuh Mekah. Berkatalah Umar kepada Rasulullah SAW, “Biarkanlah saya memancung lehernya, karena dia adalah orang munafiq!” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Dia itu termasuk yang ikut dalam perang Badar. Apakah engkau tahu wahai Umar, barangkali saja Allah SWT memaafkan para pejuang perang Badar.” Beliau pun bersabda,“Kerjakanlah apa yang ingin kalian kerjakan, sungguh aku telah memaafkan kalian.”



Imam Al-Qurthubi telah berkata di dalam tafsirnya Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an,



“Tidak boleh menyandarkan sebuah kesalahan tertentu kepada salah seorang dari sahabat, karena mereka semua telah berijtihad atas apa yang mereka lakukan dan yang mereka inginkan hanya Allah SWT. Sedangkan mereka itu adalah imam kita dan kita akan dianggap beribadah (berpahala) jika tidak membicarakan perselisihan mereka. Kita semua hanya menceritakan kebaikan-kebaikan mereka saja, karena mereka telah menemani Rasulullah SAW dan juga karena ada larangan mencaci para sahabat ini dari Rasulullah SAW. Demikian juga karena Allah SWT telah memaafkan dan meridhai mereka.



Ada sebuah riwayat dengan banyak jalur dari Rasulullah SAW bahwasanya Thalhah adalah seorang syahid. Andai saja dia pergi ke medan perang itu karena faktor maksiat, tentu orang yang terbunuh pada peperangan tersebut tidak akan disebut mati syahid. Demikian pula seandainya dia pergi ke medan perang karena faktor salah persepsi. Karena yang disebut mati syahid itu tidak akan terjadi kecuali jika terbunuh di dalam ketaatan. Maka urusan mereka itu wajib disikapi seperti yang telah kami terangkan.



Di antara yang menjadi dalil hal ini, yaitu sebuah riwayat shahih dan sudah tersebar dari Ali bahwasanya pembunuh anaknya Shafiyyah adalah di neraka. Karena Ali pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Berilah kabar gembira pembunuh putra Shafiyyah dengan api neraka!”



Jika memang seperti ini, maka ada sebuah keterangan yang menerangkan bahwa Thalhah dan Zubair tidak bermaksiat atas perintah jihad. Karena jika seperti ini, mana mungkin Rasulullah SAW berkata kepada Thalhah sebagai syahid? Dan juga beliau tidak mengatakan bahwa pembunuh Zubair akan masuk neraka.



Demikian pula dengan orang yang tidak ikut perang tidak karena salah persepsi, dan justru karena kebenaran yang menuntut mereka agar berjihad. Apabila seperti ini, maka kita tidak boleh melaknat atau memfasiqkan mereka dan menghilangkan keutamaan dan jihad mereka.




Related image   Related image  Related image





Sebagian para ulama ditanya perihal darah yang telah ditumpahkan oleh para sahabat (peperangan di antara para sahabat). Maka dia menjawab, “Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan,” (QS Al-Baqarah [02]: 134).



Demikian pula ada sebagian para ulama yang ditanya tentang hal tersebut (peperangan di antara para sahabat). Maka dia menjawab, “Itulah darah yang Allah SWT telah menyucikan tangan saya dari darah tersebut. Maka aku tidak mau mengotori lidahku dengan masalah ini.” Maksudnya berhati-hati agar tidak terperosok ke dalam kesalahan atau salah memberikan penilaian terhadap para sahabat.



Ibnu Furik berkata, “Di antara para ulama ada yang berkata bahwa pertikaian yang terjadi di antara para sahabat adalah seperti pertikaian yang terjadi antara saudara-saudara Yusuf dengan Yusuf. Tetapi saudara-saudara Yusuf ini tidak membuat Yusuf tersingkir dari kepemimpinan dan kenabian (Nabi Yusuf tetap menjadi Nabi dan Raja Mesir). Demikian pula halnya dengan pertikaian yang terjadi di antara para sahabat.”



Al-Muhasibi berkata, “Adapun dalam masalah darah (peperangan), kami kesulitan untuk menilai hal ini dikarenakan faktor perselisihan mereka (para sahabat)”. Al-Hasan Al-Bashri pernah ditanya tentang masalah peperangan di antara para sahabat. Beliau berkata, “Peperangan di antara para sahabat Rasulullah SAW itu kita tidak mengetahuinya. Mereka mengetahuinya dan kita tidak. Mereka berijma dan kita mengikutinya dan mereka berselisih faham, kita diam.” Al-Muhasibi berkata, “Kami pun berkata sama dengan perkataan Al-Hasan Al-Bashri. Kami tahu jika para sahabat lebih tahu daripada kami atas perkara yang mereka hadapi. Kami hanya mengikuti apa yang menjadi kesepakatan mereka. Kami diam atas apa yang mereka perselisihkan. Kami tidak membuat-buat opini. Karena kami tahu jika mereka telah berijtihad dan menginginkan Allah SWT (lillahi ta’ala). Kalau begitu, mereka itu tidak dituduh macam-macam dalam Islam ini. Kami hanya memohon taufiq kepada-Nya.”



Keempat, Sesungguhnya kewajiban kita dari sisi yang lain adalah harus menghadapi masa saat ini, daripada kita sibuk memikirkan masa lalu kita. Karena zaman kita sekarang ini penuh dengan berbagai macam musibah dan malapetaka yang menghadang para penggiat kebaikan (para reformis). Musibah ini harus kita hadapi; kita kerahkan segenap pikiran, hati dan anggota tubuh kita. Terutama pada saat ini yang sedang mewabahnya Zionisme dan kesombongan Amerika.



Saya pernah mendengar bantahan Syaikh Muhammad Al-Ghazali terhadap seseorang yang mendebatnya tentang masalah kejadian yang dialami para sahabat. Dia mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak berbobot, “Siapakah yang lebih berhak menjadi khalifah, Abu Bakar atau Ali?”



Syaikh menjawab, “Abu Bakar telah wafat, demikian pula Ali. Begitu pula kekhalifahan, kerajaan Bani Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah telah runtuh. Sampai kekhalifahan benar-benar tercabut dari negara-negara Islam. Sehingga kita semua dipimpin oleh orang-orang asing. Bukan Abu Bakar dan bukan Ali. Sampai kapan kita memperdebatkan masalah ini?”



Kelima, Sesungguhnya persoalan mencaci para sahabat pada dasarnya dari kacamata Islam sangatlah tidak terpuji. Karena seorang muslim itu bukan tipe pencela atau pelaknat. Al-Qur`an saja melarang kita mencaci berhala, karena khawatir bisa memancing emosi orang-orang musyrik. Akhirnya mereka mencaci Allah SWT, sebagai bentuk pembelaan atas tuhan-tuhan mereka. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan, tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan,” (QS Al-An’am [06]: 108).



Siapa saja yang membaca Sunnah Rasulullah SAW, maka dia akan menemukan ada banyak hadits yang melarang perbuatan mencaci. Misalnya di dalam kitab Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir ada beberapa hadits yang semuanya melarang perbuatan mencaci. Dimulai dari hadits nomer 7309 sampai dengan hadits nomer 7322. Di antaranya:



لا تسبوا أصحابي فو الذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا، ما بلغ مد أحدهم و لا نصيفه.

“Janganlah kalian mencaci para sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau saja ada salah seorang dari kalian yang berinfaq emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala) infaqnya ini tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengah mud (infaq para sahabat).” (Muttafaq Alaih)



لا تسبوا الأموات، فإنهم أفضوا إلى ما قدموا.

“Janganlah kalian mencaci orang-orang yang sudah meninggal dunia, sebab mereka telah sampai kepada apa yang mereka persembahkan.” (HR. Al-Bukhari)



لا تسبوا الدهر، فإن الله هو الدهر.

“Janganlah kalian mencaci zaman, sebab Allah lah zaman.” (HR.Muslim)



لا تسبوا الديك فإنه يوقظ للصلاة.

“Janganlah kalian mencaci ayam jago, sebab dia (suka) membangunkan manusia untuk shalat.” (HR Ahmad)



لا تسبوا الريح، فإنها من روح الله.

“Janganlah kalian mencaci angin, sebab angin adalah karunia Allah.” (HR Ahmad)



لا تسبي الحمى، فإنها تذهب خطايا بني آدم.

“Janganlah kalian (para ibu) mencaci demam, sebab demam bisa menghilangkan dosa-dosa anak Adam.” (HR Muslim) Saya sangat takjub dengan hadits yang berbunyi,



لا تسبوا الشيطان، وتعوذوا بالله من شره.

“Janganlah kalian mencaci setan. (tapi) berlindunglah kalian kepada Allah dari keburukannya.” (HR Tamam Ar-Razi di dalam kitab Al-Fawaid dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah, no.2422).



Sampai kepada setan pun, kita dilarang mencacinya. Tetapi kita diharuskan untuk berlindung kepada Allah SWT dari keburukannya. Sebab perbuatan mencaci itu adalah perbuatan negatif, sedangkan berlindung kepada Allah SWT dari keburukan setan adalah perbuatan positif.
 Related image Image result for fatwa imam yusof qardawi berkenaan syiah imammiah



Orang-orang Barat mengatakan, “Daripada mencaci gelap, lebih baik nyalakan lilin.” Maksudnya bahwa mencaci gelap tidak akan merubah suasana. Yang terbaik adalah engkau menyalakan sesuatu yang bisa menerangi jalanmu di kegelapan, walaupun hanya dengan nyala lilin yang sangat kecil.


Kemudian perbuatan cela mencaci itu tidak ada dasar tanggung jawabnya. Karena mencaci hal-hal buruk dan orang-orang kafir itu bukan sesuatu yang dianggap wajib di dalam Islam. Maksudnya jika hal ini tidak dikerjakan, maka akan mendapatkan hukuman dari Allah SWT.



Sebagian para imam (imam yang empat) berkata, “Andai saja ada seseorang yang berumur panjang, kemudian dia tidak pernah mencaci Fir’aun, Abu Jahal atau Iblis, maka orang ini tidak akan dihisab apa-apa di hari Kiamat atas sikapnya ini. Akan tetapi jika dia pernah melaknat seseorang yang tidak pantas dilaknat, walaupun hanya satu kali, tentu dia akan dihisab di hadapan Allah SWT di hari Kiamat: Mengapa engkau melaknatnya?” Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali berkata, “Orang mukmin itu bukan pencela. Maka tidak diperbolehkan lisan ini mengeluarkan kata-kata laknat, kecuali kepada seseorang yang mati di dalam kekufuran, atau terhadap orang-orang dengan sifat-sifat tertentu tanpa merinci orang-orangnya (dengan jelas). Menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah SWT adalah lebih baik. Kalau tidak bisa, maka diam akan lebih menyelamatkan.”


Makki bin Ibrahim berkata, “Kami pernah bersama Ibnu Aun. Maka mereka menceritakan kisah Bilal bin Abi Bardah. Maka mereka pun mulai melaknatnya, sedangkan Ibnu Aun hanya diam saja. Maka orang-orang berkata, “Wahai Ibnu Aun, kami hanya membicarakan perbuatan yang dia lakukan padamu!” Ibnu Aun menjawab, “Sesungguhnya ada dua kalimat yang akan keluar dari catatan amalku di hari Kiamat, yaitu tidak ada tuhan selain Allah, dan semoga Allah melaknat si fulan. Aku lebih suka kalimat tidak ada tuhan selain Allah yang keluar dari buku catatan amalku, daripada kalimat semoga Allah melaknat si fulan!”



Ibnu Umar berkata, “Manusia yang dibenci oleh Allah adalah orang yang suka mencaci dan mencaci.”



Kemudian perbuatan mencaci para sahabat sangat tidak pantas bagi seorang muslim. Karena para sahabat mempunyai hubungan dengan Rasulullah SAW. Karena para sahabat adalah teman-teman beliau dan mereka juga adalah lulusan dari madrasah beliau. Mereka langsung belajar dari Rasulullah SAW dan mereka juga menerima cahaya kenabian. Mereka juga menyaksikan turunnya Al-Qur`an dan menjadi pelaku sejarah. Merupakan hal yang wajar jika kemudian mereka menerima cahaya kenabian. Barangsiapa mencaci murid-murid terdekat seorang guru, maka seolah-olah dia itu mencaci guru mereka!



Oleh karena itu, para tabiin adalah orang-orang yang dekat dengan para sahabat dari sisi keutamaan mereka. Karena para tabiin ini telah belajar langsung dari para sahabat. Adapun orang-orang yang jauh dari tabiin ini, maka mereka pun jauh dari cahaya kenabian. Setiap zaman semakin jauh dari zaman yang lainnya.



Sebagaimana Rasulullah SAW telah memuji mereka para sahabat, baik secara umum maupun secara khusus di banyak hadits-haditsnya, sampai mencapai derajat mutawatir.



Sejarah lah yang telah menjadi saksi yang jujur atas keutamaan mereka. Mereka lah yang telah menghafal Al-Qur`an dan menukilkannya kepada kita secara mutawatir. Dan mereka juga yang telah meriwayatkan sunah Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan maupun kesepakatan-kesepakatan beliau.



Mereka juga lah yang telah melakukan pembebasan negeri lain dengan damai dan menyebarkan agama Islam sampai ke seluruh penjuru dunia. Andai bukan karena mereka, tentu sekarang ini kita semua bukanlah kaum muslimin. Mereka lah yang telah mengajarkan Islam kepada umat lain setelah mereka belajar langsung dari Rasulullah SAW.



Barangsiapa yang mau membaca sejarah mereka, maka dia akan menemukan sejarah para pemberani yang berakhlak yang tidak ada tandingannya di umat ini. Yang mana mereka dijadikan sebagai figur di dalam membentuk sebuah generasi. Ini lah yang terangkum di dalam kitab Hayatu Shahabah yang terdiri dari beberapa jilid karya Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi.



Buku ini sebagai tambahan atas kitab-kitab yang mengupas sejarah para sahabat, seperti Al-Isti’aab fii Ma’rifatil Ashaab, Asadul Ghaabah fii Ma’rifatish Shahaabah dan Al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah.



Saya sarankan untuk membaca kitab Muhibuddin Al-Khathib yang berjudul, Ma’ar Ra’iil Al-Awwal dan penjelasan kitabJiil Qur`ani Farid karya Sayyid Quthb di dalam kitabnya Ma’aalimu fith Thariiq. Dan kitab Abqariyyaat (orang-orang jenius) karya Abbas Al-‘Aqqad dari kalangan para sahabat dan kitab Akhbaar ‘Umar karya Syaikh Ali Ath-Thanthawi.



Adapun tuduhan mengkafirkan Syi’ah dengan dalih sikap mereka terhadap para sahabat, saya sendiri tidak berpendapat seperti itu. Karena mencap kkafir orang yang telah mengucapkan tidak ada tuhan selain Allah, adalah sebuah urusan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang ulama. Karena ucapan tahlil ini melindungi seseorang dari kekafiran. Saya adalah termasuk dari kalangan yang melarang dengan keras mengkafirkan orang lain. Walaupun tuduhan Syi’ah terhadap para sahabat itu sangat keji, tetapi tuduhan mereka itu tidak secara qath’i menjadikan diri mereka sebagai orang-orang kafir. Semua keraguan di dalam masalah ini harus ditafsirkan demi kebaikan seorang muslim yang wajib membawa dirinya ke arah kebaikan.



Kami hanya bisa mendoakan mereka, semoga Allah SWT memberikan mereka petunjuk-Nya kepada kebenaran dan Allah SWT mengampuni dosa-dosa mereka, karena Dia adalah Dzat yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.



Sumber: Buku berbahasa Arab, karya Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dengan judul Fataawaa Mu’aasharah, (Fatwa-fatwa Kontemporer), juz ke-4, penerbit Darul Qalam Kuwait, hal. 275-298.

Penterjemah: Dudung Ramdani, Lc
[1] Padahal semua ini adalah hadits-hadits palsu yang dibuat oleh mereka sendiri!

[2] Buku ini ditulis oleh seorang Syi’ah asal Mesir yang bernama Dr. Ahmad Rasim An-Nafis.

[3] Lihat kitab Al-Muntaqa min Minhajil I’tidal, karya Imam Adz-Dzahabi hal. 68.

[4] Lihat kitab Kasyful Asraar hal. 107. Juga lihat kitab Syahadat Khumaini fii Ashaabi Rasuulillaah karya Syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah, mantan khatib Masjidil Aqsha yang dicetak oleh Penerbit Daar Ummar Yordania.

[5] Silahkan merujuk ke kitab Dhuha Islam (Cahaya Islam), hal. 3 cetakan pertama.

[6] Di dalam sebuah kitab yang berjudul, Umat Islam; Adalah Nyata dan Bukan Angan-angan. Didistribusikan oleh Pustaka Wahbah di Mesir dan Yayasan Ar-Risalah di Libanon.

[7] Lihat buku kami yang berjudul, Penjelasan tentang Pendekatan antar Madzhab dan Golongan di Dalam Islam, hal. 8-39, penerbit Pustaka Wahbah Kairo cetakan pertama tahun 2008.

[8] Para ulama Syi’ah telah menyatakan bahwa syahadat ini tidak dikenal oleh mereka. Akan tetapi mereka membiarkan hal ini terjadi, dengan alasan takut orang-orang awam bergolak (terguncang).

[9] Lihat buku, Kebangkitan Islam di Antara Perbedaan yang Dibolehkan dan Perpecahan yang Terlarang, hal. 34-39 cetakan Dar Asy-Syuruq tahun 2001.

[10] Lihat buku, Prinsip-prinsip di Dalam Dialog dan Pendekatan Antara Aliran dan Madzhab di Dalam Islam, hal. 12 cetakan Pustaka Wahbah, Kairo.

[11] Hadits ini diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih: Al-Bukhari di dalam Bab Zakat, hadits no. 1400, Muslim di dalam Kitab Iman, hadits no. 21. Imam Ahmad di dalam Al-Musnad, hadits no. 8544, Abu dawud di dalam Bab Zakat, hadits no. 1556, At-Tirmidzi di dalam Kitab Iman, hadits no. 2607, An-Nasai di dalam Bab Zakat, hadits no. 2443 dan Ibnu Hibban di Kitab Fitnah, hadits no. 3927 dari Abu Hurairah RA.

[12] Silahkan merujuk ke kitab yang berjudul, As-Shaarim Al-Masluul, karya Ibnu Taimiyyah, juz 1 hal. 581.

[13] Yang dimaksud dengan putra Shafiyyah adalah Zubair bin Al-Awwam. Shafiyyah adalah bibi Rasulullah SAW.

[14] HR Ahmad di dalam Al-Musnad, hal. 618 dari Ali RA. Pentakhrij hadits ini berkata bahwa sanad hadits ini adalah hasan. HR Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, kitab Ma’rifatush Shahaabah, juz 3/414. beliau berkata, “Hadits ini shahih dari Amirul Mu`minin Ali”. Walaupun Ahmad dan Al-Hakim tidak mengeluarkan hadits ini dengan sanad seperti ini. Adz-Dzahabi menyetujui pula hadits ini. HR Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Kabir, juz 1/123 dan di dalam Al-Ausath juz 7/130.

[15] Tafsir Ath-Thabari, juz 16 hal. 321-322, cetakan Darul Kutub Al-Mishriyyah, Mesir.

[16] Ihya Ulumuddin 3/125-126, cetakan Darul Ma’rifat Beirut.



SYIAH MIRIP YAHUDI DAN MENGADAPTASI BANYAK KEPERCAYAAN AGAMA ORANG-ORANG KAFIR KEDALAM AJARANNYA:

Related image Related image  Image result for 33 persamaan syiah dengan yahudi


Tidak ada dari aspek mana pun yang tak sesat dari Syiah–baik aqidah, syariah, ataupun akhlak dan muamalah. Syiah adalah Yahudi yang menggunakan baju Islam. “Syi’ah adalah Yahudi dan Yahudi adalah Syi’ah”.

Syi'ah adalah produk Yahudi melalui tokoh munafik Abdullah bin Saba, dia adalah seorang pendeta yahudi yang berpura-pura masuk islam untuk menghancurkan Islam dari dalam, dia juga orang yang pertama mengisukan kalau Ali yang lebih berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah wafat, dia juga yang pertama kali mencela sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. menjadikan Syiah dan Yahudi memiliki banyak persamaan. Di antaranya:


1. Yahudi telah mengubah-ubah Taurat, begitu pula Syi’ah mereka punya Al-Qur’an hasil kerajinan tangan mereka yakni “Mushaf Fathimah” yang tebalnya 3 kali Al-Qur’an kaum Muslimin.Mereka menganggap ayat Al-Qur’an yang diturunkan berjumlah 17.000 ayat, dan menuduh Sahabat menghapus sepuluh ribu lebih ayat.

2. Yahudi menuduh Maryam yang suci berzina [QS. Maryam : 28], Syi’ah melakukan hal yang sama terhadap istri Rasulullah ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha sebagaimana yang diungkapkan Al-Qummi (pembesar Syi’ah) dalam “Tafsir Al-Qummi (II 34)”

3. Yahudi mengatakan, “kami tidak akan disentuh oleh api neraka melainkan hanya beberapa hari saja”. [QS. Al-Baqarah : 80] Syi’ah lebih dahsyat lagi dengan mengatakan, “Api neraka telah diharamkan membakar setiap orang Syi’ah”sebagaimana tercantum dalam kitab mereka yang dianggap suci “Fashl Kitab (hal.157)”

4. Yahudi meyakini, Allah mengetahui sesuatu setelah terjadinya sesuatu itu padahal Allah tadinya tidak tahu, begitu juga dengan Syiah. Orang-orang Syiah menyebutnya sebagai akidah al bada’. Abu Abdillah berkata, “Seseorang belum dianggap beribadah kepada Allah sedikit pun, hingga ia mengakui adanya sifat bada’ bagi Allah.” (Ushulul Kafi fi Kitabit Tauhid: 1/331).

Bayangkan, mereka menisbahkan kebodohan kepada Allah yang telah berfirman:

“Katakanlah, “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65)

Sementara di sisi lain, mereka berkeyakinan bahwa para imam mereka mengetahui segala ilmu pengetahuan dan tak ada sedikit pun yang samar baginya. Al Kulaini, seorang ulama paling terpercaya di kalangan Syiah berkata di dalam bukunya, “Bab bahwa para imam mengetahui ilmu yang telah dan akan terjadi, dan tidak ada sesuatu apa pun yang tersembunyi bagi mereka.” (Al Kafi: 1/261).

5. Yahudi beranggapan bahwa ucapan “amin” dalam shalat adalah membatalkan shalat. Syi’ah juga beranggapan yang sama.

6. Yahudi berkata, “Allah mewajibkan kita lima puluh shalat” Begitu pula dengan Syi’ah.

7. Yahudi keluar dari shalat tanpa salam,cukup dengan mengangkat tangan dan memukulkan pada lutut. Syi’ah juga mengamalkan hal yang sama.

8. Yahudi miring sedikit dari kiblat, begitu pula dengan Syi’ah.

9. Yahudi berkata “Tidak layak (tidak sah) kerajaan itu melainkan ditangan keluarga Daud”. Syi’ah berkata,” tidak layak Imamah itu melainkan pada ‘Ali dan keturunanannya”

10. Yahudi mengakhirkan Shalat hingga bertaburnya bintang-bintang di langit. Syi’ah juga mengakhirkan Shalat sebagaimana Yahudi.

11. Yahudi mengkultuskan Ahbar (‘ulama) dan Ruhban (para pendeta) mereka sampai tingkat ibadah dan menuhankan.Syi’ah begitu pula, bersifat Ghuluw (melampaui batas) dalam mencintai para Imam mereka dan mengkultuskannya hingga di atas kelas manusia.

12. Yahudi mengatakan Ilyas dan Finhas bin ‘Azar bin Harun akan kembali (reinkarnasi) setelah mereka bedua meninggal dunia. Syi’ah lebih seru, mereka menyuarakankembalinya (reinkarnasinya) ‘Ali, Al-Hasan, Al-Husain, dan Musa bin Ja’far yang dikhayalkan itu.

13. Yahudi tidak Shalat melainkan sendiri-sendiri, Syi’ah juga beranggapan yang sama, ini dikarenakan mereka meyakini bahwa tidak ada Shalat berjama’ah sebelum datangnya “Pemimpin ke-dua belas” yaitu Imam Mahdi.

14. Yahudi tidak melakukan sujud sebelum menundukkan kepalanya berkali-kali, mirip ruku. Syi’ah Rafidhah juga demikian.

15. Yahudi menghalalkan darah setiap muslim. Demikian pula Syi’ah, mereka menghalalkan darah Ahlussunnah.

16. Yahudi mengharamkan makan kelinci dan limpa dan jenis ikan yang disebut jariudan marmahi. Begitu pula orang-orang Syi’ah.

17. Yahudi tidak menghitung Talak sedikitpun melainkan pada setiap Haid. Begitu pula Syi’ah.

18. Yahudi dalam syari’at Ya’qub membolehkan nikah dengan dua orang wanita yang bersaudara sekaligus. Syi’ahjuga membolehkan penggabungan (dalam akad nikah) antara seorang wanita dengan bibinya.
 
Image result for 33 persamaan syiah dengan yahudi Related image  Related image

19. Yahudi tidak menggali liang lahad untuk jenazah mereka. Syi’ah Rafidhah juga demikian.

20. Yahudi memasukkan tanah basah bersama-sama jenazah mereka dalam kain kafannya demikian juga Syi’ah Rafidhah.

21. Yahudi tidak menetapkan adanya jihad hingga Allah mengutus Dajjal. Syi’ah Rafidhah mengatakan,”tidak ada jihad hingga Allah mengutus Imam Mahdi datang.

22. Yahudi menghalalkan harta kaum muslimin semuanya.Syi’ah juga demikian.

23. Orang-orang Yahudi membenci Jibril. Mereka mengatakan bahwa Jibril adalah musuh kita dari kalangan malaikat. Adapun Syiah berkata, Jibril telah keliru dalam menyampaikan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka juga berkata, “Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam telah berkhianat ketika menyampaikan wahyu kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal sepantasnya dan yang lebih berhak adalah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.”

Inilah Syiah, bagaimana bisa mereka menuduh Jibril ‘alaihis salam berkhianat, padahal Allah Azza wa Jalla telah menyifatinya dengan al amin (yang dapat dipercaya) dalam firman-Nya,
“Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al Amin (Jibril).” (QS. As-Syu’ara: 193)

24. Yahudi sangat keras memusuhi kaum Muslimin, firman Allah Azza wa Jalla, artinya:
“Pasti kamu akan dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al Maidah: 82)

Demikian pula dengan orang-orang Syiah, sangat memusuhi Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahkan menganggap mereka sebagai najis.

25. Yahudi dan Syiah, keduanya tidak bersifat adil dalam memberikan kecintaan dan kebencian. Di satu sisi, Yahudi bersifat ghuluw terhadap sebagian nabi dan orang-orang shaleh mereka. Mereka menempatkannya sebagai sembahan yang diagungkan. Seperti perkataan mereka yang dikutip dalam al Qur’an,
“’Uzair anak Allah.” (Qs. At-Taubah: 30)

Namun di sisi lain, mereka mencela sebagian nabi dan menuduh mereka sebagai penjahat. Demikian pula dengan Syiah, Anda dapat melihat mereka berlebih-lebihan mengagungkan Ali radhiyallahu ‘anhu dan sebagian keturunan beliau, bahkan menempatkan mereka sebagai sembahan dan berkeyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla bersatu dalam dzat mereka. Namun di sisi lain, mereka mencela sahabat dan kaum Muslimin. Menuduh mereka munafik dan kafir.

Meski banyak memiliki persamaan, Yahudi dan Nasrani telah selangkah lebih maju dari Syiah dalam hal etika. Ketika orang-orang Yahudi ditanya, “Siapa penganut terbaik agama kalian?” Mereka menjawab, “Sahabat-sahabat Musa.” Orang-orang Nashrani pun ditanya dengan pertanyaan yang sama, jawaban mereka, “Para penolong ‘Isa.” Dan ketika orang-orang Syiah ditanya, “Siapa pengikut paling durhaka dari agama kalian?” Mereka menjawab, “Sahabat-sahabat Muhammad.”

26. Kaum Yahudi juga meletakkan batu di depan mereka saat mereka melaksanakan ritualnya, sama seperti kaum Syiah.

27. Kaum Yahudi mencaci maki istri Nabi Musa ‘alaihi salam, Syiah juga mencaci maki istri Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam) Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallah ‘anha.”

28. Kaum Yahudi menggabungkan “shalat” (ritual) nya, maka Syiah pun menggabungkan “shalat”nya.

29. Syiah Imamiyah menetapkan 12 imam mereka untuk menyerupai jumlah pemimpin dari kalangan Bani Israil, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah: 12
.
30. Orang yahudi membagi manusia menjadi dua,yahudi dan umamiyyun .Umamiyyun artinya orang-orang yang bukan yahudi.Orang yang beriman hanyalah yahudi saja,sedang umamiyyun adalah orang-orang kafir.Sama hal nya dengan orang-orang syiah yang meyakini bahwa hanya merekalah kaum mukminin,sedang kaum muslimin yang lain adalah murtad dan tidak mendapatkan bagian islam sedikitpun.Syiah mengkafirkan kaum muslimin karena dianggap belum menjalankan ajaran al-Wilayah yang mereka yakini,karena ajaran ini termasuk dalam salah satu rukun islam mereka.Maka yang belum menjalankan ajaran al-Wilayah mereka nyatakan sebagai kafir,sama halnya seperti orang yang belum mengucapkan dua kalimat syahadat atau meninggalkan sholat.Al-Barqi dari Abu Abdillah alaihissalam,dia berkata : ” Tidaklah seorangpun berada diatas agama Nabi Ibrahim kecuali kita dan pengikut kita (rafidhah),sedang manusia yang lain adalah lepas darinya.Dan dalam kitab tafsir al-Qummi diriwayatkan dari Abu Abdillah alahissalam bahwa dia berkata : “tidaklah berada diatas agama islam orang yang bukan golongan kita dan bukan golongan mereka (syiah yang lain) sampai hari kiamat.

31. Orang-orang Yahudi memberikan kepemimpinan kepada anak keturunan Nabi Harun ‘alaihis salam, bukan keturunan Nabi Musa ‘alahis salam. Demikian pula orang-orang Syiah, mereka memberikan kepemimpinan kepada keturunan Al Husein radhiyallahu ‘anhu, bukan Al Hasan radhiyallahu ‘anhu.

Dalam riwayat orang-orang Syiah disebutkan, dari Hisyam bin Salim, dia berkata, “Aku berkata kepada Ash-Shadiq Ja’far bin Muhammad —‘alaihimas salam, manakah yang lebih utama Al Hasan atau Al Husein?” Maka dia berkata, “Al Hasan lebih utama dari Husein.” Aku berkata, “Lalu bagaimana bisa imamah setelah Al Husein ditampuk keturunan Al Husein, bukan keturunan Al Hasan?” Maka Ja’far berkata, “Sesungguhnya Allah —Tabaraka wa Ta’ala— menyukai jika sunnah Musa dan Harun berlaku kepada Al Hasan dan Al Husein —‘alaihimas salam. Apakah engkau tidak melihat bahwasanya Musa dan Harun itu keduanya adalah nabi? Demikian pula Al Hasan dan Al Husein, keduanya adalah imam. Tapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan nubuwwah bagi keturunan Harun, bukan Musa, walaupun Musa lebih afdhal dari Harun —‘alaihimas salam.”

32. Kaum Yahudi hanya menikmati tubuh-tubuh istri mereka untuk sementara, sama dengan Syiah dengan kawin mut’ahnya, bersifat sementara, yang hakikatnya adalah perzinahan.

33. Kaum Yahudi berpendapat berbohong itu dihalalkan, sedang Syiah dengan taqiyahnya juga menghalalkan dusta, bahkan bohong itu bisa jadi akidah yang mendapatkan pahala bagi yang melakukannya. Terutama berbohong untuk tidak mengaku sebagai Syiah, supaya umat percaya dulu sama mereka.

Meski banyak memiliki persamaan, syi'ah lebih buruk dari Yahudi dan Nasrani dalam hal etika.

'Aaamir bin Syarahbil As-Sya'bi rahimahullah (salah seorang imam dari para tabi'in yang bertemu dengan sekitar 500 sahabat, dan beliau wafat tahun 103 H) berkata:

وَفَضُلَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى عَلَى الرَّافِضَةِ بِخَصْلَتَيْنِ : سُئِلَتِ الْيَهُوْدُ مَنْ خَيْرُ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوا : أَصْحَابُ مَوْسَى،وَسُئِلَتِ الرَّافِضَةُ : مَنْ شَرُّ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ، وَسُئِلَتِ النَّصَارَى : مَنْ خَيْرُ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : حَوَارِيُّ عِيسَى، وَسُئِلَتِ الرَّافِضَةُ : مَنْ شَرُّ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : حَوَارِيُّ مُحَمَّدٍ، أُمِرُوا بِالاِسْتِغْفَارِ لَهُمْ فَسَبُّوْهُمْ

"Kaum Yahudi dan Nashoro lebih baik dari pada kaum syi'ah dari dua sisi. (*Pertama ) : Kaum yahudi ditanya, "Siapakah umat kalian yang terbaik?", mereka menjawab, "Para sahabat Musa". Dan kaum Rofidhoh ditanya, "Siapakah kaum terburuk dari umat kalian?", mereka menjawab, "Para sahabat Muhammad". Dan kaum Nashooro ditanya, "Siapakah umat kalian yang terbaik?", mereka menjawab, "Para pengikut setia 'Isa", dan kaum Rofidhoh ditanya, "Siapakah dari umat kalian yang terburuk?", mereka menjawab, "Para pengikut (sahabat) setia Muhammad".(*Kedua ) ; Mereka (kaum Rofidhoh) diperintahkan untuk memohonkan ampun bagi para sahabat malah mereka mencela para sahabat" (*berbeda dengan kaum yahudi dan nashoro yang malah memuji dan mendoakan para sahabat Musa dan sahabat Isa-pent) (Syarh Ushuul I'tiqood Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah, karya Al-Laalikaai hal 1462-1463, dinukil juga oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada tafsir surat Al-Hasyr ayat 10)

Asy-Sya'bi mengisyaratkan firman Allah:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٠)

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" (QS Al-Hasyr : 10).

Ini adalah setetes air dari luasnya samudra tentang kemiripan mereka dengan Yahudi, karena sesungguhnya Syi’ah merupakan aqidah campuran dari Yahudi, Nashrani, Persi (Majusi), Romawi dan Hindu. Mereka aduk unsur-unsur itu bagaikan adonan lalu dituangkan dalam satu cetakan kemudian diletakkan dalam suatu kemasan dan disajikan dengan nama “Syi’ah”.Maka jelaslah sudah, sebagaimana jelasnya mentari yang tak diselimuti awan bahwa “ Syi’ah adalah Yahudi dan Yahudi adalah Syi’ah”. Akan lebih jelas lagi bagi Anda tentang apa dan bagimana Syi’ah dalam andilnya menghancurkan Islam Serta membuka jalan bagi musuh-musuh Islam.

AWAS SYI'AH DI SEKITAR ANDA…!!!

Penyusun: Abu Syamil Humaidy
Posted: 11 Desember 2013
Repos : FP Syi'ah Bukan Islam (SBI)

Related image  Related image  Related image

Syiah mengadaptasi semua agama masuk kedalam agamanya dengan tujuan utk mengelirukan semua umat islam ASWJ dan masyarakat dunia.
Seni scupcture ini sebenarnya bertujuan untuk mempersendakan Islam. Jika dilihat, orang Yahudi dan Nasrani sedang memijak orang Islam yang sedang sujud solat. Karya seni yang dibuat oleh seniman Spanyol bernama Eugenio Mirno ini cukup memacu kontroversi iaitu dimana seperti yang terlihat pada gambar diatas. YAHUDI MARAH KETIKA MELIHAT KARYA SENI INI! Ada seorang yahudi tidak suka melihat "seni" ini, lalu seorang nasrani bertanya : " Kenapa Anda tidak suk... - Alivia Leyla Syafira - YAHUDI MARAH KETIKA MELIHAT KARYA SENI INI! Ada seorang yahudi tidak suka melihat "seni" ini, lalu seorang nasrani bertanya : " Kenapa Anda tidak suk... - Alivia Leyla Syafira.


Kesimpulan:
Demikianlah buruknya ajaran syi’ah dalam urusan Imammiyah yang sangat mereka agung-agungkan. Sesungguhnya ajaran yang demikian hinanya tidak mungkin bersumber dari wahyu. Dan Mahasuci Allah dari mensyariatkan ajaran yang demikian.
Tidak lain ajaran yang demikian adalah bersumber dari hawa nafsu. Baik karena dorongan syahwat atau sentimen terhadap kaum mukminin yang tidak sepaham dengan mereka. Hanya karena Amirul Mukminin Umar bin al-Khathab dengan tegas menerapkan keharamannya dalam kasus Amru bin Harits, lalu mereka mati-matian menghalalkan dan memerintahkannya. Maka tepat apa yang disampaikan para ulama ajaran Syi’ah dibangun di atas menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sesungguhnya akal sehat tidak bisa menerimanya, tapi kenapa mereka berusaha melestarikannya. Padahal mereka yang mengagungkan mut’ah tidak rela jika ibu mereka, istri mereka, anak perempuan mereka, atau saudari mereka dinikahi dengan cara mut’ah sesuai ketentuan dalam kitab-kitab mereka di atas. Semoga Allah menunjuki kita kepada jalan kebenaran, iaitu jalan hidupnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya dari kalangan shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.

Pengalaman atok:

Pada sekitar tahun 2010 yang lalu atok pernah didatangi sekumpulan pendakwah Syiah yang memang berasal dari Johor Bahru ni, kerana mereka berketurunan Said. Jadi mereka kata selalu memerhatikan kegiatan atok dan atok merupakan ‘insan pilihan’ mereka kerana mempunyai ramai anak buah. Jadi mereka pun mulalah menceritakan berkenaan ajaran Syiah yang mereka fikir sangat hebat. Mereka bercerita dengan taksub dan segala hujah disertakan hadis-hadis dari kitab-kitab rujukan mereka. Atok kira mereka ini telah dilatih untuk memesongkan akidah umat islam dengan sangat systematic. Tetapi mereka tidak mengatahui siapa sebenarnya atok ni dan atok hanya biarkan mereka bercakap seorang demi seorang.

Setelah semua habis bercakap, maka tibalah masanya atok menyoal mereka. Atok bermula dari sejarah Syiah, kemudian bagaimana menjadi Syiah kemudian berkenaan Revolusi Iran, lepas tu siapa dibelakang Ayahullah Khomeni, siapa sebenarnya Khomeni, apa doktrin Syiah, bagaimana ulama Sunni menolak Syiah, dimana penyelewingan Syiah dalam syariat islam dll. Sampai mereka semua pulak “kena dengar” hujah atok sampai mereka angkat tangan. Nampaknya mereka sudah silap orang ni… mereka dok ingat atok tak mengaji. Jadi tenaga pengajar tampa ilmu dan tauliah. Atok katakan kepada mereka, yg atok ni dah sampai level PhD pasal Syiah ni, atok pernah tinggal di Iran sampai kena halau, malahan atok dah menulis beberapa atikal di Indonesia berkenaan pekara ini didalam kitab-kitab yang diterbitkan oleh beberapa orang rakan sebagai perkongsian ilmu. Jadi mereka sudah menjadi kelang-kabut nak balek. Tetapi ada 3 orang dalam kumpulan itu yang kemudian berpatah balek kepada atok untuk mengatahui lebih lanjut. Akhirnya mereka itu telah bertaubat dan apabila Tok Guru Syeikh Ahmad Junaidin singgah di Johor ni, mereka atok suruh ambil talqin shadatai dengan tok guru.

Jadi sebenarnya mereka (orang Syiah) tu bukannya handal sangat. Suam-suam kuku je. Tak hebat mana pun nak berhujah sebab mereka hanya diajar ilmu-ilmu dalam Syiah tampa mengatahui isi dalaman berkenaan Islam keseluruhannya. Mereka tak boleh pun berhujah walaupun mereka telah bergelar Imam atau Maula atau sekalipun Ayahtullah. Tak cukup ilmu mereka untuk bertanding dengan ulama-ulama ASWJ dimana-mana forum atau perdebatan sekalipun, sebab kami hafal dengan hati sedangkan mereka tak menghafal pun kitab-kitab mereka. Mereka mencidok ilmu disana sini tak karuan. Itulah sebabnya ajaran baru Syiah ini menjadi caca-marba dan sesat. Contohnya seperti satu masakan tetapi banyak sangat tangan yang mencampurkan resepi masing-masing… apa jadi dengan masakan itu ??? Teingat cerita P. Ramli, 3 orang nak masak sup ayam, apa jadi hanya Azizi dan Sudin saja yang boleh makan… tapi lepas tu sakit perut !!!

Begitulah Syiah yang dah jadi ilmu rojak, bukan saja campuran dan penolakan ajaran sebanar Islam, malahan mereka mencedok pula ajaran Yahudi, Kristian, Hindu, Budha, Sikh, Majusi, Mutazilah, Teologi, Uluhiyah, Wahdahtulujud, Kominisma, Gay, LGBT dan lain-lain fahaman lagi,  masuk kedalam agama mereka. Boleh dikatakan semua fahaman sesat telah diadaptasi kedalam agama Syiah hingga ia kelihatan seperti satu agama pagan kuno penyembah Syaitan Iblis dan berhala. Selain itu ulama-ulama Syiah sebenarnya telah mengambil kesempatan keterlaluan kepada pengikut-pengikut mereka dari segi harta (bayaran zakat dan infaq harta dan wangringgit), dari segi kepuasan sex dengan bermutaah dengan sesiapa saja yang mereka sukai tampa boleh ditentang walaupun disisi undang-undang. Dari segi ekonomi negara pula, hanya golongan elit dan ulama-ulama sahaja yang dapat menguasi hasil bumi Iran dan pengeluaran produk-produk kepenggunaan umum, barangan import dan eksport. Malahan mereka mengujudkan puak-puak pembangkang dan melatih mereka dalam bidang ketenteraan serta membekal senjata kepada puak-puak itui untuk memberontak seperti apa yg telah berlaku di Iraq, Syria dan sekarang Yaman. Mereka ini jugalah yang menubuhkan puak-puak extrimis agama seperti al Qiadah, ISL dan lain-lain bertujuan untuik menakluk dunia. Terlalu banyak lagi penipuan Ulama-ulama Syiah ini jika hendak diketengahkan. Maka Syiah telah jauh sangat terpesong dan tak mungkin dapat bercantum semula dengan Sunni kecuali mereka bertaubat dan meninggalkan terus ajaran Syiah itu. Mereka telah terlalu jauh terjun kedalam lubang lumpur ciptaan Syiah dan tidak mungkin mereka dapat naik semula kedaratan yang selamat. Mereka akan terus saja berkubang seperti kerbau yang ditarek hidungnya dalam lumpur tersebut hingga hari kiamat.

Penutup:

Minta perlindungan dari Allah SWT supaya kita terhindar dari semua perbuatan Syiah dan Wahhabi kerana mereka inilah sebenarnya “Dua Tanduk Iblis” atau dua tanduk syaitan yang dimaksudkan didalam hadis-hadis Nabi saw yang telah atok kemukan dibanyak ruangan didalam atikal atok terutama didalam atikal “Sirah – Kematian, Akhirat dan Kiamat”. Mereka berselindung didalam agama Islam dan bukannya dari luar atau mencipta aliran agama sesat yang baru. Malahan ada diantara mereka amat fasih berkenaan hukum hakam dan syariat Islam. Tetapi bukannya untuk membentuk akhlak dan mengajar agama kearah kebenaran. Sebaliknya mereka menggunakan kepandaian mereka untuk menghancurkan akidah umat islam seluruhnya terutama kepada semua Ahli Sunnah Wal Jemaah atau Islam Sunni.
Related image Related image Related image
Ini adalah atikal kelima dan merupakan bab terakhir dalam permasaalahan Syiah ini. Terima kasih kerana sudi membaca atikal ini yang atok fikir supaya kamu faham apa sebenarnya yang ada didalam doktrin Syiah ini. Ia seperti juga Wahhabi yang mempunyai seorang tokoh yang telah dikudakan oleh Yuhudi kemudian meyusup masuk kedalam Islam dan ingin menghancurkan agama Islam dari dalam. Jika Wahhabi mempunyai Muhammad bin Abdul Wahab, maka Syiah pula mempunyai Abdullah bin Saba’ kemudian disambung pula oleh Khomeni sebagai badut dan talibarut Yahudi Zionis. Samalah juga dengan Wahabi yang diteruskan oleh keluarga di Raja Arab Saudi walaupun mereka tidak merbahaya seperti aliran Syiah ini tetapi melahirkan beberapa puak melitan merbahaya lainnya yang mengancam Negara-negara muslim yang lain.

Nota dari Atok:

Penolakan dan penafian oleh golongan Syiah sangat biasa di Iran dan di seluruh dunia kerana mereka mengamalkan taqiah untuk menyembunyikan semua keburukan Iran apatah lagi berkenaan Mullah dan Ayahyullah. Atok sendiri pernah merantau dan tinggal di Tehran dan juga di Qum bagi mencari maklumat yang mendapat berbagai tentangan dan tekanan. Hinggalah atok dihalau dari Iran pada 2005. Jadi tulisan atok dan juga  sahabat-sahabat atok ini adalah rujukan yang benar kerana kami kebanyakannya bertindak sebagai penyelidik, pejuang kebenaran dan penyasat persendirian (ditanah Iran itu sendiri) kepada ajaran sesat Syiah untuk mencari bukti dan membuka keburukan disebalik wayang Syiah itu dan mendedahkannya kepada dunia terutama kepada umat islam Sunni/ASWJ supaya tidak tertipu oleh mereka.

Jadi jika tulisan atok ini juga dibidas atau disangkal oleh penyokong kuat ajaran sesat Syiah walau dari mana pun mereka itu, maka tulisan ini adalah benar  dan lumrah bagi kami kerana kami telah pun berhadapan dengan tindakbalas mereka sejak mula lagi. Oleh itu pembaca usah risau dan bimbang kerana kita berada dipihak yang BENAR untuk mempertahankan akidah kita dan akidah umat islam Sunni atau ASWJ diseluruh dunia, terutama di Malaysia dan Indonesia.

Kalau di Indonesia mereka telah mendapat tempat kedalam masyarakat umum kerana sikap keterbukaan kerajaannya yang memberi mereka ruang dan bermaharajalela (diharap di Malaysia kegiatan mereka terus dibentras dan musnahkan), serta golongsn syiah itu juga menggunakan tektik kotor dengan ‘umpan’ Mutaah gadis-gadis jelita, wang dan biasiswa melanjutkan pelajaran ke Universiti-universiti atau maktab-maktab Syiah di Iran. Graduan-graduan dari sinilah yang menjadi talibarut Syiah dialam maya ini dan juga diluar untuk menangkis pendedahan keburukan mereka. Telah dikesan penolakan ini diberapa laman blog rakan-rakan seperjuangan kami yang ektif memperjuangan kebenaran daripada dakyah sesat Syiah yang amat merbahaya kepada diri kamu, keluarga kamu, masyarakat islam, kesatuan islam dan khususnya kepada Negara Islam. Berwaspadalah kamu semua daripada doktrin dan dakyah Syiah sesat ini supaya kamu terselamat dari fitnah akhir zaman bagi kehidupan dunia dan akhirat.


Sekarang telah atok buka semua rahsia yang tersembunyi didalam ajaran kedua-dua fahaman iaitu Wahabi dan Syiah. Tidak ada ruang lagi untuk mereka lari dan menipu kepada semua umat islam terutama kepada ASWJ atau Sunni. Dan kepada kamu semua yang telah mengikuti tulisan atok ini, jangan pula menjadi terpesong kepada ajaran seumpama ini kerana manusia ni sangat dainamik dan boleh saja bertukar arah (menyongsang, menongkag arus) walaupun telah kita dedahkan kemudaratan dan kerosakan kepada diri mereka, keluarga mereka dan Negara mereka, tetapi akan ada juga satu dua orang yang akan tersesat jalan dan kemudian memilih untuk menjadi kafir atau murtad, disebabkan terlalu pening dan tension dengan ajaran-ajaran dalam islam.  Inilah satu-satunya pekara yang tak boleh kita fahami kerana sememangnya “Hadiyah Hanya Dari Allah SWT Sahaja” dan Iman didalam hati kamu pun boleh tercabut bila-bila masa saja kerana “Iman Itu juga adalah milik Nya”. Dialah pemilik sebenar semua yang berada di Alam ini terutama setiap jiwa dan nyawa manusia samaada nak dijadikan ia sebagai seorang Muslim atau pun Kafir. Mudah-mudahan kita akan tetap teguh beriman didalam Islam dan manjadi umat Muhammad saw hingga kehari kiamat nanti.

Maka tamatlah siri berkenaan dengan masaalah Syiah ini. Nantikan tajuk-tajuk lain dalam laman atok ini diterbitan yang akan datang … InsyaAllah.

Wabillahitaufiq Walhidayah Wasalamuaalaikum Warahmatuallahi Wabarakatuh.

Sekian.

Atok zamany.