BAHAGIAN 2
SYEIKH MUGHYDEEN ABDUL QODIR JAILANI
(PERHATIAN:
HANYA UNTUK MURID2 SYEIKH MUGHYIDEEN ABDUL QADIR JAILANI SAHAJA. KEPADA YG
BELUM MENGAMBIL TALQIN WASILAH DRP SYEIKH DILARANG MEMBACA WARKAH INI)
TANDA-TANDA MENCAPAI MAQAM WALI BADAL MENURUT SYAIKH ABDUL
QADIR AL-JILANI
SETIDAKNYA ada dua ulama ahli hadis telah mengarang sebuah
kitab khusus yang menjelaskan dalil-dalil keberadaan para wali Badal. Mereka
adalah al-Hafidz as-Suyuthi dalam al-Khabar ad-Daal fi wujudi al-Quthbi wa al-Autaad
wa an-Nujabaa’ waal-Abdaal, dan al-Hafidz as-Sakhawi (Murid al-Hafidz Ibnu
Hajar) dalam Nadzmu al-La’al fi al-Kalaami ala al-Abdaal. Secara khusus beliau
menetapkan satu Bab tentang al-Abdaal (wali Badal) dalam kitab hadisnya
al-Maqaashid al-Hasanah dengan menyebut beberapa hadis yang hasan dan dhaif.
Diantaranya riwayat Abu Nuaim dalam al-Hilyah, bahwa sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepada kami tentang perilaku mereka
(wali Badal)! Rasulullah menjawab: Mereka pemaaf terhadap orang yang menzaliminya,
mereka berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadanya, dan mereka
saling menyambung dalam pemberian dari Allah kepada mereka”
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab berjudul Futuh
Al-Ghaib banyak menyebut tingkatan seseorang yang telah memasuki maqam wali
badal itu. Beliau juga memberikan resepi untuk mencapai maqam seperti itu.
Menjadi Milik Allah
Syaikh menulis, sungguh tiada sesuatu, kecuali Allah, sedang
dirimu adalah tandanya. Kedirian manusia bertentangan dengan Allah. Segala
suatu patuh kepada Allah dan milik Allah, demikian pula dengan kedirian
manusia, sebagai makhluk sekaligus milikNya.
Kedirian manusia itu pongah, darinya tumbuh dambaan-dambaan
palsu. Nah, jika kau menyatu dengan kebenaran, dengan menundukkan dirimu
sendiri, maka kau menjadi milik Allah dan menjadi musuh dirimu sendiri. Allah
telah bersabda kepada Nabi Daud as: “Wahai Daud, Akulah tujuan hidupmu, yang
tak mungkin kau elakkan. Karenanya berpegangteguhlah kepada tujuan yang satu
ini; beribadahlah sebenar-benarnya, sampai kau menjadi lawan keakuanmu,
semata-mata karena Aku.” (Menjauhi syirik kepada Allah dgn diri sendiri)
Maka keakrabanmu dengan Allah dan pengabdianmu kepadaNya
menjadi kenyataan. Lalu kau peroleh bagianmu Nan suci sungguh menyenangkan.
Dengan demikian kau dicintai dan terhormat, dan segala sesuatu mengabdi dan
takut kepadamu, karena semua tunduk kepada Tuhan mereka, dan selaras denganNya,
karena Dia adalah Pencipta mereka, dan mereka mengabdi kepadaNya. Firman Allah:
“Dan tak ada sesuatu pun melainkan bartasbih memujiNya, tetapi kamu tak
mengerti tasbih mereka.” (QS 17:44).
Maka segala sesuatu di alam raya ini menyadari keridhaanNya,
dan menaati perintah-perintahNya. Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung
berfirman: “Lalu Ia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Hendaklah kamu berdua
datang dengan suka ataupun terpaksa’, Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan
suka hati.'” (QS 41:11).
Jadi, segala pengabdian kepadaNya terletak pada penentangan
terhadap kedirian. Allah berfirman: “Dan janganlah engkau turuti hawa nafsumu,
karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS 38:26). Allah juga
berfirman: “Hindarilah hawa nafsumu, karena sesungguhnya tak ada sesuatu pun
yang menentangKu di seluruh kerajaanKu, kecuali nafsu jasmani manusia.”
Suatu ketika Abu Yazid Bustami bermimpi bertemu Allah, dan
bertanya kepadaNya: “Bagaimana cara menjumpaiMu?” JawabNya: “Buanglah keakuanmu
dan berpalinglah kepadaKu”. “Lalu”, lanjut sang Sufi, “aku keluar dari diriku
bagai seekor ular keluar dari selongsong tubuhnya.”
Jadi, segala kebajikan terletak pada memerangi kedirian dalam
segala hal dan segala keadaan. Karena itu, jika berada pada kesalehan,
tundukkanlah kedirian, hingga kau terbebas dari hal-hal terlarang dan syubhat
dari pertolongan mereka, dari ketergantungan kepada mereka, dari rasa takut
terhadap mereka atau dari rasa iri terhadap milikan duniawi mereka.
Lalu jangan mengharapkan sesuatu dari mereka, baik hadiah,
kemurahan, atau pun sedekah. Karenanya bila kau bergaul dengan seorang kaya,
jangan mengharapkan kematiannya demi mewarisi hartanya. Maka, bebaskanlah
dirimu dari ikatan makhluk, dan anggaplah mereka itu pintu gerbang yang membuka
dan menutup. Atau pohon yang kadang berbuah dan kadang tidak. Ketahuilah,
peristiwa semacam itu terjadi oleh satu pelaksana, dirancang oleh satu
perancang, dan Dialah Allah, sehingga kau beriman pada Keesaan Allah.
Pelajaran ini dalam
kajian mengenal diri ajaran mana-mana Tariqat untuk menlenyapkan syrik kepada
Allah dengan menduakan Dia dengan diri kamu sendiri. Maka mujahadah dan suluk
berterusan akan membuat hati dan fikiran kamu MENIDAKKAN DIRIMUA DAN
MENGISBATKAN SEMUANYA KEPADA ALLAH dalam semua bentuk pemilikan kepada dunia
baik dalam bentuk apa sekali pun termasuklah diri kamu sendiri. Setelah kamu
itu bebas sepenuhnya dari keakuan ini barulah kamu menyampai kepada tujuan
hidup yang sebenar. Pesrah sepenuhnya kehadrat Allah SWT.
FAHAMAN JABARIYAH DAN
QADARIYAH
Selanjutnya Syaikh Abdul Qadir menyatakan jangan pula
melupakan upaya manusiawi, agar tak menjadi korban keyakinan kaum fatalis
(Jabariyah), dan yakinlah bahwa tak suatu pun terwujud, kecuali atas izin Allah
Ta’ala. Karena itu, jangan Anda puja upaya manusiawi, karena yang demikian ini
melupakan Tuhan, dan jangan berkata bahwa tindakan-tindakan manusia berasal
dari sesuatu. Bila demikian, berarti kau tak beriman, dan termasuk dalam
golongan Qadariyah.
"Hendaknya kau katakan, bahwa segala aksi makhluk adalah
milik Allah, inilah pandangan yang telah diturunkan kepada kita lewat
keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah pahala dan hukuman,"
katanya.
Dan laksanakan perintah-perintah Allah yang berkenaan dengan
mereka (manusia), dan pisahkanlah bagianmu sendiri dari mereka dengan
perintahNya pula, dan jangan melampaui batas ini, karena hukum Allah itu pasti
menentukanmu dan mereka; jangan menjadi penentu diri sendiri. Kemaujudanmu
bersama mereka merupakan takdirNya. TakdirNya merupakan ‘kegelapan’, maka
masukilah ‘kegelapan’ ini dengan pelita sekaligus penentu; Iaitu Kitab Allah
(Al Qur’an) dan Sunnah Rasul. "Jangan tinggalkan kedua-duanya. Tapi bila
di dalam pikiranmu melintas suatu gagasan, atau kau menerima ilham, maka tundukkanlah
mereka kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul," lanjutnya.
Bila kau dapati larangan dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul
tentang yang terlintas pada benakmu dan yang kau terima melalui ilham, maka kau
mesti menjauhi gagasan dan ilham semacam itu. Yakinilah bahwa gagasan dan ilham
itu berasal dari syaitan yang terlaknat. Dan jika Kitab Allah dan Sunnah Rasul
membolehkan gagasan dan ilham itu – semisal pemenuhan keinginan-keinginan yang
dibolehkan hukum, seperti makan, minum, berpakaian, menikah, dan lain-lain –
maka jauhilah pula gagasan dan ilham itu, jangan menerimanya.
Ketahuilah, hal itu merupakan dorongan hewanimu, karenanya,
tentanglah dan musuhilah hal itu. Bila kau dapati tiadanya larangan atau
pembolehan di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul, tentang yang kau terima, dan
kau tak mengerti -semisal kau diminta pergi ke tempat tertentu, atau menemuhi
seseorang yang soleh, padahal melalui karunia ilmu dan pencerahan dari Allah
kepadamu, kau tak perlu pergi ke tempat itu, atau menemui orang soleh itu maka
bersabarlah, jangan dulu melakukan sesuatu, dan bertanyalah kepada dirimu
sendiri: “Benarkah ini ilham dari Allah dan mesti aku laksanakan?” Adalah
Sunnah Allah, mengulang-ulang ilham semacam itu, dan memerintahkanmu untuk
segera berupaya atau menyibakkan isyarat semacam itu bagi para ahli hikmah –
suatu isyarat yang hanya bisa dimengerti oleh para wali yang arif dan para
badal yang teguh. Karena itu, kau mesti tak segera berbuat, sebab kau tak tahu
akibat dan tujuan akhir urusan, cobaan, bahaya dan sesuatu rancangan gaib
dariNya.
Maka bersabarlah, sampai Allah Sendiri melakukannya bagimu.
Bila tindakan itu atas kehendakNya, dan kau diantarkan ke maqam itu, maka bila
cobaan menghadangmu, kau akan melewatinya dengan selamat, karena Allah takkan
menghukummu atas tindakan yang dikehendakiNya sendiri, namun Ia akan
menghukummu atas keterlibatan langsungmu dalam kemaujudan suatu hal.
Dua Hal
Syaikh Abdul Qadir menjelaskan menaati perintah itu meliputi
dua hal.
Pertama, mengambil dari sarana penghidupan duniawi
sebatas keperluanmu, dan mesti menghindari segala pemanjaan kesenangan jasmani,
rampungkanlah semua tugas-tugasmu, dan ikatlah dirimu kepada penghalauan segala
dosa, yang nyata dan yang tersembunyi.
Kedua, berhubungan dengan perintah-perintah
tersembunyi, iaini Allah tak menyuruh hambaNya untuk mengerjakan sesuatu, dan
tak pula melarangnya. Perintah seperti ini berkaitan dengan hal-hal yang padanya
tak ada hukum yang jelas; iaini hal-hal yang tak tergolong terlarang dan tak
terwajibkan, dengan kata lain ‘tak jelas’, yang di dalamnya manusia diberi
kebebasan penuh untuk bertindak, dan hal ini disebut mubah. Dalam hal ini tak
boleh mengambil prakarsa (siasatan), tetapi menunggu perintah yang bertalian
denganNya. Bila menerima perintah itu, ia taati. Dengan demikian semua gerak
dan diamnya menjadi demi Allah. Jika ada kejelasan hukumnya, ia bertindak
selaras dengannya. Bila tak ada kejelasan hukumnya, ia bertindak atas dasar
perintah-perintah tersembunyi.
Melalui ini, ia menjadi seteguh orang memperoleh hakikat.
Bila kau telah sampai pada kebenaranNya. Kebenaran yang disebut pencelupan
(mahwu) atau peleburan (fana), berarti kau berada pada maqam badal yang patah
hati demi Dia, suatu keadaan yang dimiliki muwahhid, orang yang tercerahkan
rohaninya, orang arif, yang adalah amir para amir, pengawas dan pelindung umat,
khalifah dari Yang Maha Pengasih, kepercayaanNya (Alaihimussalam). Untuk
menaati perintah, kau harus melawan kedirianmu, dan bebas dari ketergantungan
kepada segala kemampuan dan kekuatan, dan mutlak harus terhindar dari segala
kemauan dan tujuan duniawi dan ukhrawi.
"Dengan demikian, kau menjadi abdi Sang Raja, bukan abdi
kerajaanNya, bukan abdi perintahNya, bukan pula abdi kedirian. Kau seperti bayi
dalam asuhan alam, atau mayat yang dimandikan, atau pasien tak sadarkan diri di
hadapan sang dokter, dalam segala hal yang berada di luar wilayah perintah dan
larangan," demikian kata Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
KISAH TEROMPAH SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI YANG BUAT PEROMPAK
MATI KETAKUTAN
Hari itu tercatat sebagai Ahad 3 Safar 555 H. Syaikh Abdul
Qadir al-Jilani baru saja selesai berwudhu. Dengan terompah yang masih basah
dia berjalan menuju sajadahnya yang telah terhampar di lantai masjid. Beliau
menunaikan salat Sunnah dua rakaat sementara beberapa muridnya duduk penuh
ta'zim menunggu tak jauh dari sang mursid itu berada.
Setelah mengucap salam dan baru saja melafalkan beberapa
zikir , tiba-tiba ia melontarkan terompahnya ke angkasa sambil berteriak keras,
belum lagi terlenyap keterkejutan para santri, Syaikh kembali lagi melemparkan
terompah yang satunya kembali ke angkasa, sepasang terompah itu pun lenyap di
angkasa, kemudian sang mursid melanjutkan zikir kembali seolah-olah tak terjadi
apa-apa.
Bagi yang belum tahu, terompah adalah lapik kaki yang dibuat
dari kulit, karet atau kayu yang dilengkapi dengan tali kulit sebagai penguat,
atau kayu bertudung bulat, tempat ibu jari kaki dan jari kaki tengah menjepit.
Dua puluh tiga hari kemudian, dua santrinya yang bernama
Syaikh Abu Usman dan Syaikh Muhamad Abdul Haqqi dikejutkan dengan kedatangan
serombongan khafilah dagang di pintu gerbang madrasah mereka. Mereka menyatakan
ingin bertemu dengan sang guru untuk menyampaikan nazar.
Syaih Abu Usman pun menghadap Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
menyampaikan pesan tamunya. Dengan tenang Syaikh mengatakan pada Abu Usman agar
menerima apa yang akan diberikan tamunya. Khafilah tersebut memberikan hadiah
terdiri atas perhiasan emas dan pakaian dari sutera, serta sepasang terompah
tua yang sangat dikenal oleh kedua murid Syaikh Abdul Qadir sebagai terompah
gurunya. “Bagaimana terompah guru kami berada di tangan kalian?” tanya keduanya
kehairanan.
Pemimpin kafilah itupun bercerita. Pada 3 shafar 555 H,
mereka dihadang gerombolan perampok di sebuah gurun pasir di luar Jazirah Arab.
Karena ketakutan, semua anggota-anggotanya melarikan diri meninggalkan sebagian
barang dagangan mereka. Namun tiba-tiba mereka berhenti, karena di depan mereka
mulut jurang menganga lebar. Sementara gerombolan perampok semakin mendekat
sambil sorak sorai mereka mengejar anggota kafilah yang membawa lari sia-sia
dagangan.
Para anggota kafilah terheran-heran dan saling berpandangan.
Dengan takut mereka mengikuti si perampok sampai di tempat semula mereka
meninggalkan barang dagangan, mereka menyaksikan pemandangan yang lebih aneh
lagi. Dua orang ketua mereka tewas dengan kepala luka parah. Di sebelah
masing-masing tergeletak sebuah terompah yang masih basah, sementara sebagian
anggota perampok terduduk lemas dengan wajah ketakutan. Menurut salah seorang
perampok ketika mereka tengah berpesta-ria, tiba-tiba sebuah terompah melesat
dan menghantam salah seorang kepala begal. Belum hilang keterkejutan mereka,
tiba-tiba sebuah terompah lagi melesat dan menghantam kepala pemimpin begal
lainnya keduanya tewas seketika. “Melesatnya terompah itu diiringi dengan
teriakan yang keras yang membuat lutut kami gemetar dan terduduk lemas,”
katanya.
Pada pengikut Syaikh Abdul Qadir menyebut kisah tersebut
sebagai karamah beliau. Dan masih banyak lagi kisah karamah penggagas tarekat
Qadiriyyah yang mendunia ini. Bahkan, dalam salah satu manaqibnya, An-Nurrul
Burhan Fi Manaqib Sultanil Awliya‟ Syaikh Abdil Qodir Al-Jilani, terdapat satu
bab khusus yang mengisahkan beberapa karamah khusus sang wali yang disaksikan
oleh beberapa orang. Karamah-karamah Syaikh memang melegenda, hingga tak jarang
masyarakat awam menyebutkan namanya sebagai upaya mendapatkan keluarbiasaan
atau kesaktian. Beberapa perguruan tinggi beladiri Islam konon menjadikan
bacaan Syaikh Abdul Qodir sebagai ritual untuk menyempurnakan ilmu kesaktian.
Apa boleh buat anggota kafilah itu pun pasrah, di tengah
ketakutan yang mencekam, pemimpin kafilah itu berdoa, ”ya Allah, dengan berkah
Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, selamatkanlah kami. Jika selamat kami bernazar
kami akan memberikan hadiah pada beliau.” Ajaib tiba-tiba sorak sorai para
perampok itu berhenti, berganti dengan teriakan histeris ketakutan. Dan sesaat
kemudian sepi, hening. Tak lama setelah itu kepala perampok mendatangi kafilah
dagang dengan wajah ketakutan. Katanya dengan suara gemetar terbata-bata,
”Saudaraku, ikutlah aku, ambilah kembali barang-barang kalian yang kami rampok,
dan tolong ampuni kami”.
SYAIKH ABDUL QADIR ISLAMKAN 100,000 PENJAHAT, 5,000 ORANG
KRISTEN DAN YAHUDI
NAMA besar Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani mulai melejit di Baghdad pada tahun 521 H/1127 M, saat usianya 50
tahun. Beliau dikenal sebagai ahli hukum --pembawa faham Hambali-- bukan
sebagai ahli tasawuf atau pun seorang sufi.
John Spencer Trimingham (17
November 1904 – 6 March 1987) dalam bukunya berjudul The Sufi Orders in Islam
merinci, Al-Jilani mengajar di madrasah pada hari Jum’at pagi dan Isnin petang.
Sementara Ahad pagi digunakan di surau. Ajaran al-Jilani membawa pengaruh besar
terhadap masyarakat luas. Banyak kalangan Kristen dan Yahudi yang masuk Islam
karena dakwah dan ajarannya. Disebutkan bahwa para murid yang hadir dalam
majlisnya mencapai 70,000 orang.
Jika mengajar, al-Jilani duduk di
kursi yang tinggi. Beliau mesti berbicara lantang dan keras agar semua muridnya
yang banyak itu bisa mendengar suaranya. Abul Husein Ali Husni Nadwi dalam
Kitab Rijal al-Fikri wa’l-Da’wah fi’l-Islam mengutip Syaikh Umar al-Kaisani
mengatakan, bahwa majelis pengajian al-Jilani dipenuhi oleh orang-orang Islam
dari mualaf kalangan Kristen dan Yahudi , bekas para perampok, pembunuh dan
para penjahat.
Dia menyebutkan bahwa al-Jilani
telah mengislamkan orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih dari 5000 orang dan
menundukkan (menyadarkan) lebih 100,000 orang dari kalangan penjahat.
Hanya saja, Imam Adz-Dzahabi
menyebutkan dalam kitabnya Siyar A‟lamin Nubala, dan menukilkan perkataan
Syaikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus (bukan 5000) orang masuk Islam
lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.” Al-Nadwi
juga menulis aktivitas keseharian al-Jilani hampir tidak mengenal istirahat. Di
siang dan malam hari ia selalu mengadakan pengajian. Materi yang disampaikan
meliputi, tafsir, hadis, usul fiqh dan ilmu lain yang berkaitan dengannya.
Selesai salat zuhur ia memberikan
fatwa yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum. Di sore hari sebelum salat Maghrib,
beliau membagi-bagikan roti kepada fakir miskin. Sesudah salat Maghrib selalu
makan malam, karena ia berpuasa sepanjang tahun. Sebelum berbuka beliau menjamu
makan malam tetangganya. Sesudah salat isya’ berliau beristirahat sejenak di
kamarnya sebagaimana layaknya tradisi para wali. Ia mencurahkan waktu siang
harinya untuk mengabdi pada umat manusia, sementara di malam harinya untuk
mengabdi pada penciptanya.
Rendah Hati
Al-Jilani mempunyai kepribadian
yang tinggi. Ia sangat rendah hati (tawadhu’) kapada sesamanya. Akhlaknya mulia
dan lapang dada. Kerendahan hatinya bisa ditandai dengan keakrabannya dalam
pergaulannya dengan anak-anak, para fakir miskin dan tetangganya. Ketakwaannya
kepada Allah SWT, senantiasa tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. Mengenai
keluhurannya pribadinya, Haradah orang sezamannya mengatakan: “Saya tidak
pernah melihat seseorang yang sangat mulia, lapang dada, rendah hati, dapat
dipercaya seperti Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Ia sangat memperhatikan
anak-anak dan juga orang tua”.
Imam al- Isybili berkomentar, bahwa
al-Jilani figur yang berwibawa, cepat menangis karena ingat Allah dalam
berzikir, lembut hati, dermawan, dalam ilmunya, serta luhur budinya. Demikian
pula al-Baghdadi menyanjungnya dengan menyebutnya, bahwa ia jauh dari perbuatan
keji (fakhsya’ wa munkar), dekat dengan kebenaran serta dekat kapada Allah SWT.
Al-Jilani pernah mengatakan, bahwa amal yang paling utama adalah memberi makan
kepada orang miskin, dan paling mulia adalah berbudi luhur. Selanjutnya ia
mengatakan, seandainya dunia ini menjadi miliknya, maka akan diberikan kepada yang
lapar. Dan disebutkan dalam “Qalaid al-Jawahir”, bahwa setiap malam ia menyuruh
membentangkan tikar untuk makan bersama-sama tamu dan bergaul bersama kaum
lemah.
SETANGKAI BUNGA DI PINTU RUMAH SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
'JALAN' ini diadakan oleh para
pengikut Syaikh Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, daerah Gilan,
sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia tahun 1166, dan menggunakan
terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang
Rosicrucia di Eropah. Idries Shah dalam bukunya berjudul The Way of the Sufi
dan diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi "Jalan Sufi:
Reportase Dunia Ma'rifat" menyebutkan ringkasan berikut, termasuk materi
pelajaran tradisional dari disiplin Qadiriyah dan juga beberapa pokok ucapan
atau teguran Abdul Qadir sendiri.
TANAMAN
Pada pintu masuk rumah Abdul Qadir
Gilani (al-Jilani) suatu hari terlihat setangkai bunga di dalam sebuah pot. Di
bawahnya ada sebuah catatan: "Cium ini dan tebak apakah ini". Masing-masing
orang (muridnya) yang masuk telah diberi alat tulis dan telah diminta untuk
menulis jawabannya, jika dia mau, untuk teka-teki kata tersebut. Di akhir hari
itu, Abdul Qadir membawa sebuah kotak berisi jawaban kepada seorang muridnya.
Dia berkata: "Setiap orang yang telah menjawab 'sekuntum mawar' boleh
tinggal jika dia menginginkan untuk meneruskan pelajaran. Seseorang yang tidak
menulis apa-apa, atau sesuatu yang lain dari 'sekuntum mawar', dipecat."
Seseorang bertanya, "Apakah
tak dapat dihindarkan menggunakan cara-cara dangkal itu untuk memutuskan
kecocokan bagi hal-hal bersangkutan dengan murid?" Guru agung menjawab,
"Aku tahu jawaban-jawaban kalian, tetapi saya ingin memperlihatkan kepada
semua yang lain, bahwa pernyataan-pernyataan yang dangkal, mengisyaratkan
sifat-sifat batin." Dan dia segera setelah itu membawa kepada kelompoknya
suatu daftar nama-nama dari masing-masing orang yang telah menulis 'sekuntum
mawar'. Hal ini menggambarkan suatu makna dari ungkapan, "Kewajaran
merupakan mata rantai menuju Kebenaran." Apa yang telah dilihat Abdul
Qadir 'di dalam' dapat diperlihatkan 'ke luar'. Dengan cara ini, dan untuk
alasan ini, adalah suatu jenis tertentu dari tingkah laku yang diinginkan dari
para muridnya.
PENCURI, PEMILIK TOKO DAN HUKUMAN
Seorang pencuri memasuki sebuah
toko. Ketika dia berada di dalam, sebuah bor yang tajam di atas sebuah papan
yang ditinggalkan pemilik toko, menusuk matanya, dan membuatnya buta. Si
pencuri pergi kepada hakim, berkata: "Hukuman untuk pencurian adalah
penjara, tetapi hukuman untuk suatu kelalaian yang menyebabkan rusak atau luka
sebelah mata adalah sedapat mungkin ganti rugi." "Dia telah datang
untuk mencuri dariku," kata pemilik toko membela diri. "Itu akan
ditangani oleh pengadilan yang lain," kata hakim, "dan tidak berhubungan
dengan kita di sini."
"Jika engkau mengambil semua
milikku," kata si pencuri, "keluargaku akan menderita kelaparan
sementara aku dalam penjara. Itu jelas tidak adil terhadap mereka." "Maka
aku akan memerintahkkan untuk mencopot sebelah mata pemilik toko sebagai
pembalasan," kata sang Hakim. "Tetapi jika kau melakukan itu,"
kata pemilik toko, "Aku akan kehilangan lebih banyak daripada si pencuri,
dan hal itu tidak sebanding. Aku seorang ahli permata, dan kehilangan sebelah
mata akan menghancurkan kemampuanku untuk bekerja."
"Sungguh baik," jawab
sang hakim, "karena hukum harus adil, dan tanpa harus menderita lebih
banyak daripada seharusnya, dan karena seluruh masyarakat bersama-sama
menanggung dalam keuntungan dan kerugian dari beberapa anggotanya, bawa seorang
yang hanya membutuhkan sebelah mata --seorang pemanah, misalnya -- dan ambil
sebelah matanya yang lain." Demikianlah
yang terjadi.
BUNGA MAWAR DAN ANGGUR DARI BAGHDAD
Idries Shah dalam bukunya berjudul
The Way of the Sufi dan diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi
" Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat" menyebutkan Hadrat Syaikh
Abdul Qadir khususnya dalam pengaruhnya terhadap keadaan-keadaan spiritual,
disebut 'Ilmu Pengetahuan Keadaan'. Pekerjaannya telah digambarkan dalam
istilah yang berlebih-lebihan oleh para pengikutnya bahwa laporannya secara
pribadi memperlihatkan kemiripan dengan definisi-definisi yang mereka miliki
sendiri tentang karakter seorang guru sufi. Semangat untuk mengerjakan yang
berlebihan terhadap teknik-teknik menggembirakan hampir pasti menjadi sebab
keadaan yang memburuk dari tarekat Qadiriyah. Hal ini mengikuti suatu pola umum
dalam diri para penggikut, apabila hasil dari suatu kondisi pikiran yang
berubah menjadi suatu tujuan dan bukan suatu cara atau alat yang diawasi oleh
seorang ahli. Ringkasan berikut, menurut Idries Shah, termasuk materi pelajaran
tradisional dari disiplin Qadiriyah dan juga beberapa pokok ucapan atau teguran
Abdul Qadir sendiri.
BUNGA MAWAR DARI BAGHDAD
Semua kaum darwis menggunakan bunga
mawar (ward) sebagai suatu lencana dan simbol dari persamaan bunyi (rima) dari
kata wird (latihan konsentrasi-mengingat Allah). Abdul Qadir, pendiri tarekat
Qadiriyah, termasuk dalam suatu peristiwa yang memberinya julukan Mawar dari
Baghdad. Hal itu dikaitkan bahwa Baghdad telah demikian penuh dengan para guru
kebatinan (mistik), ketika Abdul Qadir tiba di kota, maka diputuskan untuk
mengiriminya sebuah pesan. Kaum mistik oleh karena itu mengirimkan kepadanya,
di pinggiran kota, sebuah bejana yang diisi penuh dengan air. Maksudnya sudah
jelas: "Cawan Baghdad sudah penuh".
Meski musim kemarau dan di luar
musim, Abdul Qadir telah menghasilkan bunga mawar yang berkembang penuh, yang
dia letakkan di atas air dalam bejana tersebut, menunjukkan kekuatannya yang
luar biasa dan juga bahwa masih ada tempat bagi dirinya. Ketika tanda-tanda ini
telah dibawa kepada mereka, kumpulan kaum kebatinan tersebut berteriak,
"Abdul Qadir adalah mawar kami," dan mereka pun cepat-cepat
mengantarkannya ke kota.
ANGGUR
Seseorang telah menanam anggur,
dikenal sebagai suatu jenis baru yang menghasilkan buah anggur yang siap
dimakan hanya setelah berumur tiga puluh tahun. Demikianlah yang terjadi, dia
menanamnya, Sultan melintas, berhenti dan berkata: "Engkau seorang yang
luar biasa optimis jika engkau berharap hidup hingga anggur itu berbuah." "Mungkin
tidak akan," jawab orang itu, "tetapi setidaknya para penggantiku
akan hidup mengambil keuntungan dari pekerjaanku, sebagaimana kami semua
mengambil untung dari kerja para pendahulu kita." "Kalau
begitu," jawab sang Penguasa, "apabila beberapa pohon anggur telah
berbuah, bawa beberapa diantaranya kepadaku. Itu jika kedua diantara kita telah
lolos dari pedang kematian yang menggantung di atas kita sepanjang waktu."
Dia pun pergi.
Beberapa tahun kemudian pohon
anggur tersebut telah mulai menghasilkan buah anggur yang lezat. Orang tersebut
mengisi sebuah keranjang besar dengan buah anggur pilihan dan pergi ke istana. Sang
Sultan menerimanya dan memberinya sebuah hadiah emas yang banyak. Kabar pun
segera tersiar, "Seorang petani yang tak berharga telah diberi sejumlah
emas yang banyak sebagai ganti untuk sekeranjang anggur." Seorang
perempuan dungu mendengar hal ini, dengan segera mengisi sebuah keranjang
dengan buah anggur miliknya dan membawanya sendiri ke penjaga istana, lantas
berkata; "Aku meminta ganjaran yang sama dengan yang telah diterima
laki-laki tadi pagi. Ini buah anggurku. Jika sultan memberi uang untuk
buah-buahan, ini buah-buahan itu."
Kabar tersebut telah sampai kepada
sang Sultan, yang kemudian menjawabnya: "Orang yang berbuat dengan meniru
dan sombong menegaskan kekurangannya akan penyelidikan terhadap keadaan yang
mereka coba untuk menirunya, karenanya usir dia." Orang perempuan itu telah
mengirim buah anggurnya, tetapi dia demikian jengkel karena dia tidak
bersusah-susah untuk menanyakan kepada sang 'penumbuh' anggur, apa yang
sesungguhnya terjadi.
KELOMPOK SUFI, KETIKA KEMATIAN BUKAN KEMATIAN, DAN KAMAR
PINJAMAN
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti,
'orang Syria', lahir di awal abad kesepuluh. Pengikut-pengikutnya berkembang
dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah
('Orang-orang Bertujuan').
Idries Shah dalam bukunya berjudul
The Way of the Sufi menjelaskan komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt,
Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis
pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan
memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang,
untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda,
sebuah permulaan yang penting.
BERIKUT SEJUMLAH MATERI YANG MEWAKILI INSTRUKSI DAN TRADISI
CHISYTIYAH.
Kelompok Sufi
Sekelompok Sufi ditugaskan oleh
guru mereka ke sebuah wilayah, dan menempati sebuah rumah. Untuk menghindari
perhatian yang tidak diinginkan, hanya satu orang yang bertugas -- Pemimpin --
mengajar publik. Sisanya, mengemban tugas sebagai pelayan di rumahnya. Ketika guru ini meninggal, komunitas
tersebut menyusun kembali tugas-tugas mereka, menyatakan diri mereka sebagai
mistik lanjutan.
Tetapi penduduk wilayah tersebut tidak hanya mencela mereka
sebagai peniru, tetapi mengatakan, "Memalukan! Lihat Bagaimana mereka
merampas dan membagi warisan Guru Agung. Mengapa, pelayan-pelayan menyedihkan
ini sekarang bahkan berperilaku seolah mereka kaum Sufi!" Orang-orang
awam, dengan pengalaman pemikiran yang kurang, tanpa sarana apa pun menghakimi
situasi tersebut. Oleh karena itu, mereka cenderung menerima para peniru
belaka, yang mengekor kepada guru dan menolak mereka yang benar-benar membawa
karya mereka.
Ketika seorang guru meninggalkan komunitas, karena meninggal
atau sebab lain, mungkin kegiatannya diharapkan untuk dilanjutkan -- atau mungkin
pula tidak. Merupakan suatu ketamakan orang awam, kalau mereka selalu
menganggap bahwa kelanjutan tersebut memang diinginkan. Merupakan kebodohan
relatif mereka, kalau tidak dapat melihat sebuah kelanjutan, jika mengambil
bentuk lain daripada bentuk sederhana.
Ketika Kematian Bukan
Kematian
Seorang laki-laki diyakini telah meninggal, dan disiapkanlah
penguburan, ketika itu ia bangun kembali. Laki-laki itu kemudian duduk, tetapi
tampak sangat terkejut melihat pemandangan sekitarnya, dan pingsan lagi.
Kemudian ia dimasukkan dalam keranda, dan upacara pemakaman dimulai. Ketika
mereka tiba di kuburan, ia sadar lagi, mengangkat penutup keranda dan berteriak
minta tolong. "Tidak mungkin ia hidup lagi," ujar para pelayat.
"Karena ia sudah dinyatakan meninggal oleh ahli yang berwenang."
"Tetapi aku hidup!" teriak laki-laki tersebut. Ia
pun lalu minta tolong kepada seorang ilmuwan dan ahli hukum ternama yang ikut
hadir. "Sebentar," ujar sang ilmuwan. Kemudian ia berbalik kepada
para pelayat, dan menghitung mereka. "Sekarang, kita sudah mendengar
sebuah pernyataan kematian. Kalian, lima puluh saksi mata, katakan kepadaku apa
yang kalian anggap benar!" "Ia sudah mati," ujar para saksi. "Kubur
dia!" jawab sang ahli. Maka laki-laki itu pun dikuburkan.
Kamar Pinjaman
Seorang laki-laki membutuhkan wang, dan satu-satunya cara
untuk mendapatkannya adalah dengan menjual rumah. Tetapi bagaimanapun ia tidak
ingin berpisah dengan semua miliknya. Melalui kontrak perjanjian dengan pemilik
baru, laki-laki tersebut setuju bahwa ia akan memiliki satu kamar yang lengkap
dan tidak terkunci, di mana ia dapat menyimpan semua miliknya setiap saat.
Pertama, ia menyimpan benda kecil di kamarnya, dan memeriksanya
tanpa mengganggu siapa pun. Ketika ia berubah pekerjaan dari waktu ke waktu, ia
menyimpan barang-barang dagangannya di sana. Pemilik baru tersebut tetap tidak
keberatan.
Akhirnya ia mulai menyimpan kucing-kucing mati di kamarnya,
sampai seluruh isi rumah merasa tidak nyaman karena bau busuk yang menyegat. Pemilik
rumah membawa masalah ini ke pengadilan, tetapi hakim memutuskan bahwa gangguan
tersebut tidak melanggar kontrak perjanjian. Akhirnya, mereka menjual rumah itu
kembali ke pemilik semula, dengan kerugian yang besar.
JALAN SUFI (salah satu contoh)
INSTRUKSI DAN TRADISI CHISYTIYAH (Naqsyabandiyah): Misteri
Kaum Sufi?
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti, 'orang Syria', lahir di
awal abad kesepuluh. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis
para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang
Bertujuan').
Idries Shah dalam bukunya berjudul The Way of the Sufi
menjelaskan komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya
menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari
tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah
kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan
orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda, sebuah permulaan yang
penting.
Berikut sejumlah materi yang mewakili instruksi dan tradisi
Chisytiyah.
BAGAIMANA MANUSIA
MENINGKATKAN DIRINYA?
Ada dua hal: baik dan sesuatu yang harus menjadi baik
realitas dan realitas semu. Ada Tuhan dan manusia. Jika manusia mencari
Kebenaran, ia harus memenuhi syarat untuk menerima kebenaran. Ia tidak
mengetahui ini. Akibatnya, meyakini keberadaan Kebenaran, ia beranggapan
dirinya mampu menerimanya. Ini tidak berkaitan dengan pengalaman, tetapi
melanjutkan keyakinan. Setelah giliranku, misalnya, orang akan terus
menggunakan bagian-bagian dari apa yang sudah biasa dianggap sebagai alat
berhubungan dengan kebenaran, menggunakannya seperti mantera atau jimat, untuk
membuka gerbang. Mereka akan bermain dan mendengar musik, merenungkan tokoh
tertulis, berkumpul bersama, sederhana karena sudah melihat hal-hal ini
berlangsung.
Tetapi seninya ada di dalam penyatuan unsur yang benar, yang
membantu manusia menjadi layak atas hubungannya dengan Kebenaran sejati, bukan
peniruan yang tak berarti. Ingatlah selalu bahwa ilmu (ilm) untuk mempengaruhi
jembatan antara sisi luar dan sisi dalam, jarang sekali dan diturunkan hanya
kepada sedikit orang. Tidak dapat dihindari, akan banyak sekali orang lebih
suka meyakinkan diri sendiri yang pada kenyataannya kurang berpengalaman,
daripada menemukan pemberi intisarinya. (Hadrat Mu'inuddin Chisyti)
MISTERI KAUM SUFI (Naqsyabandiyah):
Nyanyian Urdu ini dinyanyikan oleh pengikut pemimpin Chisyti
di abad kesembilanbelas, Sayid Mir Abdullah Shah, yang bermukim di Delhi.
Maksudnya adalah menunjukkan bahwa Sufi dikenal melalui sesuatu yang mereka
bagi, sesuatu yang tidak dapat digambarkan melalui nama, ritual atau
tanda-tanda kebesaran; kendati semuanya sesuai dengan kesatuan batiniah manusia
yang misterius.
Aku melihat manusia bebas duduk di tanah
Di bibirnya sebatang ilalang,
Jubahnya robek, tangannya letih.
Dapatkah yang satu ini menjadi Pilihan Agung?
Ya, Temanku, itulah Dia!
Syeikh Sa'di Baba, Sultan Arif Khan, Syah Waliyullah al-Amir
Tiga gelombang dari satu lautan.
Tiga raja dalam jubah pengemis.
Dapatkah mereka menjadi 'Pilihan Tertinggi?
Ya, Wahai Temanku, semuanya adalah Dia!
Semuanya Dia, Semuanya Dia, Semuanya Dia!
Muslim, Hindu, Kristen, Yahudi dan Sikh.
Bersaudara dalam perasaan tersembunyi -
Namun siapa yang tahu bagian dalamnya? ...
Wahai Sahabat dari Gua!
Mengapa kapak, mangkuk-mengemis?
Mengapa kulit domba, tanduk dan topi?
Mengapa batu di atas pengikat pinggang?
Lihat: ketika dalam darahmu mengalir anggur
Semua adalah Dia, Temanku, adalah Dia!
Semuanya Dia, Temanku, adalah Dia!
Apakah engkau pergi ke puncak gunung?
Apakah engkau duduk di suatu tempat?
Mencarinya ketika Sang Guru tiba,
Mencari permata di dalam tambang!
Semuanya Dia, temanku, sahabat, Semuanya Dia!
TRADISI CHISYTIYAH: KAUM SUFI ADALAH PEMBOHONG
Berikut sejumlah materi yang
mewakili instruksi dan tradisi Chisytiyah.
Kaum Sufi Adalah Pembohong
Kedudukan kaum Sufi seperti orang
asing di sebuah negeri, seperti tamu di sebuah rumah. Siapa pun dalam kemampuan
masing-masing berpikir pada mentalitas lokal. Sufi sejati adalah orang yang
'sudah berubah' (abdal), berubah menjadi bagian penting Sufisme. Orang awam
tidak berubah; sebab itu membutuhkan kepura-puraan. Seseorang yang pergi ke
suatu negeri di mana telanjang adalah sesuatu yang dihormati, dan mengenakan
pakaian dianggap tidak terhormat. Supaya tetap eksis di negeri tersebut, ia
harus melepas pakaiannya. Jika ia mengatakan, "Mengenakan pakaian adalah
yang terbaik, telanjang tidaklah terhormat," ia meletakkan dirinya pada
sisi luar masyarakat negeri yang ia kunjungi.
Oleh karena itu, apakah ia akan
tinggal atau -- jika ia bermanfaat di sana -- akan menerima atau menunda.
Apabila pokok bahasan tentang kebaikan mengenakan pakaian atau lainnya
diperdebatkan, ia mungkin harus berpura-pura. Karena ada pertentangan kebiasaan
di sini. Bahkan terdapat pertentangan yang lebih besar, antara berpikir
kebiasaan dan berpikir bukan kebiasaan. Kaum Sufi, karena berpengalaman, dalam
berhubungan dengan lainnya, begitu banyak, mengetahui tingkatan eksistensi yang
tidak dapat dinilainya dengan argumen, walaupun seluruh argumen sudah pernah
dicoba oleh seseorang pada suatu waktu, sesuatu yang sudah berlaku serta
dianggap sebagai 'akal sehat'. Kegiatannya, seperti seorang seniman, mengurangi
ilustrasi tersebut.
Pendapat Unta
Suatu ketika, seorang laki-laki
bertanya pada seekor unta, mana yang lebih disukainya, pergi ke tempat tinggi
atau rendah. Unta menjawab, "Apa yang penting bagiku bukan tempat tinggi
atau rendah -- tetapi bebannya!"
Sumpah
Seorang laki-laki yang terganggu
pikirannya bersumpah, bahwa kalau masalahnya terpecahkan ia akan menjual
rumahnya dan memberikan semua keuntungannya kepada orang miskin. Waktunya tiba,
ketika sadar maka ia haruslah memenuhi sumpah tersebut. Akan tetapi dia sendiri
tidak ingin mengeluarkan banyak uang. Oleh karena itu, dicarinya jalan keluar.
Ia pun meletakkan tulisan rumah
dijual dengan harga sekeping uang perak. Termasuk seekor kucing. Harga untuk
binatang ini sepuluh ribu keping uang perak. Seseorang membeli keduanya, rumah
dan kucing. Maka laki-laki yang telah bersumpah tersebut memberikan sekeping
uang perak, hasil penjualan rumah, kepada orang miskin, sedangkan sepuluh ribu
keping perak sisanya dikantonginya sendiri. Banyak pikiran orang bekerja
seperti ini. Mereka memutuskan mengikuti suatu ajaran; tetapi menafsirkan
hubungan mereka dengannya untuk keuntungan diri sendiri.
Tentang Musik
Mereka tahu kalau kita mendengar
musik, dan kita merasakan sesuatu yang tersembunyi di dalamnya. Maka mereka
bermain musik dan memasukkan diri mereka sendiri pada 'keadaan'. Tahu bahwa
setiap pembelajaran harus memiliki semua persyaratannya, bukan sekadar musik,
pemikiran, konsentrasi. Ingat: Kesia-siaan adalah perahan susu yang luar biasa
dari seekor sapi yang menendang tuannya. (kata Mu'inuddin Chisyti)
SUFISME BEKERJA DENGAN BAHAN-BAHAN YANG TERLIHAT DAN TIDAK
KELIHATAN
IDRIES Shah dalam The Sufis
menekankan sufi menentang kalangan intelektual murni dan para pemikir
skolastik, karena mereka percaya bahwa pelatihan pikiran dengan cara obsesif
dan satu jalur pemikiran semacam itu justru membahayakan pikiran. Demikian pula, mereka sangat menentang
orang-orang yang mengira bahwa semua persoalan itu bersifat intuitif dan
asketis. Padahal Maulana Jalaluddin Rumi menekankan keseimbangan dari semua
kemampuan itu.
Kesatuan pikiran dan intuisi yang
akan melahirkan pencerahan dan perkembangan yang dicari oleh para sufi itu
didasarkan pada cinta -- tema yang ditekankan oleh Rumi ini tidak bisa
dipaparkan secara lebih baik kecuali melalui berbagai tulisannya sendiri,
kecuali jika ia berada di dalam dinding-dinding aktual dari sebuah madzhab
sufi. Seperti intelektualisme yang
bekerja dengan bahan-bahan yang nyata, sufisme bekerja dengan bahan-bahan yang
terlihat dan tidak. Jika ilmu dan skolastisisme selalu mempersempit cakupannya
ke dalam bidang kajian yang semakin sempit, maka sufisme tetap menggunakan
setiap bukti kebenaran yang melandasinya, di mana pun hal itu bisa ditemukan.
Kekuatan asimilasi dan kemampuan
untuk membangkitkan simbolisme, cerita dan pemikiran dari dasar arus sufistik
ini telah menyebabkan para komentator (bahkan di Timur) merasa sangat kagum dan
menjadikan masa lalu sebagai sesuatu yang baru. Mereka menelusuri asal-usul
sebuah cerita di India, sebuah pemikiran di Yunani dan sebuah latihan spiritual
di kalangan Shaman. Unsur-unsur ini dengan senang hati mereka himpun di meja,
pada akhirnya untuk menyediakan amunisi dalam perjuangan di mana para lawannya
adalah di antara mereka sendiri.
Atmosfir unik dari madzhab-madzhab
sufi ditemukan dalam Matsnawi dan Fihi Ma Fihi. Tetapi dua karya ini oleh para
eksternalis dianggap membingungkan, kacau dan ditulis secara longgar. Idries Shah mengatakan adalah benar bahwa
kedua kitab ini sebagian merupakan pembimbing yang harus digunakan dalam
hubungannya dengan ajaran dan praktik sufi yang sesungguhnya -- kerja,
pemikiran, kehidupan dan seni. Namun bahkan seorang komentator yang menerima
kenyataan atmosfir ini sebagai sengaja diciptakan dan yang mengulang penilaian
sufi dalam buku, memperlihatkan dirinya sendiri dalam hubungan personal menjadi
agak kebingungan terhadap semua hal itu.
Selain itu harus dikatakan bahwa ia
memandang dirinya sebagai seorang sufi, meskipun tidak diakui oleh metode sufi
mana pun. Di bawah pengaruh orang-orang semacam ini, study Barat tentang
sufisme dan sekarang dalam periode kebangkitan yang luar biasa, telah menjadi
sedikit lebih sufistik, meskipun ia masih harus menempuh jalan panjang. Menurut
Idries Shah, "sufi intelektual" merupakan kegemaran mutakhir di
Barat.
AJARAN SUFI HANYA BOLEH DILAKUKAN OLEH SEORANG SUFI SAHAJA
(Mahkota Sufi Mullah
Nashruddin)
IDRIES Shah dalam The Sufi
menyatakan banyak dari cerita Mullah Nashruddin menjelaskan kenyataan bahwa
biasanya orang mencari pencapaian mistis dengan mengharapkan hal itu diperoleh
melalui pemahaman mereka sendiri, dan oleh sebab itu secara umum menutup diri
mereka sendiri dari pencapaian tersebut sebelum memulainya.
Tidak seorang pun bisa berharap
untuk sampai mengetahui apa sesungguhnya pencerahan itu dan meyakini bahwa ia
bisa mencapainya melalui suatu jalan yang telah ditetapkan dengan baik yang
bisa dibentuk sejak awal. Inilah inti persoalan yang digambarkan pada cerita
tentang perempuan dan gula berikut ini:
Ketika Nashruddin menjadi hakim,
seorang perempuan menemuinya dengan membawa anaknya. "Anak ini,"
tutur si ibu, "terlalu banyak makan gula. Aku tidak bisa membiarkannya
melakukan hal itu. Oleh sebab itu, aku meminta Anda secara resmi melarang
memakannya, sebab ia tidak akan mematuhiku!" Nashruddin mengatakan
kepadanya untuk kembali dalam waktu seminggu lagi. "Sekarang," ucap
Nashruddin kepada si anak. "Aku melarangmu memakan gula lebih dari jumlah
ini setiap hari!"
Pada akhirnya perempuan tersebut
menanyakan kepadanya, mengapa begitu lama diperlukan sebelum sebuah perintah
sederhana bisa diberikan. "Sebab aku harus membuktikan apakah aku sendiri
dapat menghentikan kebiasaan makan gula sebelum memerintahkan orang lain
melakukannya." Permintaan perempuan tersebut, selaras semata-mata
didasarkan pada anggapan-anggapan tertentu. Pertama, bahwa keadilan bisa dilaksanakan
semata-mata dengan memberikan perintah. Kedua, bahwa sesungguhnya seseorang
bisa makan sedikit gula sebagaimana yang ia inginkan kepada anaknya. Ketiga,
bahwa sesuatu itu bisa disampaikan kepada orang lain oleh seseorang yang tidak
terlibat langsung dengan sesuatu tersebut.
Cerita ini bukan sekadar suatu cara
mengubah "redaksi" pernyataan, "Kerjakan seperti yang kukatakan,
bukan seperti yang kulakukan!" Jauh dari wujud ajaran etis, ini merupakan
suatu keharusan yang tidak bisa ditawar.
Ajaran Sufi hanya bisa dilakukan
oleh seorang Sufi, bukan oleh seorang teoritisi atau eksponen intelektual.
Karena sejalan dengan realitas-sejati, maka Sufisme tidak bisa dibuat secara
dekat untuk menyerupai apa yang kita anggap sebagai realitas, tetapi ia
benar-benar merupakan aturan yang didasarkan atas pengalaman nyata yang lebih
mendasar.
Sebagai contoh, kita cenderung
melihat peristiwa-peristiwa secara sepihak. Kita juga beranggapan tanpa suatu
pembenaran, bahwa suatu peristiwa terjadi seolah-olah hal itu terjadi pada
suatu "ruang hampa". Dalam hakikatnya, semua peristiwa terkait dengan
peristiwa-peristiwa lainnya. Hanya ketika kita telah mengalami keterkaitan
dengan organisme kehidupan itulah kita bisa memahami pengalaman mistis.
Jika Anda melihat tindakan yang Anda
lakukan, atau yang dilakukan orang lain, menurut Idries Shah, Anda akan
menemukan bahwa hal itu didorong oleh salah satu dari berbagai stimulan; dan
Anda juga menyadari bahwa hal itu bukan suatu tindakan yang
"terkecil" -- ia memiliki akibat-akibat, kebanyakan justru yang tidak
Anda harapkan.
JALAN SUFI (satu lagi contoh)
IMAM AL-GHAZALI: KARYA-KARYANYA MENDAHULUI ZAMANNYA
FILOSUF dan sufi abad keduabelas,
Imam al-Ghazali, mengutip dalam bukunya, Book of Knowledge, ungkapan dari
al-Mutanabbi: "Bagi orang sakit, air manis terasa pahit di mulut." Idries
Shah dalam The Way of the Sufi, yang diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita
Masyitha menjadi Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat menilai dengan sangat
bagus, ungkapan tersebut diambil sebagai moto Imam al-Ghazali.
Delapan ratus tahun sebelum Pavlov,
ia menjelaskan dan menekankan (acapkali dalam perumpamaan yang menarik, kadang
dalam kata-kata 'modern' yang mengejutkan) masalah pengondisian. Sekali pun
Pavlov dan lusinan buku serta laporan studi klinis dalam perilaku manusia sudah
dibuat sejak perang Korea, menurut Idries Shah, para siswa umum, dihadapkan
pada masalah-masalah pemikiran tidak menyadari kekuatan indoktrinasi.
"Indoktrinasi, dalam
masyarakat totalitarian, merupakan suatu ketetapan yang diinginkan dan
selanjutnya menjadi keyakinan masyarakat tersebut. Dalam pengelompokan lain,
kehadirannya tidak mungkin ada bahkan dicurigai. Inilah yang membuat hampir
setiap orang mudah menyerangnya," tuturnya.
Karya Imam al-Ghazali tidak hanya
mendahului zamannya, tetapi juga melampui pengetahuan kontemporer mengenai
masalah-masalah tersebut. Pada waktu opini disampaikan secara tertulis,
dipisahkan apakah indoktrinasi (jelas maupun terselubung) diinginkan atau
sebaliknya, juga apakah mutlak atau tidak.
Menurut Idries Shah, Imam
al-Ghazali tidak hanya menjelaskan apakah orang-orang yang menciptakan
kepercayaan, kemungkinan dalam keadaan terobsesi; dengan jelas ia menyatakan,
sesuai dengan prinsip-prinsip sufi, bahwa hal itu bukannya tidak dapat
dielakkan mutlak, tetapi menegaskan bahwa hal itu esensial untuk manusia agar
dapat mengenalinya. Buku-bukunya dibakar oleh kaum fanatik Mediteranian dari
Spanyol sampai Syria. Sekarang ini memang tidak dilempar ke dalam api, tetapi
pengaruhnya, kecuali di antara kaum sufi, mulai melemah; buku-buku tersebut
tidak lagi banyak dibaca.
Menurutnya, perbedaan antara opini
dan pengetahuan adalah sesuatu yang dapat hilang dengan mudah. Ketika hal ini
terjadi, merupakan kewajiban atas mereka yang mengetahui perbedaan tersebut untuk
menjelaskannya seboleh mungkin. Sekali pun penemuan-penemuan, psikologi dan
ilmu pengetahuan Imam al-Ghazali, dihargai secara luas oleh bermacam kalangan
akademis, tetapi tidak diperhatikan sebagaimana mestinya, karena ia
(al-Ghazali) secara spesifik menyangkal metode ilmiah atau logika sebagai
sumber asli atau awal.
Menurut Idries Shah, Imam Ghazali
berada pada pengetahuannya melalui pendidikan sufismenya, di antara kaum sufi,
dan melalui bentuk pemahaman langsung tentang kebenaran yang sama sekali tidak
berhubungan dengan intelektual secara mekanis. Tentu saja, kata Idries Shah
lagi, hal ini membuatnya berada di luar lingkaran kalangan ilmuwan. "Apa
yang lebih menimbulkan penasaran adalah bahwa temuan-temuannya begitu
menakjubkan hingga orang akan berpikir, bahwa para penyelidik ingin mengetahui
bagaimana dia telah menempuh atau mendapatkannya," ujarnya.
'Mistisisme' dijuluki dengan
sebutan yang buruk seperti seekor anjing dalam sebuah peribahasa, jika tidak
dapat digantung, setidaknya boleh diabaikan. Ini merupakan ukuran pelajaran
psikologi: terimalah penemuan seseorang jika engkau tidak dapat menyangkalnya.
Sebaliknya, abaikan metodenya jika tidak mengikuti keyakinanmu akan metode. Jika
Imam al-Ghazali tidak menghasilkan karya yang bermanfaat, secara alamiah ia
akan dihargai hanya sebagai ahli mistik, dan membuktikan bahwa mistisisme tidak
produktif, secara edukatif maupun sosial.
Pengaruh Imam al-Ghazali pada
pemikiran Barat diakui sangat besar dalam semua sisi. Tetapi pengaruh itu
sendiri menunjukkan hasil suatu pengondisian; para filosuf Kristen abad
pertengahan yang telah banyak mengadopsi gagasan al-Ghazali secara sangat
selektif, sepenuhnya mengabaikan bagian-bagian yang telah memperlakukan
kegiatan indoktrinasi mereka. Upaya membawa cara pemikiran al-Ghazali kepada
audiens yang lebih luas, daripada kepada sufi yang terhitung kecil jumlahnya,
merupakan perbedaan final antara keyakinan dan obsesi. Ia menekankan peran
pendidikan dalam penanaman keyakinan religius, dan mengajak pembacanya untuk mengamati
keterlibatan suatu mekanisme.
Ia bersikeras pada penjelasan,
bahwa mereka yang terpelajar, mungkin saja dan bahkan sering, menjadi bodoh
fanatik, dan terobsesi. Ia menegaskan bahwa, di samping mempunyai informasi
serta dapat mereproduksinya, terdapat suatu pengetahuan serupa, yang terjadi
pada bentuk pemikiran manusia yang lebih tinggi. Kebiasaan mengacaukan opini
dan pengetahuan, adalah kebiasaan yang sering dijumpai setiap hari pada saat
ini, Imam al-Ghazali menganggapnya seperti wabah penyakit.
Dalam memandang semua ini, dengan
ilustrasi berlimpah serta dalam sebuah atmosfir yang tidak kondusif bagi
sikap-sikap ilmiah, Imam al-Ghazali tidak hanya memainkan peranan sebagai
seorang ahli diagnosa. Ia telah memperoleh pengetahuannya sendiri dalam sikap
sufistik, dan menyadari bahwa pemahaman lebih tinggi -- menjadi seorang sufi --
hanya mungkin bagi orang-orang yang dapat melihat dan menghindari fenomena yang
digambarkannya.
Imam al-Ghazali telah menghasilkan
sejumlah buku dan menerbitkan banyak ajaran. Kontribusinya terhadap pemikiran
manusia dan relevansi gagasan-gagasannya, ratusan tahun kemudian tidak
diragukan lagi. Begitulah terang hatinya dgn ilham laduni yang Allah kurniakan
kepadanya hingga dapat menghasilkan karya agung yg hingga sekarang kitab-kitab
tulisannya manjadi kajian dan tatapan umat islam terutama mereka-mereka yg
belajar didalam mana-mana tarikat diseluruh dunia.
SELAIN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI, IMAM AL-GHAZALI JUGA
PERNAH KENA ROMPAK
CERITA tokoh sufi yang kena rampok
dan ceritanya menjadi bersejarah tak hanya dialami Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
seorang. Muhammad bin Muhammad al-Ghazali atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Imam al-Ghazali juga pernah dirampok.
Bedanya, jika kisah Al-Jilani
dirampok justru membuat pimpinan rampok betekuk lutut karena kejujurannya,
Al-Ghazali lain lagi. Bukan duit yang direbut oleh perampok dari ulama besar
yang hidup sezaman dengan Al-Jilani itu, melainkan kertas catatan selama ia
belajar. Kisah ini tertuang dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra karya
Imam Tajuddin As-Subki. Dikisahkan, suatu hari dalam sebuah perjalanan
al-Ghazali dihadang segerombolan perampok. Mereka berhasil mengambil seluruh
hartanya lalu mencoba meninggalkan al-Ghazali begitu saja. Namun, dengan sekuat
tenaga al-Ghazali mengikuti jejak langkah mereka. Tak lama kemudian, seorang
pemimpin dari gerombolan perampok itu menghardiknya, “Pergilah, kalau tidak
engkau akan binasa!”
“Aku memohon kepadamu, demi Dzat
yang kalian mengharapkan keselamatan dari-Nya, tolong kembalikan kepadaku
catatan-catatan bukuku. Sungguh catatan-catatan milikku tak akan bermanfaat
untuk kalian,” pinta al-Ghazali dengan penuh harap.
“Apa yang kau maksud dengan catatan
milikmu?” hardik sang pemimpin perampok. “Lihatlah kitab-kitab dalam keranjang
itu. Sungguh aku telah berjuang untuk mengumpulkan catatan-catatan itu dari
hasil aku mendengar uraian guru-guruku. Aku habiskan banyak waktuku untuk
menulisnya serta mempelajari maksudnya” jawab al-Ghazali dengan yakin.
Sang pemimpin perampok itu hanya
menjawab harapan al-Ghazali dengan tertawa terbahak-bahak. “Oh sungguh malang
sekali, bagaimana mungkin engkau mengaku mengetahui ilmu yang telah engkau
pelajari? Sedangkan kini kami telah mengambil seluruh catatan ilmumu. Tanpa
tumpukan catatan-catatan itu, engkau kini tak memiliki ilmu sedikit pun,” seru
sang pemimpin perampok itu.
Akhirnya, pemimpin perampok itu
menyuruh pengikutnya untuk mengembalikan keranjang yang penuh dengan
catatan-catatan tersebut. Imam al-Ghazali pun sangat senang dengan hal itu.
Hingga ia bergumam dalam hati, “Inilah teguran dan peringatan dari Allah
kepadaku.” Sesampainya di kota Thus, al-Ghazali pun menghabiskan waktu tiga
tahun untuk menghafalkan seluruh catatan yang telah ia kumpulkan sehingga jika
saatnya nanti ia dirampok di tengah jalan seperti yang pernah ia alami, niscaya
ilmunya akan tetap terpelihara.
MATERI PELAJARAN
TRADISIONAL QADIRIYAH
TEGURAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI: DIB-DIB YANG MENGERIKAN
Idries Shah dalam bukunya berjudul
The Way of the Sufi dan diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi
" Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat" menyebutkan ringkasan
berikut, termasuk materi pelajaran tradisional dari disiplin Qadiriyah dan juga
beberapa pokok ucapan atau teguran Abdul Qadir sendiri.
Dib-Dib yang Mengerikan
Suatu malam seorang pencuri
bermaksud merampok seorang perempuan tua, merayap di atas jendela yang terbuka
rumahnya. Perempuan tua itu tengah terbaring di atas tempat tidurnya dan si
pencuri mendengar pembicaraannya yang penuh emosi, dalam suatu kondisi yang
sangat asing. Dia berkata: "Aaah ... Dib-Dib, Dib-Dib yang mengerikan!
Dib-Dib yang buruk sekali inilah yang akan menjadi akhir dariku." Sang
pencuri berfikir: "Perempuan malang ini tengah menderita oleh penyakit
menular Dib-Dib yang mengerikan, yang aku belum pernah dengar sebelumnya!"
Kemudian, sebagaimana ratapan perempuan yang bertambah keras, sang pencuri
mulai berkata kepada dirinya sendiri: "Sudahkah aku tertular? Bagaimanapun
juga, aku hampir menangkap nafasnya sebagaimana aku bersandar di sepanjang
jendela ini..."
Semakin banyak dia berfikir
mengenai hal itu, maka dia makin merasa takut bahwa dia telah sungguh-sungguh
mengidap Dib-Dib yang mengerikan. Dalam beberapa saat seluruh anggota badannya
telah gemetar. Dia pun kembali ke rumah, berjalan terhuyung-huyung kepada istrinya,
mengerang dan merintih. "Dib-Dib
pertanda buruk, Bagaimana bisa menjadi suatu yang meragukan, bahwa Dib-Dib yang
terkutuk telah mendapatkanku di dalam genggamannya" Istrinya merebahkannya
di atas tempat tidur, dengan penuh perasaan takut. Sesuatu mengerikan apakah
yang telah menyerang suaminya? Dia membayangkan pertama, bahwa dia tentu telah
diserang dari atas oleh sesuatu binatang buas yang disebut Dib-Dib. Tetapi,
sepertinya dia kehilangan hubungan yang masuk akal dan tetap tidak menemukan
tanda-tanda atasnya, dia mulai takut bahwa hal itu suatu peristiwa yang terjadi
atas campur tangan supranatural.
Orang yang dia tahu paling memenuhi
syarat berkait dengan masalah-masalah serupa itu, sudah tentu orang suci
setempat. Dia diakui sebagai seorang tokoh agama, ahli hukum, dikenal sebagai
Faqih yang bijak. Perempuan itu segera pergi ke rumah orang bijak tersebut dan
memintanya agar mau menengok suaminya. Sang Faqih, berpikir bahwa hal ini
mungkin benar-benar menjadi suatu dasar di dalam mana kesucian khususnya dapat
dipergunakan, segera dia pergi ke sisi tempat tidur si pencuri.
Si pencuri, ketika dia melihat
orang suci berada di sisinya, berpikir bahwa akhir (hidup)-nya pasti lebih
dekat daripada rasa takutnya. Mengerahkan segala kekuatannya dia
berkomat-kamit: "Perempuan tua di ujung jalan, dia memiliki Dib-Dib
terkutuk, dan telah menyambarku. Tolonglah aku, jika Anda bisa, Faqih yang
mulia!" "Anakku," kata Faqih, meski dia sendiri bingung,
"Pikirkan dirimu sendiri atas penyesalan dan memohon rahmat, karena
saat-saat yang tersisa mungkin benar-benar tinggal beberapa." Dia
meninggalkan si pencuri dan pergi ke pondok perempuan tua yang disebutkan.
Memandang dengan tajam melalui jendela, dalam jarak tertentu dia mendengar
suara rengekan sebagaimana ia menggeliat dan merasa ngeri:
"Dib-Dib busuk, kau membunuhku
... Hentikan, hentikan, Dib-Dib jahat, karena kau menguras darah
kehidupanku..." Dan dia melanjutkan untuk beberapa waktu dalam nada
begitu, kadang terisak-isak dan kadang diam. Faqih sendiri sekarang mulai
merasa seperti jika suatu udara dingin yang mengerikan melewatinya. Dia mulai
gemetar dan tangannya mencengkeram kusen jendela, giginya gemeretuk.mMendengar
suara sedemikian, orang tua gila itu melompat dari tempat tidurnya dan
menangkap Faqih yang ketakutan dengan tangannya. "Apa yang kau kerjakan,
laki-laki terhormat dan terpelajar, di tengah malam, mengintip orang baik-baik
melalui jendela?" seru dia melengking.
"Baik, tetapi perempuan
malang," suara si Faqih terputus-putus. "Aku mendengar engkau
berbicara tentang Dib-Dib yang mengerikan, dan sekarang aku khawatir bahwa hal
itu telah mencengkeram hatiku seperti mencengkeram milikmu, dan bahwa aku,
secara-fisik dan spiritual, lenyap ..." "Engkau luar biasa
bodoh," Tengking perempuan tua itu, "memikirkan bahwa untuk seluruh
tahun-tahun tersebut, aku telah menghormatimu sebagai seorang alim dan bijak.
Engkau mendengar orang berkata 'Dib-Dib' dan kau membayangkan bahwa hal itu
akan membunuhmu! Lihat, nun di sudut sana, dan lihat apa Dib-Dib yang
mengerikan itu sesungguhnya!"
Dan dia menunjuk kepada kepala paip
yang airnya menetes, yang mana sang Faqih segera menyadari bahwa kebocoran
tersebut menimbulkan suara dib-dib-dib ... Tetapi firasat (dari langit)
memiliki daya pegas. Tidak lama kemudian dia telah merasa dirinya sendiri
menjadi baik secara menakjubkan dan mampu mengatasi persoalan dirinya, dan
segera kembali ke rumah pencuri, karena dia harus bekerja. "Pergilah,"
gerutu si pencuri, "karena engkau telah meninggalkanku dalam keadaan
membutuhkan, dan ketika melihat dengan wajah demikian tertekan menawarkan
sedikit jaminan rnengenai keadaan masa depanku ... "
Si Faqih menyelanya: "Orang
hina yang tidak tahu berterimakasih! Apakah kau pikir bahwa seorang lelaki yang
memiliki kesalehan dan pengetahuan, akan meninggalkan suatu keadaan serupa ini
tidak terselesaikan? Perhatikan, kemudian cermatilah kata-kata dan perbuatanku.
Dan aku akan memperlihatkan kepadamu bagaimana aku telah bekerja tak kenal
lelah, berkait dengan mandat dari langit, terhadap keselamatan dan
'penyembuhari'-mu." Kata 'penyembuhari' dengan segera menjadi pusat
perhatian pencuri dan istrinya atas kemuliaan yang mengesankan dari orang bijak
tersebut. Dia mengambil air dan mengucapkan kata-kata tertentu atasnya.
Kemudian dia meminta si pencuri untuk tidak pernah mencuri lagi. Akhirnya, dia
memercikkan air yang telah dipersiapkan di atas kepala pencuri dengan banyak
kata-kata yang terdiri dari banyak suku kata dan sikap tubuh, berakhir dengan:
"Terbanglah, Dib-Dib yang
menjijikkan dan jahanam, ke tempat asal kau pertama kali datang, jangan pernah
kembali mengganggu orang yang malang ini!" Si pencuri bangun dan sembuh. Semenjak
hari itu, pencuri tersebut tidak pernah mencuri lagi. Juga tidak pernah
mengatakan kepada orang lain tentang penyembuhan yang menakjubkan itu, karena
sekali pun demikian, dia tetap tidak menyukai orang bijak tersebut dan
gagasan-gagasannya. Dan si perempuan tua, lazimnya sebuah gosip, tidak
menyebarkan tentang tindakan bodoh si Faqih. Perempuan tua itu akhirnya
bermaksud memetik manfaat secara baik; barangkali suatu kesempatan yang tepat
akan muncul.
Dan, tentu saja si Faqih... baik,
si Faqih tidak bermaksud menceritakan secara rinci peristiwa tersebut. Tetapi
sebagaimana kebiasaan orang, masing-masing orang yang terlibat telah bercerita
menurut versi mereka sendiri, dalam keyakinan yang sempurna sudah tentu, kepada
orang lain. Dan itulah sebabnya mengapa engkau dapat mengetahui 'seluruh'
cerita tentang perempuan tua, pencuri, pemuka agama, dan Dib-Dib yang
mengerikan.
JALAN SUFI: BERIKUT SALAH SATU MATERI TAREKAT CHRISYTIYAH
KHWAJA ('Guru') Abu Ishaq Chisyti, 'orang Syria', lahir di
awal abad kesepuluh. Ia keturunan Nabi Muhammad SAW dan dinyatakan sebagai
'keturunan spritual' ajaran-ajaran batiniah Keluarga (Bani) Hasyim.
Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian
dikenal menjadi Naqsyabandiyah (Chisyti). Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa,
di mana chistu Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen serupa --semacam
pelawak atau komedi keliling. Bisa jadi demikian, dalam kamus etimologi Barat
menghubungkan istilah Latin gerere, 'melakukan', sebagai asal kata 'pelawak'
yang kenyataannya adalah sosok jenaka, dan asal mula itu berkaitan dengan
Chisti Afghanistan.
Sebagaimana tarekat Sufi lainnya, metodologi khusus kaum
Chisyti segera mengalami kristalisasi menjadi kecintaan sederhana terhadap
musik; pembangkitan emosional yang dihasilkan musik dikacaukan dengan
'pengalaman spiritual'. Pengaruh kaum Chisyti paling lama di India. Selama
sembilanratus tahun terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh benua.
Berikut salah satu
materi yang mewakili instruksi dan tradisi Chisytiyah:
KEBUN
Pada suatu waktu, ketika ilmu dan seni berkebun belum
dimantapkan diantara manusia, terdapat seorang ahli berkebun. Dalam mengetahui
kualitas tanaman, makanan mereka, kandungan khasiat obat dan nilai keindahan,
ia diakui memiliki pengetahuan Obat-obatan (jamu dari tumbuh-tumbuhan) dan Umur
Panjang, dan ia hidup selama ratusan tahun.
Dari generasi ke generai, ia mengunjungi kebun dan
tempat-tempat yang ditanami di seluruh dunia. Di suatu tempat ia menanami suatu
kebun yang indah, dan mengajar orang-orang tentang pemeliharaan dan cara
berkebun. Tetapi, karena terbiasa melihat 'tanaman tumbuh dan berbunga tiap
tahun, mereka segera lupa bahwa ada tanaman yang harus dikumpulkan benihnya,
harus diperbanyak dengan dipotong, ada yang butuh banyak air dan sebagainya.
Akibatnya, kebun menjadi liar, dan orang-orang mulai menghargainya sebagai
kebun terbaik yang pernah ada.
Setelah memberi orang-orang banyak hal untuk dipelajari, ahli
kebun ini melepas mereka dan menarik pekerja lainnya. Ia memperingatkan mereka,
jika tidak menjaga kebun itu, dan mempelajari cara-caranya, mereka akan
menderita karenanya. Mereka, pada gilirannya, lupa -- dan sejak mereka malas,
hanya merawat buah dan bunga yang mudah tumbuh, lainnya dibiarkan mati.
Beberapa orang yang belajar pertama mendatangi mereka dari waktu ke waktu,
mengatakan, "Engkau harus melakukan ini dan itu," tetapi mereka
mengusirnya dan berteriak, "Engkau salah satu yang terpisah dari kebenaran
dalam persoalan ini!"
Tetapi ahli kebun bertahan. Ia membuat kebun lainnya, di mana
pun ia bisa, dan tidak ada satu pun yang sempurna kecuali yang ia pelihara
dengan pembantu utamanya. Maka diketahuilah bahwa terdapat banyak kebun dan
cara berkebun, orang-orang dari satu kebun mengunjungi kebun lainnya, untuk
mendukung, mengkritik atau berdebat. Kitab pun ditulis, diadakan perkumpulan
ahli kebun, mereka juga menyusun diri mereka sendiri dalam tingkatan, sesuai
dengan apa yang mereka pikir menjadi tatanan yang diutamakan.
Sejalan dengan manusia, kesulitan para ahli kebun tetap ada
karena mereka terlalu mudah tertarik oleh hal-hal superfisial. Mereka
mengatakan, "Aku suka bunga ini," dan mereka ingin orang lain juga
menyukainya. Mungkin saja, sebagai pengganti daya tarik dan kelimpahan,
rumput-rumputan yang menghambat tanaman lain, dapat menyediakan obat-obatan
atau makanan yang dibutuhkan orang dan ahli kebun untuk makanan dan
kelangsungan hidup.
Diantara ahli kebun ini terdapat mereka yang lebih suka
menanam satu jenis tanaman. Mungkin dijelaskan sebagai 'keindahan'. Ada juga
yang lebih cenderung hanya menanam, menolak pemeliharaan jalan atau pintu
gerbang, bahkan pagar.
Ketika si ahli kebun meninggal, ia mewariskan semua
pengetahuannya tentang berkebun, menyumbangkannya kepada mereka yang
memahaminya menurut kapasitas masing-masing. Maka, ilmu sebagaimana seni
berkebun dikenang sebagai warisan yang tersebar di banyak kebun dan juga dalam
beberapa catatan.
Orang-orang yang dibesarkan di satu kebun atau lainnya,
umumnya sudah diajari dengan kuat segala kebaikan atau kejelekan, tentang bagaimana
penduduk melihat sesuatu yang mungkin mereka tidak mampu – sekali pun berusaha
-- menyadari bahwa mereka harus kembali pada konsep 'kebun'. Akan tetapi, pada
umumnya mereka hanya menerima, menolak, menghentikan keputusan atau mencari apa
yang mereka bayangkan sebagai faktor-faktor umum.
Dari waktu ke waktu, ahli kebun sejati bermunculan. Ahli
seperti itu, kebanyakan pada semi-kebun, ketika mendengar yang asli,
orang-orang berkata, "Oh ya, engkau berbicara tentang kebun seperti sudah
kami miliki, atau kami bayangkan."Apa yang mereka miliki dan bayangkan,
keduanya tidak sempurna. Ahli sejati, yang tidak dapat berunding dengan pekebun
imitasi, berkumpul dengan sebagian besar mereka, meletakkan di kebun ini atau
itu, sesuatu dari seluruh simpanan yang memungkinkannya mempertahankan
vitalitasnya di beberapa tingkat.
Mereka sering terpaksa menyamar, karena orang-orang yang
ingin belajar sebenarnya tahu tentang fakta berkebun sebagai seni atau ilmu,
mendasari apa pun yang sudah mereka dengar sebelumnya. Maka mereka bertanya,
"Bagaimana aku bisa mendapatkan bunga yang lebih indah dari umbi
ini?"
Ahli kebun sejati bisa saja bekerja dengan mereka, karena
kebun yang sesungguhnya dapat diwujudkan, untuk keuntungan seluruh ummat
manusia. Mereka tidak terlalu lama, tetapi hanya melalui mereka pengetahuan
dapat diajarkan, dan orang-orang dapat melihat apa kebun itu sebenarnya.
PENYEBARAN BERKAH SYAIKH
ABDUL QADIR AL-JILANI
Abdul Qadir memanggil bersama-sama semua pengikutnya di Baghdad
dan berkata kepada mereka: "Aku minta engkau tidak pernah melupakan apa
yang akan aku katakan kepadamu sekarang, karena selain itu engkau akan menjadi
sumber dari kesalahan besar. Aku tujukan orang-orang di antaramu yang akan
tetap lebih banyak tidak peduli daripada orang lain, karena mereka Yang Lebih
Tahu dan Para Pencapai tidak pernah membuat kesalahan yang akan aku gambarkan
sekarang."
"Selama periode Tugas dan Pengulangan (pelajaran
tertentu) banyak orang memperoleh kemampuan mempengaruhi orang lain dengan
suatu pengalaman yang asing. Hal ini menyebabkan kecemasan, kegembiraan dan
banyak perasaan-perasaan lain, dan mengisyaratkan suatu tahapan dari kesadaran.
Hal itu bisa jadi pandangan dari para guru agung, atau pengaruh Ilahiah."
"Peran di atas 'hati' yang tidak dipersiapkan,
pengalaman-pengalaman serupa itu dengan segera harus dihentikan, karena mereka
tidak dapat maju kepada hubungan yang sesungguhnya dengan Ilahi sampai sesuatu
yang lain terpelihara dalam diri murid."
"Pembukaan kemampuan ini sekali ditemukan oleh orang
yang tidak bodoh atau mentah (tidak berpengalaman) menyebar khususnya diantara
orang-orang desa dan orang-orang sederhana lainnya, sampai mereka memanjakannya
secara teratur, memikirkannya untuk menjadi suatu keadaan yang sebenarnya. Ini
sesungguhnya hanya sebuah tanda atas sesuatu. Apabila hal itu terjadi, hal itu
harus dilaporkan, dan orang-orang yang mengalaminya hendaknya menjalani suatu
periode yang tepat dari persiapan."
"Kegigihari di dalam praktik di masa lalu menjelaskan
sepenuhnya kemampuan-kemampuan dari para pengikut orang-orang suci dan para
Nabi, semua menipu mempercayai diri mereka sendiri menjadi penerima berkah.
Orang-orang yang mencapai, berani menghadapi tidak mempengaruhi pernyataan ini
sekali waktu muncul. Orang-orang yang memanjakannya mungkin tidak pernah
Mencapai."
"Ikuti hanya praktik-praktik dari Guru, yang mengetahui
mengapa hal-hal tersebut terjadi dan siapa yang oleh karena itu harus
menyesuaikan untuk mempelajarinya."
SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI BERSAHABAT DENGAN NABI KHIDIR AS
DI kalangan pengikut Syaikh Abdul
Qadir al-Jilani, banyak memercayai mitos-mitos tentang tokoh idolanya itu. Satu
contoh yang amat populer adalah tentang persabatan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
dengan Nabi Khidir AS.
Konon, meskipun mereka sudah
bersahabat selama tiga tahun masing-masing tidak pernah saling mengenal. Dan
dalam persahabatan inilah Syaikh Abdul Qadir diuji. Agar persahabatan mereka
tidak terputus, Nabi Khidir mensyaratkan supaya Syaikh Abdul Qadir tidak meninggalkan
tempat duduknya sampai dia kembali. Maka selama tiga tahun Syaikh tidak pernah
meninggalkan tempat yang telah disepakati, kecuali untuk bersuci. Berbagai
godaan menghampirinya namun ia tetap bertahan.
Dikisahkan, Nabi Khidir AS hanya
menjenguk setahun sekali, itupun hanya sejenak. Kehidupan Syaikh sering
diwarnai dengan kejadian-kejadian karamah. Syaikh Izuddin bin Abdisalam
mengatakan,”tidak ada seorangpun yang karamahnya diceritakan secara mutawatir
kecuali Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani.
Dunia Tasawuf
Dalam dunia tasawuf, dipercaya
bahwa Nabi Khidir atau Al-Khidir masih hidup hingga sekarang. Demikian pula
Nabi Ilyas AS. Keduanya dikisahkan dikaruniai usia panjang oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala (SWT). Dalam kisah-kisah hikmah, Nabi Khidir kerap menyerupai seorang
papa. Dimaksudkan untuk menguji naluri kemanusiaan seseorang akan kehadiran
makhluk Allah SWT. Sebagian orang berkata tentang Al-Khidir: Ia hidup sesudah Nabi
Musa hingga zaman Nabi Isa, kemudian zaman Nabi Muhammad SAW, ia sekarang masih
hidup, dan akan hidup hingga Kiamat. Ditulis orang kisah-kisah, riwayat-riwayat
dan dongeng-dongeng bahwa Al-Khidir menjumpai si Fulan dan memakaikan kirqah
(pakaian) kepada si Fulan dan memberi pesan kepada si Fulan.
Tidak Adil
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam
bukunya berjudul Fatawa Qardhawi mengatakan sama sekali tidak adil pendapat
yang mengatakan bahwa Al-Khidir masih hidup - sebagaimana anggapan sementara
orang- tetapi sebaliknya, ada dalil-dalil dari Al-Qur'an , Sunnah , akal dan
ijma, di antara para ulama dari ummat ini bahwa Al-Khidir sudah tiada. Selanjutnya
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengutip keterangan dari kitab Al-Manaarul Muniif
fil-Haditsish-Shahih wadl-Dla'if karangan Ibnul Qayyim.
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan dalam kitab itu ciri-ciri dari hadis maudlu, yang tidak diterima
dalam agama. Di antara cirinya ialah "hadis-hadis yang menceritakan tentang
Al-Khidir dan kehidupannya." Semuanya adalah dusta. Tidak satu pun hadis
yang sahih. Di antara hadis maudlu, itu ialah hadis yang berbunyi: "Bahwa
Rasulullah SAW sedang berada di masjid, ketika itu beliau mendengar pembicaraan
dari arah belakangnya. Kemudian beliau melihat, ternyata ia adalah
Al-Khidir." Juga hadis, "Al-Khidir dan Ilyas berjumpa setiap
tahun." Dan hadis, "Jibril, Mikail dan Al-Khidir bertemu di
Arafah."
Ibrahim Al-Harbi (198 H-285 H),
imam dan simbol dalam hal ilmu, kezuhudan, fiqih, hadis, sastra, dan bahasa,
ketika ditanya tentang umur Al-Khidir yang panjang dan bahwa ia masih hidup,
maka beliau menjawab "Tidaklah ada yang memasukkan paham ini kepada
orang-orang, kecuali syaitan."
Sedangkan Imam Bukhari ditanya
tentang Al-Khidir dan Ilyas, apakah keduanya masih hidup? Maka beliau menjawab,
"Bagaimana hal itu terjadi?" Nabi SAW telah bersabda, "Tidaklah
akan hidup sampai seratus tahun lagi bagi orang-orang yang berada di muka bumi
ini." (HR Bukhari-Muslim). Banyak imam lainnya yang ketika ditanya tentang
hal itu, maka mereka menjawab dengan menggunakan Al-Qur'an sebagai dalil:
"Kami tidak menjadikan hidup
abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati
apakah mereka akan kekal?" (QS Al-Anbiyaa': 34). Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah ditanya tentang hal itu, maka beliau menjawab,
"Andaikata Al-Khidir masih hidup, tentulah ia wajib mendatangi Nabi SAW
dan berjihad bersamanya, serta belajar darinya." Nabi SAW telah bersabda
ketika perang Badar, "Ya Allah, jika pasukan ini binasa, niscaya Engkau
tidak disembah di bumi."
Pada waktu itu mereka berjumlah 313
orang laki-laki yang dikenal dengan nama-nama mereka, nama-nama dari
bapak-bapak mereka dan suku-suku mereka. Maka, di manakah Al-Khidir pada waktu
itu? Al-Qur'an dan Sunnah serta pembicaraan para peneliti ummat menyangkal
masih adanya kehidupan Al-Khidir seperti anggapan mereka. Sebagaimana firman
Allah Taala di atas. Jika Al-Khidir itu manusia, maka ia tidak akan kekal,
karena hal itu ditolak Al-Qur'anul Karim dan Sunnah yang suci. Seandainya ia
masih hidup, tentulah ia datang kepada Nabi SAW.
Nabi SAW telah bersabda, "Demi
Allah, andaikata Musa masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku." (HR
Ahmad, dari Jabir bin Abdullah). Syaikh Yusuf Al-Qardhawi berpendapat jika
Al-Khidir seorang Nabi, maka ia tidak lebih utama daripada Musa AS, dan jika
seorang wali, tidaklah ia lebih utama daripada Abu Bakar RA. Lalu, mungkinkan
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani bersahabat dengan Nabi Khidir? Wallahuaklam
APA SYAIKH ABDUL QADIR MAKSUDKAN, KEMBALI DARI JIHAD KECIL,
MENUJU JIHAD BESAR
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memaknai sabda Nabi Muhammad
SAW: “Kita telah kembali dari jihad kecil, dan menuju jihad besar” dalam
kitabnya Futuh Al-Ghaib. Menurutnya, bila kau bertanya melawan dan berhasil
mengatasi diri, maka Allah membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu
pemuasan keinginan, baik yang diharamkan maupun yang dihalalkan, hingga kau
berupaya lagi mengatasi diri, sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya
kembali".
Nah, inilah makna sabda Nabi SAW “Kita telah kembali dari
jihad kecil, dan menuju jihad besar.” Ia berkata bahwa kembali berupaya
mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan inilah makna firman Allah: “Mengabdilah
kepada Tuhanmu, hingga kepastian (kematian) datang kepadamu.” (QS.15:99) Allah
telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Menurut Syaikh Abdul
Qadir, hal ini bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak oleh
diri yang menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian). Bila
ditanya: “Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia tak punya
kedirian?” Allah berfirman: “Ia tak berbicara dengan kehendaknya sendiri, tapi
dengan wahyu.” (QS.53:84)
Ia mengalamatkan kepada nabi-Nya kata-kata ini, untuk
mengukuhkan hal ini, dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari
Kiamat. Dia menganugerahi nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak
merugikannya, tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri. Inilah pembeda
antara dia dan pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh dalam upaya
spiritual, hingga datang kematian, dan menemui Tuhannya, dengan pedang terhunus
berlumuran darah kedirian, maka Ia memberinya Surga yang dijaminkan-Nya
baginya, dengan firman-Nya: “Bagi yang takwa kepada Tuhannya, dan mencegah diri
dari hawa nafsunya, maka Surgalah tempat tinggalnya.” (QS.79:41)
Nah, bila Dia telah memasukkannya ke dalam surga, maka Ia
menjadikan surga itu tempat tinggal, tempat beristirahat dan tempat kembalinya,
yang membuatnya aman dari pemalingan kepada duniawi; dan Ia senantiasa
melimpahkan baginya, dari hari ke hari dan dari jam ke jam, rezeki dan akan
mengaruniainya segala macam busana dan hiasan yang abadi, sebagaimana Ia
memperbarui, di dalam dunia ini setiap hari setiap jam dan setiap detik,
perjuangan melawan kedirian.
Sedang orang kafir , orang munafik dan pendosa, bila mereka
telah berhenti berjuang melawan kedirian mereka di dunia ini, kemudian
mengikuti, bersekutu dengan syaitan dan berbaur dengan aneka macam kekafiran,
kemusyrikan dan hal-hal seperti itu sampai kematian datang kepada mereka,
sebelum mereka menjalankan Islam dan bertobat, maka Allah memasukkan mereka ke
dalam neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya: “Peliharalah
dirimu dari neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi
orang-orang kafir.” (QS.2:24)
Setelah Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya
tempat kembali dan tempat berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan
daging mereka, dan Ia mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru,
sesuai dengan firman-Nya: “Setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit
mereka dengan kulit mereka dengan kulit yang lain.” (QS.4:56) Dia, Yang
Mahakuasa lagi Mahaagung, senantiasa memperlakukan mereka demikian, disebabkan
oleh penyekutuan mereka dengan kedirian mereka sendiri, di dunia ini, dalam
berbuat dosa. Penghuni-penghuni neraka senantiasa berganti kulit dan daging,
agar mereka tersiksa dan kesakitan. Sedang penghuni surga senantiasa dilimpahi
rezeki, agar mereka senantiasa bersyukur. Hal ini dikarenakan perjuangan mereka
melawan kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah
dalam kehidupan di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw:
“Dunia ini adalah tanah garapan bagi akhirat.”
TIPS MEMBUKA “TABIR DIRI” AJARAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib
memberi nasehat dan resepi agar kita dapat membuka tabir dengan Sang Pencipta. "Tabir
penutup dirimu takkan tersibak," kata Syaikh Abdul Qadir, "Selama kau
belum lepas dari ciptaan dan tak memalingkan hatimu darinya dalam segala
keadaan hidup. Selama hawa nafsumu belum pupus. Begitu pula maksud dan
kerinduanmu." "Selama kau belum lepas dari kemaujudan dunia ini dan
akhirat," lanjutnya. "Dan yang maujud dalam dirimu hanyalah kehendak
Tuhanmu. Dan kau terisi dengan nur Tuhanmu. Dan tiada tempat di dalam hatimu,
kecuali bagi Tuhanmu, sehingga kau menjadi penjaga pintu kalbumu, dan kau
dikaruniai pedang tauhid, keagungan dan kekuatan."
Maka, segala yang kau lihat, yang mendekati pintu kalbumu
dari benakmu, akan kau pisahkan kepalanya dari bahunya, sehingga tiada tersisa
bagi dirimu, dambaanmu dan kerinduanmu akan dunia ini dan akhirat sesuatu yang
berkepala. Dan tiada dunia yang diperhatikan, tiada pendapat yang diikuti,
kecuali kepatuhan kepada Allah dan penerimaan penuh ikhlas akan takdir-Nya.
Bukannya peluruh penuh dalam takdir dan karunia-Nya.
Dengan demikian, kau menjadi hamba Allah, bukan hamba manusia
atau pendapat. Bila hal ini mengekal dalam hidupmu, tirai-tirai hormat-diri
akan menyelimuti kalbumu. Parit-parit keluhuran dan daya keagungan akan
mengitarinya. Dan hatimu akan dijaga oleh tentera kebenaran, tauhid. Dan
pengawal-pengawal kebenaran akan ditempatkan di dekatnya, sehingga orang tak
dapat mendekatinya melalui kekejian, dambaan-dambaan hampa, kepalsuan-kepalsuan
yang timbul dalam benak-benak manusia, dan melalui kesesatan yang tumbuh dari
keinginan-keinginan.
Jika ditakdirkan bahwa orang akan datang kepadamu terus
menerus dan mereka tak mengetahui kemuliaanmu, sehingga mereka mendapatkan
cahaya yang menyilaukan. Tanda-tanda yang jelas, kebijakan yang dalam, dan
melihat keajaiban-keajaiban yang terang dan kejadian-kejadian sebagai sosok
kehidupanmu, sehingga meningkatkan upaya mereka untuk mendekat kepada Allah,
untuk patuh kepada-Nya. Dan untuk mengabdi kepada Tuhan mereka. Meski semua ini
terjadi, kau akan aman dari semua itu, dari kecenderungan jiwa manusiawimu
kepada keinginan, dari puji-diri, kesombongan orang-orang yang datang kepadamu
dan perhatian mereka kepadamu.
Juga, seandainya kau akan beristeri cantik, bertanggung jawab
atas dirinya dan atas perilakunya, maka kau akan aman dari keburukannya, akan
diselamatkan dari memikul bebannya, dan ia, bagimu, akan menjadi karunia Allah,
terahmati dan berlaku baik, bersih dari ketaktulusan, kekejian dan
penghianatan. Maka ia akan melepaskanmu dari beban perilakunya dan akan
menjauhkan darimu segala kesulitan karenanya. Seandainya ia melahirkan anak,
maka ia akan menjadi anak yang saleh dan suci, yang akan menyenangkan
pandanganmu.
Allah berfirman: “Dan Kami jadikan isterinya patut baginya.”
(QS 21:90) “Ya Tuhan kami! Karuniakanlah pada isteri-isteri kami dan keturunan
kami kesenangan mataku dan jadikanlah kami imam bagi mereka yang mencegah dari
keburukan.” (QS 25:74). “Dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, orang yang Kau ridhai.”
(QS 19:6)
Maka doa-doa ini akan mewujud dan diterima, tak soal kau
menyampaikan doa-doa ini kepada Allah, sebab doa-doa itu dimaksudkan bagi
mereka yang layak begini, yang termatangkan dalam keadaan ini, dan yang kepada
mereka dilimpahkan nikmat dan kedekatan Allah. Begitu pula, andaikata sesuatu
dari dunia ini mendatangimu, ia takkan merugikanmu. Maka yang datang kepadamu
merupakan bagianmu dari-Nya, yang tersucikan, demi kamu, oleh tindakan Allah,
kehendak-Nya dan dengan perintah-Nya ia mencapaimu. Ia akan mencapaimu dan kau
akan terpahalai, asalkan kau memperolehnya dalam kepatuhan kepadaNya; persis
sebagaimana akan dipahalainya kamu karena menunaikan salat dan puasa .
Dan kau akan diperintahkan, tentang yang bukan hakmu, untuk
memberikannya kepada para sahabat, tetangga dan peminta yang layak memperoleh
uang zakat sesuai dengan kebutuhan. Maka
urusan-urusan akan diberikan kepadamu, sehingga kau tak mampu membedakan antara
yang layak dan yang tak layak, dan antara kabar burung dengan pengalaman
sejati. Maka urusanmu akan menjadi putih bersih, yang tiada kegelapan dan
keraguan.
"Maka dari itu, bersabarlah, senantiasa bertakwalah,
perhatikanlah masa kini, tenanglah, tenanglah! Waspadalah! Selamatkanlah
dirimu! Selamatkanlah dirimu! Segeralah! Segeralah! Takwalah kepada Allah!
Takwalah kepada Allah! Tundukkanlah pandanganmu! Tundukkanlah pandanganmu!
Palingkanlah matamu! Palingkanlah matamu! Berlaku baiklah! hingga datang takdir
dan kau kami bawa ke depan," tuturnya.
Maka, lanjutnya, akan lenyap darimu segala yang memberatkanmu,
kemudian kau dimasukkan ke dalam samudra nikmat, kelembutan dan kasih sayang,
dan dibusanai dengan busana nur dan rahasia-rahasia Ilahiah. Lalu kau
didekatkan, diajak bicara, diberi karunia, dilepaskan dari kebutuhan,
dikukuhkan, dimuliakan dan dilimpahi kata-kata: “Sesungguhnya kamu pada sisi
Kami adalah orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya.” (QS 12:54)
NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI KEPADA ORANG YANG HIDUP
SUSAH
DALAM kitabnya Futuh Al-Ghaib , Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
memberi nasehat kepada mereka yang miskin. Ia mengingatkan agar kita jangan
menyalahkan Tuhan atas nasib seperti itu. "Jangan berkata, wahai orang
yang malang!" tuturnya. Selain miskin, Syaikh Abdul Qadir menyebut
istilah-istilah yang puitis dan detail terhadap orang-orang yang kurang
beruntung tersebut. Beliau misalnya menyebut, yang darinya dunia dan
orang-orangnya telah memalingkan muka mereka. Yang hina, yang lapar dan yang
dahaga. Yang telanjang, yang hatinya terpanggang, yang merambah ke setiap sudut
dunia. Di setiap masjid dan tempat-tempat sunyi. Yang terjauhkan dari setiap
pintu. Yang terhancurkan, yang jemu dan yang kecewa dengan segala keinginan dan
kerinduan hati.
"Jangan berkata bahwa Allah telah membuatmu
miskin," ujarnya dan melanjutnya dengan bertutur secara lentur: Menjauhkan
dunia darimu. Telah menjatuhkanmu. Telah menjadi musuhmu. Telah membuatmu
kacau. Tak mengukuhkan jiwamu. Telah menghinakanmu, dan tak mencukupimu di
dunia ini. Telah mengelapimu. Tak memuliakan namamu di tengah-tengah manusia.
Sedangkan kepada selainmu Ia anugerahkan banyak rahmat-Nya siang dan malam,
memuliakan mereka atasmu dan keluargamu, padahal kamu sama-sama muslim dan
mukmin dan nenek moyangmu sama-sama Hawa dan Adam, sang manusia terbaik.
"Ya, Allah telah mempelakukanmu begini, sebab fitrahmu
suci dan kesejukan kasih-sayang Allah terus-menerus melimpahimu dalam bentuk
kesabaran, kepasrah-ikhlasan dan pengetahuan. Dan cahaya iman serta tauhid
menimpamu. Maka pohon imanmu, akarnya dan benihnya menjadi kuat, penuh
dedaunan, buah, cabang dan rantingnya merambah ke mana-mana sehingga
menimbulkan keteduhan," jelasnya..
"Setiap hari kian besar sehingga tak perlu lagi
pertumbuhannya dibantu. Allah tentukan bagimu akan kau peroleh tepat pada
waktunya, entah kau suka atau tak suka. Maka dari itu, janganlah serakah
terhadap yang menjadi milikmu dan jangan cemas akannya. Jangan merasa menyesal
atas yang dimaksudkan bagi selainmu," lanjutnya.
Menurut Syeikh, yang bukan milikmu tentu: 1) Ia akan menjadi
milikmu, atau 2) Ia akan menjadi milik orang lain. "Jika ia milikmu, ia
akan datang kepadamu dan kau akan dibawa kepadanya sehingga pertemuan antara
kau dan ia terjadi segera. Sedang yang bukan milikmu, maka kau akan dijauhkan
darinya dan ia pun akan menjauh darimu, sehingga kau dan ia takkan
bertemu," katanya.
Allah berfirman: “Dan jangan kamu tujukan kedua matamu kepada
yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan
duniawi ini, agar Kami cobai mereka dengan-nya. Dan karunia Tuhanmu lebih baik
dan lebih kekal.” (QS 20:131)
Nah, Allah telah melarangmu memperhatikan yang bukan hakmu.
Ia telah memperingatkanmu bahwa yang selain ini adalah cobaan, yang dengan-nya
Ia menguji mereka dan bahwa keridhaanmu dengan bagianmu lebih baik bagimu,
lebih suci dan lebih disukai; maka jadikanlah ini sebagai jalanmu, yang
melaluinya kau akan memperoleh segala kebaikan, rahmat, kegembiraan dan
keindahan. Allah berfirman: “Tiada jiwa pun yang tahu apa yang disembunyikan
bagi mereka, yaitu yang akan mengenakan mata, sebagai balasan atas yang telah
mereka perbuat.” (QS 32:17)
"Nah, tiada kebajikan selain kelima jalan pengabdian,
penghindaran dari segala dosa, dan tiada lebih besar, lebih mulia dn lebih
disukai oleh Allah selain yang Kami sebutkan kepadamu. Semoga Allah
mengaruniaimu dan kami kemampuan untuk melakukan yang disukai-Nya,"
demikian Syaikh Abdul Qadir Jilani.
MENJAGA AGAR IMAN TIDAK SIRNA MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menyatakan bila kau lemah iman,
bila dijanjikan kepadamu sesuatu, janji itu dipenuhi, sehingga keimananmu tak
sirna. Tapi, bila keyakinan dan kepastian ini jadi kuat dan mantap di dalam
hatimu, maka, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya kamu pada hari ini menjadi
seorang yang berkedudukan tinggi lagi terpercaya di sisi Kami.” (QS.12:54).
"Dan menjadilah kau salah seorang yang terpilih, bahkan yang terpilih dari
yang terpilih. Maka sirnalah tujuan maupun kehendak pribadimu," ujarnya
dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.
Lalu, lanjut Syaikh Abdul Qadir, kau seolah-olah sebuah
bejana yang tak cairan pun bisa berada di atasnya, sehingga tiada kedirian di
dalam dirimu. "Kau menjadi bersih dari segala selain Allah Yang Mahakuasa
lagi Mahaagung. Kau menjadi ridha kepada-Nya, kepadamu dijanjikan
keridhaan-Nya, sehingga kau dapat menikmati dan terahmati atas semua
tindakan-Nya," tuturnya.
Maka kepadamu dijanjikan sesuatu, bila kau puas dengan
(janji) itu, dan tanda kepuasan ada padamu, maka kau dipindahkan-Nya ke janji
lain yang lebih tinggi. Dijadikan-Nya kau lebih terhormat, dan
dianugerahkan-Nya kepadamu rasa cukup-diri terhadap janji. Dibuka-Nya bagimu
pintu-pintu hikmah, disingkapkan-Nya bagimu misteri Ilahiah, kebenaran hakiki,
makna perubahan janji-Nya.
Dan dalam maqam barumu, kau alami peningkatan kemampuan
memelihara keadaan rohaniahmu. Lalu, kepadamu dianugerahkan derajat rohani,
yang di dalamnya dipercayakan kepadamu rahasia-rahasia, dan kau alami perluasan
dada, ketercerahan hati, kefasihan lidah, derajat tinggi ilmu dan kecintaan.
Maka kau menjadi kesayangan semua makhluk, baik manusia
maupun jin, dan makhluk-makhluk lainnya, di dunia dan di akhirat. Bila kau
menjadi ‘pilihan’ Allah, maka orang tunduk kepada-Nya, cinta mereka berada di
dalam cinta-Nya, dan kebencian mereka berada di dalam kebencian-Nya. Dengan
ini, kau telah diantarkan-Nya ke tempat yang amat tinggi, dan di sana tak kau
jumpai lagi kedirianmu akan segala benda.
Lalu, dibuat-Nya kau penuh hasrat terhadap sesuatu, maka
nafsumu ini dimusnahkan dan dilenyapkan, dan kau dipalingkan-Nya jauh-jauh dari
keinginan serupa itu lagi. Jadi, tak diberikan-Nya yang kau inginkan di dunia
ini, akan dilimpahkan kepadamu di akhirat kelak, sehingga meningkatkan keakrabanmu
dengan-Nya, dan menyejukkan kedua matamu di surga yang tinggi, di dalam taman
yang abadi.
Tapi, bila selama ini kau tak berhasrat terhadap sesuatu pun,
tak berharap kepada siapa pun, tak condong kepada apa pun – karena kau sadar
bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, dan tipuannya menyesatkan yang
mencintainya – tapi, tujuanmu adalah sang Khalik, yang telah menciptakan,
mewujudkan, menahan dan melimpahkan segala suatu, yang telah membentangkan bumi
dan menegakkan langit, maka kepadamu dilimpahkan segala yang kau butuhkan di
dunia ini.
"Tentu saja, ini semua diberikan kepadamu, setelah kau
putus asa akibat dipalingkan dari semua hasrat duniawi, dan sesudah kau merasa
mantap akan kehidupan akhirat sebagaimana yang telah kita bicarakan,"
demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
RESEPI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI AGAR MENCAPAI MAQAM PARA
SHIDDIQIN
DALAM kitabnya yang berjudul Futuh
Al-Ghaib, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memberi nasehat untuk mencapai maqam yang
pernah diraih oleh para shiddiqin. Caranya? Syaikh Abdul Qadir mengatakan
jangan berupaya menjarah sesuatu rahmat, dan jangan pula berupaya menangkis
datangnya sesuatu bencana. Rahmat akan datang kepadamu jika ia sudah
ditakdirkan untukmu, baik kau suka atau pun tak suka. Bencana akan menimpamu,
jika itu takdir bagimu, entah suka atau tak suka, dan kau coba menangkisnya
dengan do’a, atau menghadapinya dengan kesabaran dan keteguhan hati demi
mendapatkan keridhaanNya," tulisnya dalam risalah ke tiga belas buku
tersebut.
Berpasrahlah dalam segala hal, kata
Syaikh Abdul Qadir, agar Ia bertindak malalui dirimu. Jika itu suatu rahmat,
bersyukurlah. Dan jika itu suatu bencana, bersabarlah, atau coba tumbuhkanlah
kesabaran dan keterikatan dengan Allah dan keridhaanNya. Atau coba rasakanlah
rahmatNya di dalam bencana ini, atau menyatulah sedapat mungkin denganNya lewat
hal ini, lewat semua sarana spiritual yang kau miliki.
Di dalamnya, kau akan digerakkan
dari satu maqam ke maqam yang lain dalam perjalananmu menuju Allah, iaitu dalam
upaya menaati dan berakrab dengan perintah sehingga kau dapat berjumpa dengan
yang Maha Besar.
Lalu, kau ditempatkan di maqam yang
sebelumnya telah dicapai oleh para Shiddiq, para Syuhada dan para Solehin.
Maknanya, kau mencapai keakraban sedemikian rupa dengan Allah hingga
memungkinkanmu melihat maqam orang-orang yang telah mendahuluimu menghadap Sang
Raja, Penguasa Kerajaan yang Agung, dan orang-orang yang dekat denganNya dan
telah menerima segala kenyamanan, kesenangan, keamanan, kehormatan dan rahmat
dariNya. Biarkanlah bencana itu datang, dan jangan rintangi jalannya. Jangan
menghadapinya dengan doa. Jangan merasa gundah atas kedatangan dan
penghampirannya, karena panas apinya tak lebih mengerikan daripada kobaran api
neraka.
Mengenai manusia terbaik, dan yang
terbaik di atas bumi, dan di kolong langit ini, Rasulullah Muhammad saw,
diriwayatkan, bersabda: “Sungguh, api neraka akan berseru kepada orang-orang
beriman ‘Wahai mu’min, cepatlah berlalu karena cahayamu mematikan nyala apiku’
” Nah, bukanlah nur seorang mukmin yang mematikan nyala api neraka itu, adalah
cahaya yang kita temui padanya di dunia ini, dan yang membedakan yang patuh
kepada Allah dan yang kafir?
Cahaya inilah yang memadamkan
kobaran bencana. Sedang kesejukan kesabaranmu dan kepatuhanmu kepada Allahlah
yang memadamkan panas yang bakal menimpamu. Jadi, bencana yang menimpamu
bukanlah untuk menghancurkanmu, tapi mencobaimu, mengukuhkan imanmu, menguatkan
pilar-pilar keyakinanmu, dan memberimu secara rohani, kabar baik dariNya
tentang kehendakNya atasmu. Allah berfirman mafhumnya: “Dan sesungguhnya Kami
benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihat
dan bersabar di antaramu; dan agar kami nyatakan hal ihwal kalian. ” (QS:
47:31).
Nah, bila keimananmu dengan Allah terbukti
dan sedemikian sesuai dengan ketentuanNya –dan hal ini berkat pertolonganNya –
maka kau meski tetap bersabar, serasi denganNya dan penuh taat kepadaNya.
Jangan biarkan segala pelanggaran terhadap perintah dan laranganNya, baik oleh
dirimu sendiri maupun orang lain. Bila datang perintahNya, dengarkanlah dengan
seksama dan segeralah melaksanakannya.
Bertindaklah, jangan diam, jangan
pasif di hadapan takdir Yang Maha Kuasa, tapi curahkanlah kekuatanmu dan berupayahlah
memenuhi perintah itu. Jika kau tak mampu melaksanakan perintah itu, jangan
membuang-buang waktu, segeralah kembali kepada Allah. Berlindunglah kepada-Nya,
rendahkanlah dirimu di hadapan-Nya, mohonlah ampunan-Nya. Coba carilah sebab
ketakmampuanmu melaksanakan perintahNya, dan untuk terjauhkan dari berbangga
atas kepatuhanmu kepadaNya.
Mungkin ketakmampuanmu ini
disebabkan oleh prasangka-prasangka buruk, atau oleh sikap tak layakmu dalam
kepatuhanmu kepadaNya atau oleh kebanggaanmu, atau oleh kebertumpuanmu pada
daya upayamu sendiri, atau oleh perbuatanmu sendiri menyekutukanNya dengan
dirimu sendiri atau dengan makhlukNya. Akibatnya, Ia menjauhkanmu dari pintuNya
dan menolak kepatuhanmu kepadaNYa. Lalu Ia tutup pintu pertolongan bagimu, Ia
palingkan kemurahan wajahNya dari dirimu. Ia menjadi marah kepadaMu, dan
menjauhkan diri darimu.
DibiarkanNya, kau sibuk dengan
cobaan-cobaanmu di dunia ini, dengan kedirianmu. Tak tahukah kau, bahwa hal ini
membuatmu lupa akan Tuhanmu, dan menutupimu dari penglihatanNya, Ia yang telah
menciptakanmu, memeliharamu, dan mengaruniaimu sedemikian banyak ni’mat. Waspadalah
agar segala sesuatu selain Allah ini tak memisahkanmu dariNya. Maka, jangan
mengutamakan sesuatu selain Allah, sebab Dia menciptakanmu semata-mata untuk
beribadah kepadaNya. Maka janganlah berlaku aniaya terhadap diri sendiri,
sehingga tersibukkan oleh segala yang bukan perintahNya. Yang demikian itu,
menjerumuskanmu ke dalam api neraka yang bahan bakarnya manusia dan bebatuan,
dan kau pasti menyesal, tapi penyesalanmu tiada guna dan kau berdalih, tapi
tiada dalih yang diterima. Kau menangis minta pertolongan, tapi takkan ada
pertolongan. Kau mencoba menyenangkan Allah, tapi sia-sia. Kau minta
dikembalikan di dunia, untuk mempersiapkan bekal dan menebus kesalahan, tapi
sia-sia. Kasihanilah dirimu, dan gunakanlah segala sarana untuk mengabdi kepada
Tuhanmu, seperti akalmu, keimananmu, kecerahan rohanimu, dan ilmu yang
dikaruniakan kepadamu.
Dan berupayalah menerangi
lingkunganmu dengan cahaya ini semua di tengah-tengah kehampaan tujuan. Pegang
teguhlah semua perintah dan larangan Allah, dan lewatilah, di bawah petunjuk keduanya,
jalan menuju Tuhanmu, Dia yang telah menciptakan dan menghidupkanmu.
SEBURUK DAN SEBODOH-BODOH MANUSIA, MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR
AL-JILANI
SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya yang berjudul
Futuh Al-Ghaib memberi nasehat agar kita meminta kepada Allah keridhaan akan
ketentuan-Nya, atau kemampuan meluruh dalam kehendak-Nya. Sebab, menurut Syaikh
Abdul Qadir, di dalam hal ini terletak kesenangan dan keunikan besar di dunia
ini, dan juga gerbang besar Allah dan sarana untuk dicintai-Nya.
Barangsiapa dicintai-Nya, maka Ia tak menyiksanya di dunia
ini dan di akhirat. "Dalam dua kebajikan ini terletak hubungan dengan
Allah, kebersatuan dengan-Nya dan keintiman dengan-Nya," tuturnya.
Selanjutnya Syeilh mengingatkan agar kita jangan bernafsu berupaya meraih
kenikmatan hidup ini, karena hal ini tak dimaksudkan bagimu. Bila hal itu tak
dimaksudkan, maka bodohlah bila berupaya mendapatkannya, dan hal itu juga
sangat dikutuk, sebagaimana dikatakan: “Di antara siksa paling besar ialah
berupaya meraih yang tak ditentukan oleh-Nya.”
Dan bila hal itu dimaksudkan, hal itu hanyalah kesetiaan yang
dibolehkan dan tersendiri dalam pengabdian, cinta dan kebenaran. Berupaya kita
meraih segala selain Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung adalah syirik.
Orang yang berupaya mendapatkan kenikmatan duniawi, tak tulus dalam cinta dan
persahabatannya dengan Allah, siapa pun yang menyekutukan-Nya, maka ia
pendusta.
Begitu pula, lanjut Syaikh, orang yang mengharapkan balasan bagi
tindakannya adalah tak ikhlas. Keikhlasan ialah mengabdi kepada Allah hanya
untuk memberi Rabubiyyah, iaitu sifat Allah yang mengatur alam semesta,
pembuluhnya. Orang seperti itu mengabdi kepada-Nya karena Ia adalah Tuhannya
dan patut diabdi, dan wajib baginya berbuat kebajikan dan patuh kepadaNya,
mengingat bahwa ia sepenuhnya milik-Nya, begitu pula gerak-geriknya, dan
upayanya. Hamba dan segala miliknya milik Tuannya. Bukankah harus begitu?
"Sebagaimana telah kami nyatakan, semua pengabdian merupakan rahmat Allah
dan karunia-Nya atas hamba-Nya, karena Dialah yang memberinya daya bertindak
dan daya mengatasinya," tuturnya.
Maka, senantiasa bersyukur kepada-Nya lebih baik daripada
meminta balasan dari-Nya atas kebajikannya. "Kenapa kau berupaya keras meraih
kenikmatan duniawi, bila telah kau lihat sejumlah besar orang, bila kenikmatan
duniawi berlimpah tak berkeputusan, mereka kian sedih, cemas dan haus akan
hal-hal yang tak dimaksudkan bagi mereka? Bagian duniawi mereka tampak timpang,
kecil dan menjijikkan, dan bagian duniawi yang lain tampak indah dan agung bagi
hati dan mata mereka, dan mulailah mereka berupaya meraihnya meski hal itu
bukan hak mereka."
Dengan begini, kehidupan mereka berlalu dan daya mereka
menjadi sirna, dan mereka menjadi tua, kekayaan mereka menjadi habis, tubuh
mereka menjadi renta, kening mereka berkeringat, dam catatan kehidupan mereka
menjadi gelap oleh dosa-dosa mereka, upaya keras mereka dalam meraih hak orang
lain, dan oleh pengabaian mereka terhadap perintah-Nya. Mereka gagal
mendapatkannya, menjadi miskin dan merugi dalam kehidupan ini dan di akhirat,
karena itu, mereka berupaya mendapatkan pertolongan-Nya untuk mengabdi
kepada-Nya.
"Mereka tak mendapatkan yang mereka upayakan, tapi hanya
membazirkan kehidupan duniawi dan akhirat mereka; merekalah seburuk-buruk
orang, sebodoh-bodoh orang, sekeji-keji orang dalam nalar dan batin,"
lanjutnya. Mereka menjadi ridha kepada takdir-Nya, puas dengan karunia-Nya dan
patuh kepada-Nya. Bahagian duniawi mereka datang kepada mereka tanpa diupayakan
dan dicemaskan; mereka menjadi dekat dengan Allah yang Mahamulia, dan menerima
dari-Nya segala yang mereka dambakan. "Semoga Allah menjadikan kita
orang-orang yang ridha dengan ketentuan-Nya, yang meluruh dalam kehendak-Nya
dan yang mendapatkan kesehatan dan kekuatan rohani untuk melakukan yang
dikehendaki-Nya," harapan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
IBADAH YANG TERTOLAK MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
SEORANG mukmin, menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani,
pertama-tama, menunaikan yang wajib. Bila ia telah menunaikan yang wajib, maka
ia menunaikan yang sunah. Bila ia telah menunaikan keduanya, maka ia menunaikan
yang sunah-sunah tambahan. "Nah, bila seseorang belum melaksanakan yang
wajib, sedang ia melaksanakan yang sunah, maka hal itu merupakan kebodohan,
takkan diterima dan ia akan hina," tuturnya dalam kitabnya yang berjudul
Futuh Al-Ghaib..
"Ia seperti orang yang diminta untuk mengabdi kepada
raja, namun ia tak mengabdi kepadanya, tapi ia mengabdi kepada pembantu istana
sang raja yang berada di bawah kekuasaannya," lanjutnya. Diriwayatkan oleh
Ali putra Abu Thalib, bahwa Nabi Suci SAW berkata: “Ibarat tentang orang yang
menunaikan yang sunnah, padahal ia belum menunaikan yang wajib, ialah seperti
wanita hamil yang keguguran di kala akan melahirkan. Dengan demikian, ia tak
hamil lagi dan tak jadi menjadi ibu.”
Begitu pula dengan orang yang beribadah, yang Allah tak
menerima penunaiannya akan yang sunnah, sebelum ia menunaikan yang wajib. Hal
ini juga seperti usahawan yang takkan mendapatkan keuntungan apa pun sebelum ia
mengelola modalnya. Begitu pula dengan orang yang menunaikan yang Sunnah, yang
takkan diterima jerih payahnya itu, sebelum ia menunaikan yang wajib. Begitu
pula dengan orang yang mengabaikan yang Sunnah, dan menunaikan hal-hal yang tak
ditentukan oleh aturan apa pun.
"Nah, di antara kewajiban-kewajiban itu ialah menjauhani
dari yang haram, dari mengabaikan ketentuan-Nya, dari menimpali suara manusia,
dari mengikuti kehendak mereka, dari berpaling dari perintah Allah, dan dari
Ketakpatuhan kepada-Nya," ujarnya. Nabi SAW bersabda: “Tiada kepatuhan,
selagi masih berbuat dosa terhadap Allah.”
ADA DUA JENIS MANUSIA MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani menyebut
di dunia ini ada dua jenis manusia. Yang pertama ialah manusia yang dikaruniai
kebaikan-kebaikan duniawi. Yang kedua ialah manusia yang diuji dengan
ketentuan-Nya. Berikut selengkapnya penuturan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib:
Manusia yang mendapatkan kebaikan
duniawi, tak bebas dari noda dosa dan kegelapan dalam menikmati yang mereka
dapatkan itu. Manusia semacam itu bermewah-mewah dengan karunia duniawi ini.
Bila ketentuan Allah datang, yang menggelapi sekitarnya melalui aneka musibah
yang berupa penyakit, penderitaan, kesulitan hidup, sehingga ia hidup sengsara,
dan tampak seolah-olah ia tak pernah menikmati sesuatu pun. Ia lupa akan
kesenangan dan kelezatannya. Dan jika kecerahan menimpanya, maka seolah-olah ia
tak pernah mengalami musibah. Sedang jika ia mengalami musibah, maka
seolah-olah tiada kebahagiaan. Semua ini disebabkan oleh pengabdian terhadap
Tuhannya.
Nah, jika ia telah tahu bahwa
Tuhannya sepenuhnya bebas bertindak sekehendak-Nya, mengubah, memaniskan,
memahitkan, memuliakan, menghinakan, menghidupkan, mematikan, memajukan dan
memundurkan – jika ia telah tahu semua ini, maka ia tak merasa bahagia di
tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bahagia di tengah-tengah
kebahagiaan duniawi dan tak merasa bangga karenanya, juga tak berputus asa akan
kebahagiaan di kala duka.
Perilaku salahnya ini disebabkan
juga oleh ketaktahuannya akan dunia ini, yang sebenarnya tempat ujian,
kepahitan, kejahilan, kepedihan dan kegelapan. Jadi kehidupan duniawi itu bak
pohon gaharu, yang rasa pertamanya pahit, sedang rasa akhirnya manis seperti
madu, dan tiada seorang pun dapat merasakan manisnya, sebelum ia merasakan
pahitnya. Tak seorang pun dapat mengecap madunya, sebelum ia tabah atas
kepahitannya.
Maka, barangsiapa tabah atas
cobaan-cobaan duniawi, maka ia berhak mengecap rahmatNya. Tentu, seorang
pekerja mesti diberi upah setelah keningnya berkeringat, tubuh dan jiwanya
letih. Maka, bila orang telah mereguk semua kepahitan ini, maka datang
kepadanya makanan dan minuman lezat, busana yang bagus dan kesenangan meski
sedikit.
Jadi, dunia adalah sesuatu, yang
bagian pertamanya ialah kepahitan, bagai pucuk madu di sebuah bejana yang
berbaur dengan kepahitan, sehingga si pemakan tak mungkin mencapai dasar
bejana, dan yang dimakannya hanyalah madu murninya sampai ia mengecap pucuknya.
Nah, bila hamba Allah telah
berupaya keras menunaikan perintah Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung,
menjauh dari larangan-Nya, dan pasrah kepada-Nya, maka bila ia telah mereguk
kepahitannya, menahan bebannya, berupaya melawan kehendaknya sendiri dan mencampakkan
maksud-maksud pribadinya, maka Allah mengaruniainya, sebagai hasil dari ini,
kehidupan yang baik, kesenangan, kasih-sayang dan kemuliaan. Maka menjadilah Ia
walinya dan menyuapinya persis seperti seorang bayi yang disuapi, yang tak
berdaya, yang tak berupaya keras di dunia ini dan di akhirat, yang juga seperti
pemakan pucuk pahit madu yang mengecap dengan lahapnya bagian bawah isi bejana.
Nah, patutlah bagi sang hamba yang
telah dikaruniai oleh Allah, untuk tak merasa aman dari cobaan-Nya, untuk tak
merasa yakin akan kekekalannya, agar tak lupa bersyukur atasnya. Nabi Suci saw.
Bersabda: “Kebahagiaan duniawi merupakan sesuatu yang ganas; maka jinakkanlah
ia dengan kesyukuran.” Jadi, mensyukuri rahmat berarti mengakui sang
Pemberinya, Yang Mahapemurah, iaitu Allah, senantiasa mengingatnya, tak
mengklaim atas-Nya, tak mengabaikan perintah-Nya, dan diiringi dengan penunaian
kewajiban terhadap-Nya, iaini mengeluarkan zakat, membersihkan diri,
bersedekah, berkorban sebagai nazar, meringankan beban penderitaan kaum lemah
dan membantu mereka yang membutuhkan , yang mengalami kesulitan dan yang
keadaannya berubah dari baik menjadi buruk, iaitu, yang masa-masa bahagia dan
harapannya telah berubah menjadi kedukaan.
Bersyukurnya anasir tubuh atas
rahmat berupa digunakannya anasir tubuh itu untuk menunaikan perintah-perintah
Allah dan mencegah diri dari hal-hal yang haram, dari kekejian dan dosa. Inilah
cara melestarikan rahmat, mengairi tanamannya dan memacu tubuhnya dedahanan dan
dedaunannya; mempercantik buahnya, memaniskan rasanya, memudahkan penelanannya,
mengenakkan pemetikannya dan membuat rahmatnya mewujud di seluruh organ tubuh
lewat berbagai tindak kepatuhan kepada-Nya, seperti lebih mendekatkan diri
kepada-Nya dan senantiasa mengingat-Nya, yang kemudian memasukkan sang hamba,
di akhirat, ke dalam kasih-sayang-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan
menganugerahinya kehidupan abadi di taman-taman surga bersama dengan para Nabi
Suci, Shiddiq, Syahid dan Shalih – inilah suatu kebersamaan yang indah.
Namun, jika tak berlaku begini,
mencintai keindahan lahiriah kehidupan semacam itu, asyik menikmatinya dan puas
dengan gemerlapnya fatamorgananya, yang kesemuanya bagai hembusan sepoi angin
dingin di pagi musim panas, dan bagai lembutnya kulit naga dan kalajengking;
dan menjadi lupa akan bisa mautnya dan tipuannya – kesemuanya ini akan
menghancurkannya – orang seperti itu mesti diberi kabar-kabar gembira tentang
penolakan, kehancuran yang segera, kehinaan di dunia ini dan siksaan kelak
dalam api neraka nan abadi.
Cobaan atas manusia – kadang berupa
hukuman atas pelanggaran terhadap hukum dan atas dosa yang telah diperbuatnya.
Kadang berupa pembersihan noda, dan kadang pula berupa pemuliaan maqam ruhani
manusia, yang baginya rahmat Tuhan semesta terkaruniakan sebelumnya, yang
melalukannya dari bencana dengan kelembutan, sebab cobaan semacam itu tak
dimaksudkan untuk menghancurkan dan mencampakkannya ke dasar neraka, tapi,
dengan begini, Allah mengujinya untuk dipilih dan mewujudkan darinya hakikat
iman, mensucikannya dan bersih dari kesyirikan, kebanggaan diri, kemunafikan,
dan membuat karunia cuma-cuma, sebagai pahala baginya, dari berbagai
pengetahuan, rahasia dan nur.
Nah, bila orang ini menjadi bersih
rohani dan jasmani, dan hatinya menjadi suci, berarti Ia telah memilihnya di
dunia ini dan di akhirat – di dunia ini iaini melalui hatinya, sedang di
akhirat iaini melalui jasmaninya. Maka segala bencana menjadi pencuci noda
kesyirikan dan pemutus hubungan dengan manusia, sarana duniawi dan
dambaan-dambaan, dan menjadi pelebur kesombongan, ketamakan dan harapan akan
imbalan surga atas penunaian perintah-perintah.
"Cobaan yang berupa hukuman
menunjukkan adanya kekurangsabaran atas cobaan-cobaan ini, dengan mengaduh dan
mengeluh kepada orang. Cobaan yang berupa pencucian dan penyirnaan kelemahan
menunjukkan maujudnya kesabaran, ketak-mengeluhan kepada sahabat dan tetangga,
penunaian perintah-perintah, ketakengganan dan kepatuhan. Cobaan yang berupa
pemuliaan maqam menunjukkan adanya keridhaan, kedamaian dengan kehendak Allah,
Tuhan bumi dan langit, dan penafian diri sepenuhnya dalam cobaan ini, hingga
saat berlalunya," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI TENTANG BENCI DAN CINTA
SERINGKALI kita membenci seseorang
bukan didasarkan pada alasan yang benar. Begitu juga saat mencintai. Untuk itu,
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib memberi nasehat
kepada kita soal ini. Kata beliau, jika kau dapati hatimu membenci atau
mencintai seseorang, telahlah perilakunya dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi.
Kalau perilakunya dibenci oleh kedua pewenang ini, berbahagialah dengan
keselarasan dengan Allah dan Nabi-Nya. Jika perilakunya sesuai dengan keduanya,
sedangkan kau memusuhinya, maka ketahuilah bahwa kau adalah pengikut hawa
nafsumu.
"Kau membencinya lantaran
kebencianmu kepadanya dan menentang Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung,
menentang Nabi-Nya, dan menentang kedua pewenang ini. Maka berpalinglah kepada
Allah, bertobat dan mohonlah kepadanya kecintaan kepada orang itu dan para
pilihan Allah, para wali-Nya dan para saleh, bersesuaianlah dengan Allah dalam
mencintainya," tuturnya.
"Berlaku serupalah terhadap
yang kau cintai," lanjutnya. "Iaitu, menelaah perilakunya dengan
cahaya Kitabullah dan Sunnah Nabi. Jika ia ternyata disenangi oleh kedua
pewenang ini, maka cintailah dia. Tapi, jika perilakunya tak disenangi oleh
keduanya, maka bencilah ia, agar kau tak mencintai dan membencinya karena hawa
nafsumu." Allah berfirman: “Dan
jangan ikuti hawa nafsumu, agar kau tak menyimpang dari jalan Allah.” (QS
38:26)
Tak Abadi
Di sisi lain, Syaikh Abdul Qadir
juga mengatakan betapa sering kau berkata, “Siapa pun yang kucintai, cintaku
kepadanya tak abadi. Perpisahan memisahkan kita, baik melalui ketakhadiran,
kematian, permusuhan, kebinasaan ataupun lenyapnya kekayaan.” Tidakkah kau
tahu, wahai yang beriman kepada Allah, yang kepadanya Allah menganugrahkan
karunia-karunia-Nya, yang diperhatikan oleh Allah, yang dilindungi oleh Allah.
Tidakkah kau tahu bahwa sesungguhnya Allah cemburu. Ia telah menciptakanmu demi
Diri-Nya sendiri. Kenapa kau ingin menjadi milik selain-Nya. Belumkah kau dengar firman-Nya: “Ia mencintai
mereka, mereka pun mencintai-Nya.” (QS 5:54). “Dan tak Ku ciptakan jin dan
manusia, kecuali agar mereka mengabdi-Ku.” (QS 51:56). Atau, belumkah kau
dengar sabda Nabi: “Bila Allah mencintai seorang hamba, maka ia mengujinya;
bila ia sabar, maka Ia memeliharanya.” Ia ditanya: “Ya Rasulullah (SAW),
bagaimana pemeliharaan-Nya?” Ia berkata: “Ia tak menyisihkan baginya kekayaan
atau anak.”
Karena bila ia memiliki kekayaan
atau anak yang dicintainya, maka cintanya kepada Tuhannya terbagi, kemudian
sirna, kemudian terbagikan antara Allah dan selain-Nya. Ia cemburu. Ia Mahakuasa
atas segala suatu. Lalu ia dibinasakan-Nya, untuk menguasai hati hamba-Nya demi
Diri-Nya Sendiri. Maka kebenaran firman Allah akan terbukti: “Ia akan mencintai
mereka, dan mereka akan mencintaiNya.” (QS 5:54). Sampai akhirnya hati menjadi
bersih dari segala selain Allah dan berhala-berhala seperti istri, harta, anak,
kesenangan dan kerinduan akan kekuasaan, kerajaan, keajaiban, keadaan rohani,
taman-taman surga, maqam rohani dan kedekatan dengan Allah – tiada tujuan dan
kehendak di hatinya. Maka, hatinya akan menjadi seperti sebuah bejana
berlubang, yang di dalamnya tiada cairan pun bisa tinggal. Sebab, ia kini telah
diremuk-redamkan oleh tindakan Allah dan kecemburuan-Nya.
Maka, tirai-tirai keluhuran,
kekuatan dan kehebatan menyelubunginya, dan parit-parit keagungan mengitarinya.
Maka, tiada kehendak akan sesuatu mampu mendekati hatinya. Tiada harta, anak,
isteri, sahabat, keajaiban, wewenang dan daya tafsir, mampu merusak hatinya.
Karenanya, semua itu takkan membangkitkan kecemburuan Allah, tapi akan menjadi
tanda kemuliaan dari-Nya bagi hamba-Nya, kelembutan-Nya terhadapnya, rahmat dan
karunia-Nya, dan hal yang bermanfaat bagi mereka yang menuju kepada-Nya. "Dengan
demikian, orang-oang ini termuliakan oleh ini dan dilindungi melalui kemuliaan
dari Allah ini, yang akan menjadi penjaga, pelindung dan perantara mereka dalam
kehidupan ini dan di akhirat," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
KISAH RAHIB YANG MENGHORMATI RASULULLAH TAPI MERAGUKAN ISRA’
MI’RAJ
Sebenarnya pendeta itu sangat ingin
masuk Islam. Hanya saja dia meragukan akan peristiwa Isra Mi’raj nya Nabi
Muhammad. Ia meragukan bahwa peristiwa itu terjadi dengan ruh beserta jasad
Baginda Nabi S.A.W. Perjalanan dari
Mekkah ke Yerusalem di Palestina pada masa itu apabila ditempuh naik kuda atau
unta pun akan memakan waktu beberapa lamanya. Belum lagi berita bahwa kemudian
Baginda Rasulullah naik ke tujuh lapis langit dan menyaksikan beberapa hal
serta menerima perintah agama. Rasulullah diperlihatkan surga, neraka dan
bertemu ALLAH S.W.T. yang menyampaikan 9000 kata.
Menurut kabar, saat Rasulullah
selesai melakukan perjalanan Isra’ wal Mi’raj lalu pulang ke rumahnya di
Mekkah, kasur (tempat tidur) beliau masih terasa hangat. Bahkan daun yang
tersentuh sewaktu berangkat pun belum berhenti bergoyang. Akal pendeta itu
tidak bisa menerima akan peristiwa Isra Mi’raj Baginda Nabi Saw.
Khalifah Amirul Mukminin di Baghdad
akhirnya mengundang para arif bijaksana dan para alim ulama serta para syaikh
guru besar yang mulia untuk meyakinkan akan pendeta tersebut tentang Isra
Mi’raj. Namun tak ada yang mampu
KAROMAH SYAIKH ABDUL QODIR AL JAILANI MENGISLAMKAN PENDETA
Kemudian suatu sore, khalifah
memohon kepada hadrah yang mulia, Syaikh Abdul Qadir al Jailani untuk
meyakinkan si pendeta dan menjelaskan akan kebenaran peristiwa Isra Mi’raj. Ketika
Tuan Syaikh Abdul Qadir datang ke istana khalifah, sang pendeta dan khalifah
sedang bermain catur. Saat sang pendeta mengangkat bidak catur, tiba-tiba
matanya beradu pandang dengan Tuan Syaikh Abdul Qadir al Jilani. Kemudian sang
pendeta memejamkan mata dalam sekejap.
Saat membuka matanya, tiba-tiba dia
sudah berada di sebuah sungai yang airnya sangat deras dan dia sedang terhanyut
di dalamnya. Pendeta pun berteriak minta tolong dengan suara tinggi. Seorang
pengembala arab muda yang kebetulan sedang menggembala di dekat sungai itu,
segera melompat cekatan ke dalam sungai untuk menolong sang pendeta. Ketika
pemuda itu memeluknya, sang pendeta sadar bahwa pakaiannya sedang terlepas
sedangkan dirinya melihat fiziknya sendiri sekarang berubah menjadi seorang
gadis. Si pemuda pengembala itu menariknya keluar sungai dan menanyakan asal
usulnya serta alamat si gadis alias sang pendeta. Gadis itu pun mengatakan
bahwa ia berasal dari kota Baghdad.
Pengembala mengatakan bahwa perlu
waktu berbulan- bulan untuk sampai menuju kota Baghdad. Pemuda pengembala itu
menjaganya, menghormatinya dan menyayanginya. Karena tidak ada tempat untuk
tinggal, terpaksa pendeta yang telah berubah wujudnya menjadi gadis itu pun
ikut ke rumah pengembala muda dan akhirnya mereka menikah. Sekian lama mereka
menikah, mereka pun mempunyai 3 orang anak. Suatu hari saat isteri pengembala
itu alias sang pendeta hendak mencuci pakaian di tepi sungai yang dulu pernah
menghanyutkannya. Lama dia amati sungai itu hingga tak sadar dia pun
tergelincir jatuh ke air sungai. Seketika itu pula sang pendeta tersadar dan
membuka matanya.
Ia dapati dirinya lagi sedang duduk
di hadapan Khalifah bermain catur dan berpandangan mata dengan Hadrah Tuan Asy
Syaikh Abdul Qadir al Jailani Ra yang berkata kepada pendeta “Wahai pendeta
yang malang. Apakah engkau belum mau mengakui tentang Isra Mi’raj?” “Apakah
engkau ingin bertemu dengan suami dan ke tiga anakmu?” tanya tuan Syekh sambil
membuka pintu istana. Tampaklah di depan Istana telah berdiri seorang pria dan
ketiga orang anaknya. Pria itu adalah pengembala dalam “mimpinya”. Pengembala
yang menjadi suami dan ayah dari ketiga anaknya. Mengalami terjadi peristiwa
itu, terus sang pendeta pun masuk Islam dan menyatakan akan kebenaran peristiwa
Isra Mi’ raj Baginda Nabi Muhammad S.A.W. dan bersyahadat dengan dibimbing oleh
Hadrah Sulthanul Auliya Syaikh Abdul Qodir Al Jailani. Subhanahu wata’ala.
LAGI KEROMAH SYEIKH ABDUL QADIR JAILANI YANG PERNAH SAYA
TONTON DIKACA TV3 DIMASA DAHULU.
Kisah 1.
Pernah diceritakan dan juga difilem
sebuah cerita berkenaan keromah Tuan Guru kita Syeikh Mughyideen Abdul Qadir
jailani sedikit masa dahulu. Dia mana berapa orang Yahudi pergi bertemu dengan
Syeikh dan mencabar beliau untuk membuktikan kewaliannya dengan menghidupkan
sahabat mereka yang telah meninggal dunia. Maka mereka menunjukkan kuburan
rakan mereka itu dan meminta Syeikh menghidupkannya, dengan berjanji mereka
semua akan masuk islam jika benar-benar terjadi. Maka Syeikh pun menadah tangan
dan berdoa agar Allah SWT menghidupkan semula rakan mereka itu. Dengan izin
Allah SWT, orang yang telah mati itu bangun dari kuburan sambil bermain gamus,
kerana semasa hidupnya dia memang seorang pemain gambus yang suka menghiburkan
rakan-rakannya itu. Setelah beberapa minit kemudian orang itu masuk semula
kedalam kuburannya sebagai orang yang telah mati. Kepada rakan-rakannya itu
Syeikh mahukan mereka menunaikan janji mereka untuk masuk islam. Seperti biasa
orang-orang Yahudi itu lari semuanya meninggalkan Syeikh.
Kisah 2.
Pernah juga diceritakan dan
difilemkan satu lagi keromah Syeikh dimana beliau telah disekat oleh beberapa
orang Rahib Yahudi yang baru belajar ditengah jalan semasa hendak pergi
mengajar disatu daerah. Rahib-rahib muda itu tidak mempercayai adanya Syurga
dan Neraka (sebenarnya mereka saja buat-buat tak percaya sedangkan dalam ajaran
dan kitab-kitab mereka telah dinyatakan) Mereka sengaja hendak diperlihatkan
benar-benar dihadapan mata mereka ujudnya dua pekara ini dengan berjanji untuk
masuk Islam. Maka syeikh mengangkat kedua-dua tangannya dan mereka disuruh
melihat didalam lengan jubbah Syeikh (yang besar itu). Jadi mereka satu persatu
disuruh menjengah melihat didalamnya. Mula-mula mereka melihat pada lengan
sebelah kanan. Maka mereka melihat keindahan alam Syurga dengan sungai yang
mengalir dibawahnya. Mereka merasa suka dan gembira. Setelah itu Syeikh suruh
melihat didalam lengan jubahnya yang disebelah kiri pula. Maka mereka pun pergi
menjenguk dan kelihatan Api Neraka yang menjulang-julang beserta segala
azabnya. Maka mereka pun pengsan seorang demi seorang. Pada mereka ini Syeikh
tidak menuntut untuk masuk islam kerana Tuan Syeikh mengatahui penipuan mereka.
Mereka ditinggalkan saja disitu.
Demikian dulu warkah ini saya tulis di bhg 2, semoga ia
membawa barakah, manfa,at, dan Ridho Allah swt, Syafa‘at Rasulullah saw serta
Karomah Auliyaillah khushushon Syeikh Mughydeen Abdul Qodir Jailani ra selalu
terlimpahkan kepada kita, keluarga dan anak-anak keturunan kita semua Dunia dan
Akhirat. Dan semoga kita terpelihara dari semua bentuk kezaliman dunia dan
akhirat yang didatangkan kepada kita dari manusia, Jin, Syaitan dan Iblis.
Semoga dengan berkat Syeikh kita mendapat ilmu yang mengalir darinya dan
mendapat Syafaat Guru dan pertolngan Allah diakhir hayat kita nanti. Amien ya
rabbal alamin…
BERSAMBUNG BHG 3 …..
ZAMAN
Selamat Menyambut Hari Raya Aiduladha 1442h dan selamat menjalankan ibadah qurban secara online. Yak banyak yg dapat kita buat kerana terpaksa mematuhi sop kerajaan utk memutuskan rantaian covid19. Saya nasihatkan kepada kalian semua janganlah sebuk nak balek kampung kerana waktu ini jika kalian balik jugak bimbang mungkin kalian yg menjadi penyebar atau kalian "mengambil" penyakit dari kg bawak balek ke bandar. Inilah yang terjadi waktu hari raya aidulfitri yg lalu. Tolonglah jangan jadi korban pada hari raya qurban ini. Jauh lagi perjalanan kehidupan yg kalian harus jalani, terutama pada anak2 kalian. Terus saja kekal dirumah walau apa pun belaku.
ReplyDeletePesanan dari Zaman.
Assalamualaikum tuan, bagaimana sya nk ambil talkin shahadatain.. sya tinggal di kedah.. terima kasih tuan
ReplyDelete017-4878775 ustaz Zainal Abidin (Sintok)
Delete019-5423532 Ustaz Hj idris Bin Mahmud (parit Panjang)
Salam... tu dia!!! tak sempat saya jawab dah ada yang tolong, TK
ReplyDeleteAssalamualaikum, jika ada sbarang pertanyaan bgaimana utk hubungi tuan?
ReplyDeleteWhatup saja kpd saya 013 3811447. Tapi ingat ya... saya tak angkat call tau. Hanya whatup saja. ok
ReplyDelete