BISMILLAHIRAHAMANNIRAHIM
KITAB FUTUHUL GHAIB - BAHAGIAN 2
RISALAH KE EMPAT PULUH,
IA BERKATA:
Jangan berharap menjadi saleh, jika kau belum menjadi musuh
kedirianmu, dan benar-benar terlepas dari semua organ tubuhmu, dan terlepas
dari semua hubungan dengan kemaujudanmu, dengan gerak-gerikmu dan kediamanmu,
dengan pendengaranmu dan penglihatanmu, dengan pembicaraan dan dengan diammu,
dengan upaya, tindakan dan pemikiranmu, dan dengan segala yang berasal darimu,
sebelum kemaujudan ruhanimu mewujud dalam dirimu. Dan semua itu akan kau dapat
setelah kemaujudan ruhani bersemayam di dalam dirimu, sebab ini menjadi tabir
antara kau dan Tuhanmu. Bila kau menjadi seorang yang suci jiwanya, bersahaja,
rahasia dari segala rahasia dan yang gaib dari segala yang gaib, maka kau
benar-benar berbeda dengan segala yang rahasia, dan mengakui segala suatu
sebagai musuh, pengalang dan kegelapan, sebagaimana Ibrahim as berkata:
“Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta alam.” (QS
26:77) Dia berkata begini terhadap berhala-berhala. Maka pandanglah segala
kmaujudanmu sebagai berhala, begitu pula ciptaan lainnya, jangan mematuhi
mereka dan jangan mengikuti mereka. Maka kau akan dikaruniai hikmah, ma’rifat,
daya cipta dan keajaiban, seperti yang dimiliki para beriman di surga.
Keberadaanmu dalam kondisi begini bak terbangkitkan dari kematian di akhirat. Menjadilah
kau perwujudan kuasa Allah; kau mendengar melalui-Nya, melihat melalui-Nya,
berbicara melalui-Nya, diam melalui-Nya, senang dan damai melalui-Nya. Dengan
demikian, kau akan tuli terhadap segala suatu selain-Nya: sehingga kau tak
mendapati kemaujudan selain-Nya, sehingga kau mengetahui hukum dan selaras
dengan kewajiban dan larangan. Maka bila sesuatu kekeliruan ada padamu,
ketahuilah bahwa kau sedang diuji, digoda dan dipermainkan oleh setan-setan.
Maka kembalilah kepada hukum dan pegang teguhlah ia, dan jagalah dirimu agar
senantiasa bersih dari keinginan-keinginan rendah, sebab segala yang tak
dikukuhkan oleh hukum adalah kekafiran.
RISALAH KE EMPAT PULUH
SATU, IA BERKATA:
Akan kami paparkan bagimu sebuah misal tentang kelimpahan,
dan kami berkata, “Tidakkah kau lihat seorang raja yang menjadikan seorang
biasa sebagai gubernur kota tertentu, memberinya busana kehormatan, bendera,
panji-panji dan tentara, sehingga ia merasa aman mulai yakin bahwa hal itu akan
kekal, bangga dengannya, dan lupa akan keadaan sebelumnya. Ia terseret oleh
kebanggaan, kesombongan, dan kesia-siaan. Maka, datanglah perintah pemecatan
dari raja. Dan sang raja meminta penjelasan atas kejahatan-kejahatan yang telah
dilakukannya dan pelanggarannya atas perintah dan larangannya. Lalu sang raja
memenjarakannya di dalam sebuah penjara yang sempit dan gelap serta memperlama
pemenjaraannya, dan orang itu terus menderita, terhinakan dan sengsara, akibat
ketakaburan dan kesia-siaannya, dirinya hancur, api kehendaknya padam, dan semua
ini terjadi di depan mata sang raja dan diketahuinya. Setelah itu ia menjadi
kasihan terhadap orang itu, dan memerintahkan agar ia dibebaskan dari penjara,
disertai kelembutan terhadapnya, dianugerahkan kembali busana kehormatan, dan
dijadikannya kembali ia sebagai gubernur. Ia menganugerahkan semua ini kepada
orang itu sebagai karunia cuma-cuma. Kemudian ia menjadi teguh, bersih,
berkecukupan dan terahmati. Beginilah keadaan seorang beriman yang didekatkan
dan dipilih-Nya. Ia bukakan di hadapan mata hatinya pintu-pintu kasih-sayang,
kemurahan dan pahala. Maka, ia melihat dengan hatinya yang mata tak pernah
melihat, yang telinga tak pernah mendengar, yang hati manusia tak tahu akan
hal-hal gaib dari kerajaan lelangit dan bumi, akan kedekatan dengan-Nya, akan
kata manis, janji menyenangkan, limpahan kasih-sayang, akan diterimanya doa dan
kebajikan, dan akan dipenuhinya janji serta kata-kata bijak bagi hatinya, yang
menyatakan sendiri melalui lidahnya, dan dengan semua ini Ia sempurnakan bagi
orang ini karunia-karunia-Nya pada tubuhnya, yang berupa makanan, minuman,
busana, istri yang halal, hal-hal lain yang halal dan pemerhati terhadap hukum
dan tindak pengabdian.
Lalu, Allah memelihara keadaan ini bagi hamba beriman-Nya
yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba beriman-Nya yang didekatkan
kepada-Nya sampai sang hamba merasa aman di dalamnya, terkecoh olehnya dan
percaya bahwa hal itu kekal. Maka, Allah membukakan baginya pintu-pintu
musibah, aneka kesulitan hidup, milikan, istri, anak, dan mencabut darinya
segala karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya sebelum ini, sehingga ia
terkulai, hancur dan terputus dari masyarakatnya. Bila ia melihat
keadaan-keadaan lahiriahnya, maka ia melihat hal-hal yang buruk baginya. Bila
ia melihat hati dan jiwanya, maka ia melihat hal-hal yang menyedihkannya. Jika
ia memohon kepada Allah untuk menjauhkan kesulitannya, maka permohonannya itu
tak diterima. Jika ia memohon janji baik, ia tak segera mendapatkannya. Jika ia
berjanji, ia tak tahu tentang pemenuhannya. Bila ia bermimpi, ia tak bisa
menafsirkannya dan tak tahu tentang kebenarannya. Bila ia bermaksud kembali
kepada manusia, ia tak mendapatkan sarana untuk itu. Bila ada sesuatu pilihan
baginya dan ia bertindak berdasarkan pilihan itu, maka ia segera tersiksa, tangan-tangan
orang memegang tubuhnya, dan lidah-lidah mereka menyerang kehormatannya. Bila
ia hendak melepaskan dirinya dari keadaan ini, dan kembali kepada keadaan
sebelumnya, ia gagal. Bila ia memohon agar dikaruniai pengabdian, ketercerahan
dan kebahagiaan di tengah-tengah musibah yang dialaminya, permohonannya itu pun
tak diterima. Maka, dirinya mulai meleleh, hawa nafsunya mulai sirna,
maksud-maksud serta kerinduan kerinduannya mulai pupus, dan kemaujudan segala
suatu menjadi tiada. Keadaannya ini diperpanjang dan kian hebat, hingga sang
hamba berlalu dari sifat-sifat manusia. Tinggallah ia sebagai ruh. Ia mendengar
panggilan jiwa kepadanya: “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk
mandi dan minum.” (QS 38:42) Sebagaimana panggilan kepada Nabi Ayub as. Lalu
Allah mengalirkan samudra kasih-sayang dan kelembutan-Nya ke dalam hatinya,
menggelorakannya dengan kebahagiaan, aroma harum pengetahuan tentang hakikat
dan ketinggian pengetahuan-Nya, membukakan baginya pintu-pintu nikmat dalam
segala keadaan hidup, membuat para raja mengabdi kepadanya, menyempurnakan
baginya nikmat-nikmat-Nya lahiriah dan ruhaniah, menyempurnakan lahiriahnya
melalui makhluk dan rahmat-rahmat lain-Nya, menyempurnakan ruhaninya dengan
kelembutan dan karunia-Nya, dan membuat keadaan ini berkesinambungan baginya,
hingga ia menghadap-Nya. Kemudian Ia memasukkannya ke dalam yang mata tak
pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar dan yang tak pernah tersirat
dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya: “Tiada jiwa yang tahu yang
disembunyikan bagi mereka, yang akan mengenakkan mata mereka, balasan bagi yang
telah mereka perbuat.” (QS 32:17)
RISALAH KE EMPAT PULUH
DUA, IA BERKATA:
Keadaan ruhani manusia itu: bahagia dan duka. Bila duka, maka
timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, pencomelan, penyalahan terhadap
perilaku buruk, dosa karena menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan
sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran. Bila bahagia, ia menjadi kurban
kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila nafsu diperturutkan, ia pun menginginkan
yang lainnya dan meremehkan karunia yang dimilikinya; maka ia tak menghargai
karunia-karunia ini dan meminta karunia yang lebih baik lagi, sehingga hal ini
menempatkannya dalam rangkaian kesulitan yang tak berakhir di dunia ini atau di
akhirat, sebagaimana dikatakan: “Sesungguhnya siksaan paling pedih yaitu bagi
pengupayaan yang bukan bagiannya.” Maka, bila ia dirundung kesulitan yang
dikehendaki hanyalah sirnanya kesulitan itu. Ia menjadi lupa akan segala
karunia, dan tidak menghendaki sesuatupun dari hal ini. Bila ia dikaruniai
kebahagiaan hidup, maka ia kembali menjadi sombong, rakus, membangkang terhadap
Tuhannya dan tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan kesengsaraannya ini dan
bencana, yang kurbannya adalah dia. Maka segeralah ia menjadi lebih buruk
daripada kala ia diharu-biru aneka musibah dan kesulitan sebagai hukuman atas
dosa-dosanya, agar ia terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya dari perbuatan
dosa di kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak mengubahnya, tetapi
keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan. Andai ia berlaku baik,
setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam kepatuhan, bersyukur dan menerima
nasibnya dangan senang hati, maka hal itu lebih baik baginya di dunia ini dan
di akhirat. Maka, hidupmu akan kian bahagia. Nah, barangsiapa menginginkan
keselamatan hidup di dunia ini dan di akhirat, maka ia harus senantiasa
bersabar, pasrah, menghindar dari mengeluh kepada orang, dan memperoleh
kebutuhannya dari Tuhannya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan membuatnya
sebagai kewajiban untuk mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan sepenuhnya
mengabdi kepada-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Ia, betapa pun, lebih baik
ketimbang seluruh makhluk-Nya. Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi karunia,
Penghukuman-Nya menjadi rahmat, musibah dari-Nya menjadi obat, janji-Nya
terpenuhi. Kemurahan-Nya merupakan kenyataan yang ada. Kata-Nya merupakan suatu
kebajikan. Tentu, firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan
terhadapnya “Jadilah,” maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak
dan tepat, kecuali bahwa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang ketepatan-Nya
dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini. Maka, lebih baik dan layak
bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi kepada-Nya, yaitu dengan
menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari larangan-larangan-Nya, menerima
ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian makhluk – sebab hal ini merupakan sumber
segala ketentuan, menguatnya mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab
dan masa (kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya.
Pernyataan ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Abbas, yang dikutip oleh Ata bin Abbas. Katanya: “Ketika aku berada di belakang
Rasulullah (saw), beliau berkata kepadaku, “Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban
terhadap Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah kewajibankewajiban terhadap
Allah, maka kau akan mendapati-Nya di depanmu.’ ” Nah, jika kau membutuhkan
pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi kering setelah menuliskan segala
yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba Allah berupaya keras memberimu sesuatu
yang tak Allah tentukan bagimu, maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika
hamba-hamba Allah berupaya keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya,
maka mereka takkan berhasil. Nah, jika kau bisa bertindak berdasarkan
perintah-perintah Allah dengan sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika kau tak
mampu melakukan yang demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas apa yang
tak kau sukai, sembari mengingat bahwa di dalamnya banyak kebaikan. Ketahuilah,
bahwa pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keridhaan, dan dalam
kesulitan itu ada kemudahan. Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis ini
sebagai cermin bagi hatinya, sebagai busana lahiriah dan ruhaniah, sebagai
slogan, dan hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan diamnya, agar
selamat di dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan kemuliaan darinya,
dengan kasih-sayang Allah, Yang Mahamulia.
RISALAH KE EMPAT PULUH
TIGA. IA BERKATA:
Barangsiapa meminta sesuatu dari manusia, berarti ia tak tahu
akan Allah, lemah iman, lemah pengetahuan tentang hakikat, dan tak sabar;
sedang barangsiapa tak meminta, berarti ia amat tahu akan Allah, Yang Mahakuasa
lagi Mahaagung, kuat imannya, kian bertambah pengetahuan tentang-Nya dan
ketakwaan kepada-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung.
RISALAH KE EMPAT PULUH
EMPAT, IA BERKATA:
Sesungguhnya doa orang yang berpengetahuan ruhani kepada
Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, tak dikabulkan, dan setiap janji yang
dibuat kepadanya tak dipenuhi, agar ia tak hancur karena keterlalu- optimisan.
Sebab setiap keadaan atau maqam ruhani mempunyai ketakutan dan harap. Dengan
demikian, orang yang berpengetahuan ruhani mengalami kedekatan dengan-Nya,
sehingga ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah. Maka permohonan (sang
pengabdi) agar doanya diterima dan janji kepadanya dipenuhi, bertentangan
dengan jalan dan keadaannya. Ada dua sebab untuk ini.
Pertama ia tak diatasi oleh harapan dan khayal diri melalui
rencana tinggi Allah, dan lupa akan kebaikannya dalam penghampirannya kepada
Allah, sehingga ia hancur.
Kedua, hal itu sama dengan menyekutukan-Nya dengan sesuatu.
Sebab tak satu pun di dunia ini sepenuhnya bebas dari dosa, kecuali para Nabi.
Karena inilah, Ia tak selalu mengabulkan doanya dan tak
memenuhi janji kepada sang pengabdi, agar ia tak meminta sesuatu pun atas
dorongan hawa nafsunya tanpa mematuhi perintah-perintah-Nya, yang di dalamnya
terletak kemungkinan kesyirikan, dan dalam setiap keadaan, langkah dan maqam
sang salik banyak kemungkinan berbuat kesyirikan. Tetapi bila doanya selaras
dengan perintah, maka hal itu mendekatkan manusia kepada Allah, semisal salat,
puasa, kewajiban- kewajiban lainnya, sunnah serta kewajiban tambahan, sebab dalam
hal-hal ini ada kepatuhan kepada perintah.
RISALAH KE EMPAT PULUH
LIMA, IA BERKATA:
Ketahuilah bahwa ada dua macam manusia. Yang pertama ialah
manusia yang dikaruniai kebaikan-kebaikan duniawi. Yang kedua ialah manusia
yang diuji dengan ketentuan-Nya. Manusia yang mendapatkan kebaikan duniawi, tak
bebas dari noda dosa dan kegelapan dalam menikmati yang mereka dapatkan itu.
Manusia semacam itu bermewah-mewah dengan karunia duniawi ini. Bila ketentuan
Allah datang, yang menggelapi sekitarnya melalui aneka musibah yangberupa
penyakit, penderitaan, kesulitan hidup, sehingga ia hidup sengsara, dan tampak
seolah-olah ia tak pernah menikmati sesuatu pun. Ia lupa akan kesenangan dan
kelezatannya. Dan jika kecerahan menimpanya, maka seolah-olah ia tak pernah
mengalami musibah. Sedang jika ia mengalami musibah, maka seolah-olah tiada
kebahagiaan. Semua ini disebabkan oleh pengabdian terhadap Tuhannya. Nah, jika
ia telah tahu bahwa Tuhannya sepenuhnya bebas bertindak sekehendak-Nya,
mengubah, memaniskan, memahitkan, memuliakan, menghinakan, menghidupkan,
mematikan, memajukan dan memundurkan – jika ia telah tahu semua ini, maka ia
tak merasa bahagia di tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bahagia
di tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bangga karenanya, juga tak
berputus asa akan kebahagiaan di kala duka.
Perilaku salahnya ini disebabkan juga oleh ketaktahuannya
akan dunia ini, yang sebenarnya tempat ujian, kepahitan, kejahilan, kepedihan
dan kegelapan. Jadi kehidupan duniawi itu bak pohon gaharu, yang rasa
pertamanya pahit, sedang rasa akhirnya manis seperti madu, dan tiada seorang
pun dapat merasakan manisnya, sebelum ia merasakan pahitnya. Tak seorang pun
dapat mengecap madunya, sebelum ia tabah atas kepahitannya. Maka, barangsiapa
tabah atas cobaan-cobaan duniawi, maka ia berhak mengecap rahmatNya. Tentu,
seorang pekerja mesti diberi upah setelah keningnya berkeringat, tubuh dan
jiwanya letih. Maka, bila orang telah mereguk semua kepahitan ini, maka datang
kepadanya makanan dan minuman lezat, busana yang bagus dan kesenangan meski
sedikit. Jadi, dunia adalah sesuatu, yang bagian pertamanya ialah kepahitan,
bagai pucuk madu di sebuah bejana yang berbaur dengan kepahitan, sehingga si
pemakan tak mungkin mencapai dasar bejana, dan yang dimakannya hanyalah madu
murninya sampai ia mengecap pucuknya. Nah, bila hamba Allah telah berupaya
keras menunaikan perintah Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, menjauh dari
larangan-Nya, dan pasrah kepada-Nya, maka bila ia telah mereguk kepahitannya,
menahan bebannya, berupaya melawan kehendaknya sendiri dan mencampakkan
maksud-maksud pribadinya, maka Allah mengaruniainya, sebagai hasil dari ini,
kehidupan yang baik, kesenangan, kasih-sayang dan kemuliaan. Maka menjadilah Ia
walinya dan menyuapinya persis seperti seorang bayi yang disuapi, yang tak
berdaya, yang tak berupaya keras di dunia ini dan di akhirat, yang juga seperti
pemakan pucuk pahit madu yang mengecap dengan lahapnya bagian bawah isi bejana.
Nah, patutlah bagi sang hamba yang telah dikaruniai oleh Allah, untuk tak
merasa aman dari cobaan-Nya, untuk tak merasa yakin akan kekekalannya, agar tak
lupa bersyukur atasnya. Nabi Suci saw. berkata: “Kebahagiaan duniawi merupakan
sesuatu yang ganas; maka jinakkanlah ia dengan kebersyukuran.” Jadi, mensyukuri
rahmat berarti mengakui sang Pemberinya, Yang Mahapemurah, yaitu Allah,
senantiasa mengingatnya, tak mengklaim atas-Nya, tak mengabaikan perintah-Nya,
dan diiringi dengan penunaian kewajiban terhadap-Nya, yakni mengeluarkan zakat,
membersihkan diri, bersedekah, berkorban sebagai nazar, meringankan beban
penderitaan kaum lemah dan membantu mereka yang membutuhkan , yang mengalami
kesulitan dan yang keadaannya berubah dari baik menjadi buruk, yaitu, yang masa-masa
bahagia dan harapannya telah berubah menjadi kedukaan. Bersyukurnya anasir
tubuh atas rahmat berupa digunakannya anasir tubuh itu untuk menunaikan
perintah-perintah Allah dan mencegah diri dari hal-hal yang haram, dari
kekejian dan dosa. Inilah cara melestarikan rahmat, mengairi tanamannya dan
memacu tubuhnya dedahanan dan dedaunannya; mempercantik buahnya, memaniskan
rasanya, memudahkan penelanannya, mengenakkan pemetikannya dan membuat
rahmatnya mewujud di seluruh organ tubuh lewat berbagai tindak kepatuhan
kepada-Nya, seperti lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan senantiasa
mengingat-Nya, yang kemudian memasukkan sang hamba, di akhirat, ke dalam
kasih-sayang-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan menganugerahinya kehidupan
abadi di taman-taman surga bersama dengan para Nabi Suci, shiddiq, syahid dan
shalih – inilah suatu kebersamaan yang indah. Namun, jika tak berlaku begini,
mencintai keindahan lahiriah kehidupan semacam itu, asyik menikmatinya dan puas
dengan gemerlapnya fatamorgananya, yang kesemuanya bagai embusan sepoi angin
dingin di pagi musim panas, dan bagai lembutnya kulit naga dan kalajengking;
dan menjadi lupa akan bisa mautnya dan tipuannya – kesemuanya ini akan
menghancurkannya – orang seperti itu mesti diberi kabar-kabar gembira tentang penolakan,
kehancuran yang segera, kehinaan di dunia ini dan siksaan kelak dalam api
neraka nan abadi. Cobaan atas manusia – kadang berupa hukuman atas pelanggaran
terhadap hukum dan atas dosa yang telah diperbuatnya. Kadang berupa pembersihan
noda, dan kadang pula berupa pemuliaan maqam ruhani manusia, yang baginya
rahmat Tuhan semesta terkaruniakan sebelumnya, yang melalukannya dari bencana
dengan kelembutan, sebab cobaan semacam itu tak dimaksudkan untuk menghancurkan
dan mencampakkannya ke dasar neraka, tapi, dengan begini, Allah mengujinya
untuk dipilih dan mewujudkan darinya hakikat iman, mensucikannya dan bersih
dari kesyirikan, kebanggaan diri, kemunafikan, dan membuat karunia cuma-cuma,
sebagai pahala baginya, dari berbagai pengetahuan, rahasia dan nur. Nah, bila
orang ini menjadibersih ruhani dan jasmani, dan hatinya menjadi tersucikan,
berarti Ia telah memilihnya di dunia ini dan di akhirat – di dunia ini yakni
melalui hatinya, sedang di akhirat yakni melalui jasmaninya. Maka segala
bencana menjadi pencuci noda kesyirikan dan pemutus hubungan dengan manusia,
sarana duniawi dan dambaan-dambaan, dan menjadi pelebur kesombongan, ketamakan
dan harapan akan imbalan surga atas penunaian perintahperintah. Cobaan yang
berupa hukuman menunjukkan adanya kekurangsabaran atas cobaab-cobaan ini,
dengan mengaduh dan mengeluh kepada orang. Cobaab yang berupa pencucian dan
penyirnaan kelemahan menunjukkan maujudnya kesabaran, ketak-mengeluhan kepada
sahabat dan tetangga, penunaian perintah-perintah, ketakengganan dan kepatuhan.
Cobaan yang berupa pemuliaan maqam menunjukkanadanya keridhaan, kedamaian
dengan kehendak Allah, Tuhan bumi dan lelangit, dan penafian diri sepenuhnya
dalam cobaan ini, hingga saat berlalunya.
RISALAH KE EMPAT PULUH
ENAM, IA BERKATA:
Nabi Suci saw. bersabda dari Rabnya: “Barangsiapa senantiasa
mengingat-Ku dan tak sempat minta sesuatu pun dari-Ku, maka akan Kuberikan
kepadanya yang lebih baik daripada yang Kuberikan kepada mereka yang meminta.”
Hal ini dikarenakan bila Allah menghendaki seorang mukmin bagi
maksud-maksud-Nya sendiri, maka Ia melalukannya melalui aneka keadaan ruhani,
dan mengujinya dengan aneka upaya dan musibah. Lalu Ia membuatnya sedih setelah
senang, dan membuatnya hampir minta kepada orang, sedang tiada jalan terbuka
baginya; lalu menyelamatkannya dari meminta dan membuatnya hampir meminjam
kepada orang. Lalu Ia menyelamatkannya dari meminjam, dan membuatnya bekerja
mencari nafkah dan memudahkan baginya. Maka hiduplah ia dengan perolehannya,
dan hal ini selaras dengan sunnah Nabi. Tapi, kemudian, Ia membuatnya sulit
mendapatkan rizki dan memerintahkannya, lewat ilham, untuk meminta kepada
manusia. Inilah sebuahperintah tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang yang
bersangkutan. Dan Ia membuat permintaan ini sebagai pengabdiannya dan berdosa
melecehkannya, sehingga keangkuhannya pupus, kediriannya hancur, dan inilah
pembinaan ruhani. Permintaannya karena dipaksa oleh Allah, bukan karena
kesyirikan. Lalu Ia menyelamatkannya dari keadaan begini, dan memerintahkannya
untuk meminjam kepada orang, dengan perintah yang kuat yang tak mungkin lagi
dielakkan, sebagaimana halnya dengan keadaan meminta. Lalu Ia mengubahnya dari
keadaan ini, menjauhkannya dari orang dan hanya bertumpu pada permintaannya
kepada-Nya. Maka ia meminta kepada Allah segala yang dibutuhkannya. Ia
memberinya, dan tak memberinya jika ia tak memintanya. Lalu Ia mengubahnya dari
meminta lewat lidah menjadi meminta lewat hati. Maka ia meminta kepadanya
segala yang dibutuhkannya, sehingga bila ia memintanya dengan lidah, Ia tak
memberinya, atau bila ia memninta kepada orang, mereka juga tak memberinya.
Lalu Ia menafikannya dari dirinya dan dari meminta baik secara terbuka maupun
tersembunyi. Maka Ia mengaruniainya segala yang membuat orang menjadi baik, –
segala yang dimakan, diminum, dipakai dan keperluan hidup tanpa upaya atau
tanpa diduganya. Maka menjadilah Ia walinya, dan ini sesuai dengan ayat:
“Sesungguhnya waliku adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab dan Ia adalah
wali para saleh.” (“S 7:196) Maka firman Allah yang diterima oleh Nabi saw.
menjadi kenyataan, yakni, “Barangsiapa tak sempat meminta sesuatu dari-Ku, maka
Aku akan memberinya lebih dari yang Kuberikan kepada mereka yang meminta,” dan
inilah keadaan fana dalam Tuhan, suatu keadaan yang dimiliki oleh para wali dan
badal. Pada peringkat ini, ia dikaruniai daya cipta, dn segala yang
dibutuhkannya mewujud atas izin Allah, sebagaimana firman-Nya di dalam
Kitab-Nya: “Wahai anak Adam! Aku adalah Tuhan, tiada tuhan selain-Ku; bila
Kukatakan kepada sesuatu “jadilah”, maka jadilah ia. Patuhilah Aku, sehingga
bila kau berkata kepada sesuatu “jadilah”, maka juga, jadilah sesuatu itu.”
RISALAH KE EMPAT PULUH
TUJUH, IA BERKATA:
Seorang tua bertanya kepadaku dalam mimpiku: “Apa yang
membuat seorang hamba Allah dekat kepada Allah?” Aku berkata: “Proses ini
berawal dan berakhir, awalnya yaitu kesalehan dan akhirnya yaitu keridhaan
kepada Allah dan kepasrahan diri sepenuhnya kepada-Nya.”
RISALAH KE EMPAT PULUH
LAPAN, IA BERKATA:
Seorang mukmin, pertama-tama, menunaikan yang wajib. Bila ia
telah menunaikan yang wajib, maka ia menunaikan yang sunnah. Bila ia telah
menunaikan keduanya, maka ia menunaikan yang tambahan. Nah, bila seseorang
belum melaksanakan yang wajib, sedang ia melaksanakan yang sunnah, maka hal itu
merupakan kebodohan, takkan diterima dan ia akan hina. Ia seperti orang yang
dimeinta untuk mengabdi kepada raja, namun ia tak mengabdi kepadanya, tapi ia
mengabdi kepada hamba sang raja yang berada di bawah kekuasaannya. Diriwayatkan
oleh Ali, putra Abu Thalib (as), bahwa Nabi Suci saw. berkata: “Ibarat tentang
orang yang menunaikan yang sunnah, padahal ia belum menunaikan yang wajib,
ialah seperti wanita hamil yang keguguran di kala akan melahirkan. Dengan
demikian, ia tak hamil lagi dan tak jadi menjadi ibu.” Begitu pula dengan orang
yang beribadah, yang Allah tak menerima penunaiannya akan yang sunnah, sebelum
ia menunaikan yang wajib. Hal ini juga seperti usahawan yang takkan mendapatkan
keuntungan apa pun sebelum ia mengelola modalnya. Begitu pula dengan orang yang
menunaikan yang sunnah, yang takkan diterima jerih payahnya itu, sebelum ia
menunaikan yang wajib. Begitu pula dengan orang yang mengabaikan yang sunnah,
dan menunaikan hal-hal yang tak ditentukan oleh aturan apa pun. Nah, di antara
kewajibankewajiban itu ialah penjauhan dari yang haram, dari mengabaikan
ketentuan-Nya, dari dari menimpali suara manusia, dari mengikuti kehendak
mereka, dari berpaling dari perintah Allah, dan dari Ketakpatuhan kepada-Nya.
Nabi saw. bersabda: “Tiada kepatuhan, selagi masih berbuat dosa terhadap
Allah.”
RISALAH KE EMPAT PULUH
SEMBILAN, IA BERKATA:
Barangsiapa lebih menyukai tidur daripada salat malam, yang
membawa ke arah ketakwaan, berarti ia memilih sesuatu yang buruk, sesuatu yang
mematikannya dan membuatnya acuh tak acuh terhadap segala keadaan. Sebab, tidur
adalah saudara kematian. Karenanya, Allah tak tidur, sebab Ia bersih dari
segala kecacatan. Begitu pula dengan para malaikat, sebab mereka senantiasa
amat dekat dengan Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Begitu pula dengan
penghuni langit, sebab mereka sangat mulia dan suci, sebab tidur akan
menghancurkan keadaan hidup mereka. Jadi, kebaikan terletak pada keberjagaan,
sedang keburukan terletak pada ke-tidur-an dan ketakacuhan terhadap upaya. Nah,
barangsiapa makan, minum dan tidur berlebihan, maka lenyaplah kebaikan dari
dirinya. Barangsiapa makan sedikit dari yang haram, maka ia serupa dengan orang
yang makan banyak dari yang halal. Sebab sesuatu yang haram menggelapi iman.
Bila iman tergelapi, maka doa, ibadah dan jihad tak maujud. Barangsiapa makan
banyak dari yang halal berdasarkan perintah Allah, maka ia menjadi seperti
orang yang makan sedikit dengan penuh pengabdian. Jadi, sesuatu yang halal
ialah cahaya yang ditambahkan pada cahaya, sedang sesuatu yang haram ialah
kegelapan yang ditambahkan pada kegelapan, yang didalamnya tiada kebaikan; maka
makan sesuatu yang halal dengan berlebihan, tak merujuk kepada perintah, adalah
seperti makan sesuatu yang haram, dan hal itu menyebabkan tidur, yang di
dalamnya tiada kebaikan.
RISALAH KE LIMA PULUH,
IA BERKATAR:
Kau mungkin dekat kepada Allah atau jauh dari-Nya. Jika kau
jauh dari-Nya, kenapa berlengah diri, tak berupaya mendapatkan rahmat,
kemuliaanmu, keamanan dan kecukupan diri di dunia ini dan di akhirat. Segeralah
terbang kepada-Nya dengan dua sayap. Sayap pertama berupa penolakan akan
kesenangan, keinginan-keinginna tak halal; sayap kedua berupa penanggungan
kepedihan, hal-hal tak menyenangkan dan menjauh dari keinginan duniawi dan
ukhrawi, agar bisa menyatu denganNya dan dekat kepada-Nya. Maka kau peroleh
segala yang diidamkan dan diraih orang. Kau menjadi demikian terhormat dan
mulia. Jika kau termuliakan dengan kelembutan-Nya, menerima cinta-Nya, dan
menerima kasihsayang-Nya, maka tunjukkanlah perilaku terbaik dan jangan
berbangga diri dengan semua itu, agar kau tak lalai mengabdi, tak angkuh, tak
lazim dan tak tergesa-gesa. Allah berfirman: “Sesungguhnya manusia itu amat
lazim dan bodoh.” (QS. 33:72) “Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.” (QS.
17:11) Lindungilah hatimu dari kecondongan kepada orang dan keinginan-keinginan
yang telah kau campakkan, dari ketaksabaran, dari ketak-selarasan dan dari
ketak-ridhaan kepada Allah di kala ditimpa musibah. Campakkanlah dirimu ke
hadapan-Nya dengan sikap seperti bola di kaki pemain polo yang menggulirkannya
dengan stiknya, bagai jasad mati di hadapan orang yang memandikannya, dan bagai
bayi di pangkuan ibu. Butalah terhadap segala selain-Nya agar tak kau lihat
sesuatu pun selain-Nya – tiada kemaujudan, kemudharatan, manfaat, karunia dan
penahan karunia. Anggaplah orang dan sarana duniawi di kala menderita dan
ditimpa musibah sebagai cambuk-cambuk-Nya yang dengan keduanya Ia mencambukmu.
Dan anggaplah keduanya di kala suka sebagai tangan-Nya yang menyuapimu.
Risalah ke lima puluh
satu, Ia berkata:
Orang saleh menerima pahala dua kali lipat. Pertama, karena
penolakannya akan dunia, sehingga ia tak terpesona olehnya, bertentangan dengan
kedirian, dan memenuhi perintah Allah, sehingga ia terpilahkan darinya. Bila ia
menjadi musuh diri, maka ia menjadi pentahkik kebenaran, pilihan Allah, badal
dan arif (yang tahu kebenaran). Maka ia diperintahkan untuk berhubungan dengan
dunia, sebab kini dalam dirinya maujud sesuatu yang tak dapat dibuang dan tak
tercipta dalam orang lain. Setelah hal itu tertulis, pena takdir menjadi
kering, dan tentangnya Allah telah tahu sebelumnya. Bila perintah telah
dipenuhi, maka ia mengambil bagian duniawinya atau, dengan menerima ma’rifat,
ia berhubungan dengan dunia dengan berlaku sebagai wahana takdir dan
tindakan-Nya, tanpa keterlibatannya, tanpa keinginannya dan tanpa upayanya – ia
dipahalai karena hal ini untuk kedua kalinya, karena ia melakukan semua ini
demi mematuhi perintah Allah.
Bila dikatakan – bagaimana mungkin kau menyatakan tentang
pahala orang yang telah berada pada maqam ruhani yang sangat tinggi dan yang,
menurutmu, telah menjadi badal dan arif, telah lepas dari orang, kedirian,
kesenangan, kehendak dan harapan akan pahala atas kebajikannya, orang yang
hanya melihat di dalam semua kepatuhan dan penyembahannya kehendak Allah,
kasih-Nya, rahmat-Nya, pemudahan-Nya dan pertolongan-Nya, dan orang yang
percaya bahwa ia hanyalah hamba hina Allah, tak berhak menentang-Nya, dan
melihat bahwa dirinya, gerak-geriknya dan upaya-upayanya sebagai milik-Nya.
Bisakah dikatakan, tentang orang semacam itu bahwa ia dipahalai, mengingat ia
tak meminta upah atau sesuatu yang lain sebagai balasan bagi tindakannya, dan
tidak melihat sesuatu tindakan sebagai berasal darinya, tapi memandang dirinya
sebagai orang yang hina dan miskin akan kebajikan? Jika dikatakan demikian,
maka jawabannya adalah: “Kamu telah berkata benar, tapi Allah menganugerahkan
rahmat-Nya baginya, membelainya dengan rahmat-Nya dan membesarkannya dengan
kasih, kelembutan dan karunia-Nya; bila ia telah menahan tangannya dari
hal-hal, dari dirinya, dari meminta kenikmatan-kenikmatan yang disisihkan bagi
kehidupan dan dari menepis kemudharatan yang timbul darinya, maka ia menjadi
seperti bayi yang tak berdaya dalam hal-hal dirinya, yang diasuh dengan
kelembutan rahmat-Nya dan rizki dari-Nya lewat tangan kedua orang tuanya, yang
menjadi pembimbing dna penjaminnya.” Bila telah Dia jauhkan darinya segala
ketertarikan dalam hal-halnya, maka Ia membuat hati orang condong kepadanya dan
melimpahkan kasih dan sayang-Nya di hati orang, sehingga mereka lembut
terhadapnya, condong kepadanya dan memperlakukannya dengan baik. Dengan begini
segala selain Allah menjadi tak berdaya kecuali dengan kehendak-Nya dan,
menimpali rahmat-Nya, menghamba kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat untuk
menjaganya dari segala musibah. Nabi Saw, bersabda: “Sesungguhnya pelindungku
adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) dan Dia melindungi
orang-orang saleh.”
RISALAH KE LIMA PULUH
DUA, IA BERKATA:
Allah menguji sekelompok mukmin yang menjadi
khalifah-khalifah-Nya dan yang memiliki ilmu ruhani, agar mereka berdoa
kepadanya, dan Dia senang menerima doa-doa mereka. Bila mereka berdoa, Ia
senang menerima doa mereka, agar bisa Ia anugerahi kemurahan haknya, sebab ia
memohon kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung di kala mereka berdoa
untuk menerima doa mereka, dan kadang-kadang tidak segera diterima, bukan
karena ditolak. Maka sang hamba Allah mesti menunjukkan sikap baik di kala
ditimpa musibah, dan menelaah apakah ia telah mengabaikan perintah atau
melanggar hal-hal terlarang, secara nyata atau tersembunyi, atau menyalahkan
ketentuan-Nya, karena lebih sering ia diuji sebagai hukuman atas dosa-dosa
semacam itu. Bila musibah berlalu, dia mesti selalu berdoa, berendah diri,
meminta maaf dan memohon kepada Allah, karena mungkin ujian itu dimaksudkan
untuk membuatnya terus berdoa dan memohon; dan ia tak boleh menyalahkan Allah
karena penundaan pengabulan doanya sebagaimana telahkami bicarakan.
RISALAH KE LIMA PULUH
TIGA, IA BERKATA:
Mintalah kepada Allah keridhaan akan ketentuan-Nya, atau
kemampuan meluruh dalam kehendak-Nya. Sebab di dalam hal ini terletak
kesenangan dan keunikan besar di dunia ini, dan juga gerbang besar Allah dan
sarana untuk dicintai-Nya. Barangsiapa dicintai-Nya, maka Ia tak menyiksanya di
dunia ini dan di akhirat. Dalam dua kebajikan ini terletak hubungan dengan
Allah, kebersatuan dengan-Nya dan keintiman dengan-Nya. Jangan bernafsu berupaya
meraih kenikmatan hidup ini, karena hal ini tak dimaksudkan bagimu. Bila hal
itu tak dimaksudkan, maka bodolah bila berupaya mendapatkannya, dan hal itu
juga sangat dikutuk, sebagaimana dikatakan: “Di antara siksa paling besar ialah
berupaya meraih yang tak ditentukan oleh-Nya.”Dan bila hal itu dimaksudkan, hal
itu hanyalah kesetiaan yang dibolehkan dan tersendiri dalam pengabdian, cinta
dan kebenaran. Berupaya kera meraih segala selain Allah Yang Maha Perkasa lagi
Mahaagung adalah syirik. Orang yang berupaya mendapatkan kenikmatan duniawi,
tak tulus dalam cinta dan persahabatannya dengan Allah, siapa pun
yangmenyekutukan-Nya, maka ia pendusta. Begitu pula, orang yang mengharapkan
balasan bagi tindakannya adalah tak ikhlas. Keikhlasan ialah mengabdi kepada
Allah hanya untuk memberi Rabubiyyah, yaitu sifat Allah yang mengatur alam
semesta, pembuluhnya. Orang seperti itu mengabdi kepada-Nya karena Ia adalah
Tuhannya dan patut diabdi, dan wajib baginya berbuat kebajikan dan patuh
kepadaNya, mengingat bahwa ia sepenuhnya milik-Nya, begitu pula gerak-geriknya,
dan upayanya. Hamba dan segala miliknya milik Tuannya. Bukankah harus begitu?
Sebagaimana telah kami nyatakan, semua pengabdian merupakan rahmat Allah dan
karunia-Nya atas hamba-Nya, karena Dialah yang memberinya daya bertindak dan
daya mengatasinya. Maka, senantiasa bersyukur kepada-Nya lebih baik daripada
meminta balasan dari-Nya atas kebajikannya. Kenapa kau berupaya keras meraih
kenikmatan duniawi, bila telah kau lihat sejumlah besar orang, bila kenikmatan
duniawi berlimpah tak berkeputusan, mereka kian sedih, cemas dan haus akan
hal-hal yang tak dimaksudkan bagi mereka? Bagian duniawi mereka tampak timpang,
kecil dan menjijikkan,dan bagian duniawi yang lain tampak indah dan agung bagi
hati dan mata mereka, dan mulailah mereka berupaya meraihnya meski hal itu
bukan hak mereka. Dengan begini, kehidupan mereka berlalu dan daya mereka
menjadi sirna, dan mereka menjadi tua, kekayaan mereka menjadi habis, tubuh
mereka menjadi renta, kening mereka berkeringat, dam catatan kehidupan mereka
menjadi gelap oleh dosa-dosa mereka, upaya keras mereka dalam meraih hak orang
lain, dan oleh pengabaian mereka terhadap perintah-Nya. Mereka gagal
mendapatkannya, menjadi miskin dan merugi dalam kehidupan ini dan di akhirat, karena
itu, mereka berupaya mendapatkan pertolongan-Nya untuk mengabdi kepada-Nya.
Mereka tak mendapatkan yang mereka upayakan, tapi hanya memubazirkan kehidupan
duniawi dan akhirat mereka; merekalah seburuk-buruk orang, sebodoh-bodoh orang,
sekeji-keji orang dalam nalar dan batin. Mereka menjadi ridha kepada
takdir-Nya, puas dengan karunia-Nya dan patuh kepada-Nya. Bagian duniawi mereka
datang kepada mereka tanpa diupayakan dan dicemaskan; mereka menjadi dekat
dengan Allah yang Mahamulia, dan menerima dari-Nya segala yang mereka dambakan.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang ridha dengan ketentuan-Nya, yang
meluruh dalam kehendak-Nya dan yang mendapatkan kesehatan dan kekuatan ruhani
untukmelakukan yang dikehendaki-Nya.
RISALAH KE LIMA PULUH
EMPAT, IA BERKATA:
Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya
mengabaikan dunia. Barangsiapa menghendaki Allah, maka wajib baginya
mengabaikan kehidupan akhirat. Ia harus mencampakkan kehidupan duniawinya demi
Tuhannya. Selama keinginan, kesenangan dan upaya duniawi dan di dalam hatinya
seperti makan, minum, berbusana, menikah, tempat tinggal, kendaraan, jabatan,
ketinggian dalam pengetahuan tentang lima pilar ibadah dan hadis dan
penghafalan Al-Quran dengan segala bacaan, bahasa dan retorikanya, begitu pula
keinginan akan lenyapnya kemiskinan, maujudnya kekayaan, berlalunya musibah,
datangnya kesenangan, hilangnya kesulitan dan datangnya kemudahan – jika
keinginan semacam itu masih bersemayam di dalam benak orang, maka itu tentu
bukan seorang saleh, karena dalam segala hal ini ada kenikmatan bagi diri
manusia dan keselarasan dengan kehendak jasmani, kesenangan jiwa dan
kecintaannya. Hal-hal ini merupakan kehidupan duniawi, yang di dalamnya orang
senang kebaikan, dan dengannya orang mencoba mendapatkan kepuasan dan
ketentramanjiwa. Orang harus berupaya meniadakan hal-hal ini dari hatinya, dan
mempersiapkan diri untuk meniadakan semua ini dan mensirnakannya dari jiwa, dan
berupaya bersenang dalam peluruhan dan kemiskinan, sehingga tiada lagi di dalam
hatinya kesenangan mengisap biji korma, sehingga pematangannya dari kehidupan
duniawimenjadi suci. Bila ia telah menyempurnakannya, segala dukacita hatinya
dan kecemasan benaknya akan sirna, dan datanglah kepadanya kesenangan,
kehidupan yang baik dan keintiman dengan Allah, sebagaimana dikatakan oleh Nabi
saw.: “Mengabaikan dunia menimbulkan kebahagiaan hati danjasmani.” Tapi selama
masih ada di dalam hatinya kesenangan kepada dunia ini, maka dukacita dan
ketakutan tetap bersemayam di dalam hatinya, dan kehinaan mengiringnya, begitu
pula keterhijaban dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, oleh tabir tebal
yang berlipatlipat. Semua ini tak beranjak, kecuali melalui kecintaan akan
dunia ini dan pemutusan darinya. Ia harus mengabaikan kehidupan akhirat, agar
tak menghendaki kedudukan dan derajat tinggi, pembantu-pembantu cantik,
rumah-rumah, kendaraan, busana, hiasan, makanan, minuman, dan hal-hal lain
sejenisnya, yang disediakan oleh Allah Yang Mahabesar bagi hamba-hamba
beriman-Nya. Maka janganlah mencoba mendapatkan balasan, atas sesuatu tindakan,
dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung di dunia ini atau di akhirat. Dengan
demikian Allah akan memberi balasan sebagai rahmat dan kemurahan-Nya. Maka Ia
kan mendekatkan kepadaNya dan melimpahkan kelembutan-Nya, dan Ia memperkenalkan
diri-Nya dengan berbagai karunia dan kebajikan, sebagaimana Ia berlaku terhadap
para Nabi dan utusan-Nya, terhadap kekasih-kekasih-Nya. Maka setiap hari, dalam
hidupnya, urusannya kian sempurna, dan di bawalah ia ke akhirat untuk mengecap
yang tak terlihat oleh mata, yang tak terdengar oleh telinga, dan yang tak
terpikirkan oleh manusia, yang sungguh tak dapat dipahami dan tak dapat
dijelaskan.
RISALAH KE LIMA PULUH
LIMA, IA BERKATA:
Kesenangan hidup dicampakkan tiga kali. Pada awalnya sang
hamba Allah berada dalam kegelapan, kejahilan dan kekacauan, bertindak
berdasarkan dorongan-dorongan alaminya dalam segala keadaan, tanpa sikap
pengabdian terhadap Tuhannya dan tanpa memperhatikan hukum agama. Dalam keadaan
begini, Allah memandangnya penuh kasih, maka dianugerahkan-Nya kepadanya
pengingat dari sesamanya, seorang hamba saleh-Nya. Dan kawan pengingat ini juga
terdapat dalam dirinya sendiri. Kedua pengingat ini jaya atas dirinya, dan
peringatan menimbulkan pengaruh pada jiwanya. Maka noda yang ada padanya,
seperti memperturutkan kehendak dirinya dan penentangannya terhadap kebenaran,
sirna.
Maka condonglah ia kepada hukum Allah dalam
segalagerak-geriknya. Menjadilah sang hamba Allah itu seorang Muslim di hadapan
hukum-Nya, lepas dari alamnya, membuang hal-hal haram duniawi, begitu pula
hal-hal yang meragukan dan pertolongan orang. Maka ia melakukan hal-hal yang
halal dalam makan, minum, berpakaian, menikah, bertempat tinggal dan lain-lain:
dan semua ini sangat muhim bagi kesehatan jasmani dan bagi mendapatkan kekuatan
untuk mengabdi kepada-Nya, agar ia bisa memperoleh bagian dan orang tak bisa
melampauinya – takkan luput dari kehidupan duniawi ini sebelum meraihdan
menyempurnakannya. Maka ia berjalan di atas jalur kebenaran dalam keadaan
hidupnya, sehingga hal ini membawanya ke maqam tertinggi wilayat dan
menjadikannya pembukti kebenaran dan orang pilihan, yang memiliki pernyataan
yang kukuh, yang haus akan hakikat, yaitu Allah. Maka ia makan dengan
perintah-Nya, dan (sang salik) mendengar suara Allah di dalam dirinya berkata,
“Campakkanlah dirimu dan campakkanlah kesenangan dan ciptaan, jika kau
menghendaki sang Pencipta. Lepaskanlah sepatu dunia dan akhiratmu. Nafilah dari
segala kemaujudan, hal-hal yang akan maujud dan segala dambaan. Lepaslah dari
segala suatu. Berbahagialah dengan Allah, campakkanlah kesyirikan dan ikhlasan
dalam kehendak. Mendekatlah kepada-Nya dengan hormat, dan jangan memandang
kehidupan akhirat, kehidupan duniawi, orang-orang dan kesenangan.” Bila ia meraih
maqam ini, maka ia menerima busana kemuliaan dan aneka karunia. Dikatakan
kepadanya, busanailah dirimu dengan rahmat dan karunia, jangan berburuk-laku
menilaj dan menampik keinginan-keinginan, karena penolakan terhadap karunia
raja sama dengan menekannya dan meremehkan kekuasaannya. Maka ia terselimuti
karunia dan anugera-Nya tanpa berupaya. Sebelumnya ia terkuasai oleh
keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan dirinya. Maka dikatakan kepadanya,
“Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.” Maka baginya empat
keadaan, dalam meraih kenikmatan dan karunia. Yang pertama ialah dorongan
alami, ini tak halal. Yang kedua ialah hukum, ini diperbolehkan dan absah. Yang
ketiga adalah perintah batin, ini adalah keadaan para wali dan pencampakan
keinginan. Yang keempat ialah karunia Allah, ini adalah keadaan lenyapnya
tujuan dan tercapainya badaliyya dan keadaan menjadi objek-Nya, yang berdiri di
atas ketentuan-Nya; ini adalah keadaan tahu dan keadaan memiliki kesalehan, dan
tak seorang pun bisa disebut saleh, jika ia belummeraih maqam ini. Hal ini
sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya Waliku adalah Allah yang telah
menurunkan Kitab dan Ia adalah Wali orang-orang saleh (bajik).”(QS. 12:196).
Menjadilah ia seorang hamba yang tertahan dari menggunakan sesuatu,
memanfaatkan diri dan dari menolak sesuatu yang mudharat baginya. Ia menjdai
seperti bayi di tangan perawat dan seperti jasad mati yang sedang dimandikan
orang. Maka Allah membesarkannya tanpa kehendaknya dan tanpa upayanya, ia lepas
dari segala hal ini, tak berkeadaan atau bermaqam, tak berkehendak melainkan
berada di atas ketentuan-Nya, yang kadang menahan, kadang memudahkannya, kadang
membuatnya kaya dan kadang membuatnya miskin. Ia tak punya pilihan, dan tak
menghendaki berlalunya keadaan dan perubahannya. Sebaliknya, ia menunjukkan
keridhaan abadi. Inilah keadaan ruhani terakhit yang dicapaioleh para badal dan
wali.
RISALAH KE LIMA PULUH
ENAM, IA BERKATA:
Bila hamba Allah telah lepas dari ciptaan, keinginan, diri,
tujuan dan kehendak akan dunia dan akhirat, maka ia tak menghendaki sesuatu pun
selain Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dan segala suatu sirna dari
hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh ciptaan, dekat kepada-Nya
dan menerima karunia-Nya melalui rahmat-Nya. Dibukakan-Nya baginya pintu-pintu
kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya.
Maka sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak
melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintahNya dan
tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi
Mahaagung. Maka Allah menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan
yang didambakan samh hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, karena
keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan danpengupayaan enikmatan.
Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung.
Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, karena hal ini ada
pada orang yang berkeinginan. Pada maqam ini, janji Allah Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat digambarkan dengan contoh seorang
yang berkehendak di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, lallu
berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain. Begitu pula, Allah Yang Mahakuasa
lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi Muhammad saw wahyuwahyu yang
membatalkan dan yang terbatalkan,sebagaimana firman-Nya: “Wahyu yang kami
hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik.
Tidakkah kau tahu bahwa Allah kuasa atas segala-nya?”” (QS.2:106) Ketika Nabi
saw. lepas dari keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu,
sebagaimana telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci, sehubungan
dengan tawanan perang Badar, sebagai berikut: ” Kamu menginginkan barang-barang
lemah dunia ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat; dan Ia Mahakuasa lagi
Mahabijaksana. Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku,
sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau
lakukan.”(QS.8:67-68) Nabi saw adalah kekasih Allah, yang Ia senantiasa
menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya kepadanya; maka Ia
menggerakkannya di tengah-tengah ketentuanNya dan senantiasa memperingatkannya
dengan firman-firman-Nya: “Tidakkah kau tahu bahwa Allah Mahakuasa
atassegalanya?” (QS.2:106) Dengan kata lain, kamu berada di samudra
ketentuan-Nya, yang gelombangnya mengombang-ambingkan kamu, kadang kesini,
kadang kesana. Dengan demikian setelah wali ialah Nabi. Tiada maqam setelah
wali dan badal selainmaqam Nabi.
RISALAH KE LIMA PULUH
TUJUH, IA BERKATA:
Segala pengalaman spiritual merupakan pengekangan, sebab sang
wali diperintahkan untuk menjaga hal-hal itu. Segala yang diperintahkan untuk
dijaga menimbulkan pengekangan. Berada dalam ketentuan Allah merupakan
kemudahan, sebab yang diperintahkan hanyalah memaujudkan diri dalam
ketentuan-Nya. Sang wali tak boleh bersitegang dalam masalah ketentuan-Nya. Ia
harus selaras dan tak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada
dirinya, entah manis atau pahit. Pengalaman itu terbatas, maka dari itu diperintahkan
untuk menjaga pengalaman itu. Di lain pihak, kehendak Allah, yang merupakan
ketentuan, tak terbatas. Isyarat bahwa hamba Allah telah mencapai kehendak-Nya
dan kemudahan ialah diperintahkan-Nya ia untuk meminta kenikmatan-kenikmatan
setelah diperintahkan untuk mencampakkannya dan menjauh darinya, sebab bila
ruhaninya hampa akan kenikmatan, dan yang tinggal dalam dirinya hanyalah Tuhan,
maka ia dimudahkan dan diperintahkan untuk meminta, mendambakan dan
menginginkan hal-hal yang menjadi haknya dan yang bisa ia peroleh melalui
permintaannya akan hal-hal itu, sehingga harga dirinya di mata Allah,
kedudukannya dan karunia Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dengan
ditrimanya doanya, menjadi kenyataan. Menggunakan lidah untuk meminta
kenikmatan sangat menunjukkan hal setelah pengekangan dan keluar dari segala
pengalaman, kedudukan dan dari upaya keras menjaga batas.
Bila ditolak bahwa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum
ini menyebabkan ateisme dan keluar dari Islam sebagaimana firman-Nya: “Abdilah
Tuhanmu sampai kematian datanng kepadamu.” (QS.15:99) Jawabku ialah bahwa hal
ini tak berarti begitu dan takkan begitu, tetapi bahwa Allah amat pemurah dan
wali-Nya amat dicintai-Nya, sehingga Dia tak dapat mengizinkannya untuk
menduduki suatu kedudukan hina di mata hukum dan agama-Nya. Sebaliknya, Dia
menyelamatkannya dari semua itu, menjauhkannya dari semua itu, melindunginya
dan menjaganya di dalam batas-batas hukum. Maka ia terlindung dari dosa dan
senantiasa berada di dalam batas-batas hukum tanpa upaya dan perjuangan dari
dirinya, sedang ia tak sadar akan keadaan ini dikarenakan oleh kedekatannya
kepada Tuhannya. Allah berfirman: “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya
kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia adalah salah satu dari hamba-hamba
terpilih kami.” (QS.12:24) “Sesungguhnya terhadap hamba-hamba-Ku kau tak
berkuasa.” (QS.15:42) “Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan.” (QS.37:40)
Duhai orang yang malang! Orang semacam itu dijauhkan oleh Allah dan ia adalah
curahanNya. Dia memeliharanya dalam pangkuan kedekatan dan kasih-sayang-Nya.
Bagaimana bisa si iblis mendekatinya. Bagaimana bisa kekejian mendekatinya.
Semoga kekejian terhancurkan oleh daya dan kelembutan sempurnanya! Semoga Dia
melindungi kita dengan perlindungan dan kasih-sayang sempurna sehingga kita
senantiasa mampu menjauhkan diri dari dosa-dosa. Semoga Dia memelihara kita
dengan rahmat-rahmat dan karunia-karunia sempurna-Nya melalui tindak
kasih-sayang-Nya!
RISALAH KE LIMA PULUH
LAPAN, IA BERKATA:
Butalah terhadap segala hal. Tutuplah matamu terhadap sesuatu
pun dari hal-hal itu. Bila kau lihat sesuatu pun dari hal-hal itu, maka karunia
dan kedekatan Allah SWT akan tertutup bagimu. Oleh karena itu, tutuplah segala
hal dengan kesadaranmu akan keesaan Allah dan dengan peniadaan diri. Maka akan
tampak oleh mata hatimu hal Allah SWT, dan kau akan melihatnya dengan kedua
mata hatimu ketika hal itu tersinari oleh nur hatimu, nur imanmu dan nur
keyakinan teguhmu. Pada saat itu cahaya ruhanimu akan mewujud pada lahiriahmu
bak cahaya sebuah lampu di malam pekat yang mencuat melalui lubang-lubangnya
sehingga sisi luar rumah menjadi tercerahkan oleh cahaya dari dalam. Maka diri
dan anasir tubuh akan merasa ridha dengan janji Allah dan karunia-Nya. Maka
dari itu, kasihanilah diri kita. Jangan berbuat aniaya terhadapnya. Jangan
campakkan ia di kegelapan ketakacuhan dan kebodohanmu, agar ia tak melihat
ciptaan, daya, perolehan, sarana dan tak bertumpu pada hal-hal itu. Sebab jika
kau lakukan hal itu, maka segala hal akan tertutup bagimu dan karunia Allah
akan tertutup pula bagimu lantaran kesyirikanmu. Nah, bila telah kau
sadarikeesaan-Nya, telah kau lihat karunia-Nya, kau hanya berharap kepada-Nya
dan telah kau butakan dirimu terhadap segalanya selain-Nya, maka Dia akan
membuatmu dekat dengan Diri-Nya, akan mengasihimu, akan menjagamu, akan
memberimu makanan, minuman dan perawatan, akan membuatmu bahagia, akan
menganugerahimu karunia-karunia, akan menolongmu, akan menjadikan kau penguasa,
akan menafikanmu dari ciptaan serta dari dirimu sendiri, dan akan membuatmu
tiada, sehingga kau takkan melihat baik kemiskinanmu maupun kekayaanmu.
RISALAH KE LIMA PULUH
SEMBILAN, IA BERKATA:
Jika kau ditimpa musibah, berupayalah bersabar – ini
merupakan hal yang rendah – dan bersabarlah, ini merupakan hal yang lebih
tinggi dari yang lain. Mintalah agar kau bisa ridha dengan takdir-Nya,
bersesuaianlah dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah di dalam
kehendak-Nya; inilah keadaan para badal dan ruhaniwan, orang yang tahu perihal
Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bila kau terahmati, bersyukurlah, baik
melalui lidah, hati maupun anasir tubuh. Bersyukurlah lidah berupa pengakuan
bahwa rahmat berasal dari Allah dan penghindaran dari menisbahkannya kepada
orang lain, yang melalui tangan-tangan mereka rahmat sampai. Sebab kau sendiri
dan meeka hanyalah sarana-sarana sampainya rahmat. Pemberi dan pencipta sejati
rahmat yaitu Allah, Yang Mahakuasa lagi mahaagung. Maka Dia lebih patuut
disyukuri daripada yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa
sebuah hadiah, sebagai pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya
adalah tuannya. Allah berfirman tentang orang yang tak bersikap selayaknya:
“Mereka mengetahui lahiriah kehidupan duniaw2i, sedang mengenai akhirat, mereka
sungguh lalai.” (QS 30:7) Barangsiapa memandang lahiriah dan penyebab, sedang
pengetahuannya tak melebihi ini, adalah jahil dan rusak pikiran. Istilah
pikiran’ digunakan untuk orang yang memahami akhir sesuatu. Bersyukurnya hati
terletak pada keyakinan kukuh bahwa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang
kau punyai, berasal dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, bukan dari
selain-Nya. Dan rasa-syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana
firman-Nya: “Dan apa pun nikmat yang ada padamu, berasal dari Allah.” (QS
16:53) “Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya padamu lahir dan batin.” (QS
31:20) “Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan mampu
menghinggakannya.” (QS 14:34) Nah, dengan semua pernyataan ini, maka tiada
pemberi karunia selain Allah. Dan bersyukurnya anasir tubuh terletak pada
penggunaan anasir tubuh untuk mematuhi perintahperintah-Nya guna menjauh dari
ciptaan-Nya. Maka janganlah menimpali makhluk, sebab di situ terdapat
penentangan terhadap Allah; ciptaan termasuk dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu,
kehendakmu dan segalanya. Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau
bertindak lain, berarti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya,
berperilaku tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan para saleh. Allah Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung berfirman: “Barangsiapa tak menentukan dengan yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orangorang yang zalim.” (QS 5:45) Dengan begitu, kau
menuju neraka, yang bahan bakarnyamanusia dan batu. Bila kau tak tahan demam,
untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana kau bisa tahan, untuk selamanya,
neraka bersama penghuni-penghuninya? Menjauhlah, menjauhlah; segeralah,
segeralah, berlindunglah kepada Allah. Jagalah keadaan-keadaan di atas dengan
segala kondisinya, sebab kau tak bisa lepas dari keduannya sepanjang hayat
–baik keadaan ditimpa musibah maupun keadaan bahagia. Bersabarlah dan
bersyukurlah dlam kedua keadaan itu, sesuai dengan yang telah kuterangkan
kepadamu. Nah, jangan mengeluh, bila ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan
manunjukkan kegundahanmu kepada siapa pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam
benakmu, dan jangan ragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya akan yang terbaik
bagimu di
dalam kehidupanmu di dunia dan di akhirat. Dan jangan lari
kepada orang guna mendapatkan jalan keluar, sebab, dengan begitu, kau berarti
menyekutukan-Nya. Tak satu pun berhak atas milikan-Nya, tak satu pun mempu
memberikan mudharat, manfaat, atau menjauhkan kesulitan, menyebabkan sakit dan
bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu kebaikan, kecuali Dia. Jangan
menjerat oleh ciptaan, bauik secara lahiriah maupun batiniah, sebab mereka
takkan menguntungkanmu. Bersabar dan ridhalah selalu kepada Allah, dan luruhlah
ke dalam kehendak-Nya. Jika rahmat tercabut darimu, maka wajib bagimu minta
tolong kepada-Nya, menunjukkan kerendahan diri, mengakui dosa-dosamu, mengeluh
kepada-Nya akan kejahatan dirimu dan akan penjauhanmu dari kebenaran,
mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan keselarasanmu, sampai
berakhirnya musibah dan berganti dengan karunia-Nya, kemudahan dan kebahagiaan,
sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub; bak berlalunya gelapnya malam
dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya dingin musim dingin, diganti sepoi
musim semi dengan aroma harumnya. Sebab bagi segalanya ada pertentangan dan
akhir. Mak, kesabaran adalah kuncinya, awalnya, akhirnya dan jaminan
kebahagiaannya. Inilah yang teungkap dalam Sunnah Nabi saw. “Kesabaran adalah
keseluruhan iman.” Ambillah pelajaran dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika
Allah Ynag Mahamulia menghendaki, maka kau akan terbimbing.
RISALAH KE ENAM PULUH,
IA BERKATA:
Awal kehidupan ruhani berupa keterlepasan dari kedirian,
keberadaan dalam arena hukum, dan kembali kepada kedirian setelah mampu menjaga
hukum. Lepaslah dari kedirian, semisal makan, minum, berbusana, menikah,
tampat-tinggal, dan kecenderungan-kecenderungan dan masuklah ke dalam hukum.
Ikutilah Kitabullah dn Sunnah Nabi-Nya, sebagaimana Allah berfirman: “Ambillah
yang dibawa nabi kepadamu, dan hindarilah yang dilarangnya.” “Katakanlah: jika
kau mencintai Allah, ikutilah aku, maka Allah akan mencintaimu.” (QS.3:31) Bila
telah terlepas dari kedirian dan ketakpatuhan, baik lahiriah maupun batiniah,
maka yang ada padamu hanyalah keesaan Allah, dan yang ada pada lahiriahmu
hanyalah kepatuhan dn pengabdian kepada Allah. Hal ini kemudian menjadi sikap,
busana, gerak dan diammu, di kala malam, siang, dalam perjalanan, di rumah,
dalam kesulitan, dlam kemudahan, dan dalam segala keadaan. Maka dibawalah kau
ke lembah-Nya, dan dikendalikan oleh-Nya. Berlepaslah dari segala upaya,
perjuangan dan dayamu, maka dibawa kepadamu yang pena tak kuasa menuliskannya,
dan kamu menjadi begini, terlindung dan terselamatkan di tengahtengahnya. Hukum
terlestarikan padanya, kesesuaian dengan kehendak-Nya diperoleh di dalamnya,
dan hukum takkan dilanggar. Allah berfirman: “Sesungguhnya, telah Kami turunkan
pengingat, dan sesungguhnya Kami yang menjaga.” (QS.15:90) “Demikianlah, agar
Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya dia termasuk
hamba-hamba pilihan Kami.” (QS.12:24) Maka perlindungan Allah menyertaimu,
hingga kau menghadap-Nya dengan kasih-Nya.
RISALAH KE ENAM PULUH
SATU, IA BERKATA:
Setiap mukmin ragu dan waspada di kala menerima sesuatu,
hingga hukum membolehkannya, sebagaimana Nabi Suci bersabda: “Sesungguhnya, si
mukmin itu waspada, sedang si munafik menyambar (segala yang datang
kepadanya).” “Seorang mukmin ragu-ragu, campakkanlah segala penyebab
keragu-raguan, dan ambillah segala yang tak menimbulakan keragu-raguan.”
Seorang mukmin ragu-ragu terhadap segala makanan, minuman, busana, perkawinan
dan segala hal, sebelum dikukuhkan oleh hukum, bila ia saleh; dikukuhkan oleh
perintah batin, bila ia seorang wali; dikukuhkan oleh ma’rifat, bila ia seorang
badal dan ghauts; dikukuhkan oleh tindakan-Nya, bila ia dalam keadaan fana.
Lalu datanglah keadaan, yang di dalamnya didapat segala yang datang kepada
orang, perintah batin atau ma’rifat; tapi bila hal-hal ini bertentangan dengan
keadaan sebelumnya, yang di dalamnya berkuasa keragu-raguan dan pemudahan,
sedang pada keadaan kedua, berkuasa penerimaan dan penggunaan hal-hal yang
dibutuhkan. Datanglah keadaan ketiga, yang di dalamnya penerimaandan penggunaan
hal-hal yang dibutuhkan menjadi rahmat. Inilah hakikat ka-fana-an. Pada keadaan
ini, sang mukmin menjadi kebal terhadap segala bencana dan pelanggaran hukum,
dan segala kejahatan terjauhkan darinya, sebagaimana Allah yang Mahamulia
berfirman: “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian;
sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan Kami.” (QS.12:24) Maka sang hamba
menjadi terlindung dari segala pelanggaran hukum. Segala yang datang kepadanya
telah terbersihkan dari segala kesulitan di dunia dan akhirat, dan demikian
selaras dengan kehendak dan ridha-Nya. Tiada keadaan melebihi ini. Inilah
tujuannya. Inilah yang dimaksudkan bagi kepala-kepala para wali besar, yang
tersucikan, yang memiliki hikmah – orang yang telah mencapai ambang pintu
kenabian.
RISALAH KE ENAM PULUH
DUA, IA BERKATA:
Sungguh aneh, kenapa sering berkata, si fulan dekat kepada
Allah, si fulan teranugerahi, si fulan menjadi kaya, si fulan menjadi miskin,
si fulan senantiasa sehat, si fulan sakit, si fulan mulia, si fulan hina, si
fulan terpuji, si fulan tercela, si fulan terpercaya dan si fulan tak bisa
dipercaya! Tidakkah kau tahu, bahwa Dia Esa, yang mencintai keesaan, dan
mencintai yang hanya mencintai-Nya? Jika Dia mendekatkanmu kepada-Nya melalui
selain Diri-Nya, cintamu kepada-Nya menjadi tak benar dan sia-sia. Akibatnya,
cinta kepada-Nya melalui di dalam hatimu menjadi rusak. Maka Dia menahan tangan
orang lain dari membantumu, dan lida mereka dari memujimu, dan kaki mereka dari
mengunjungimu, agar mereka tak memalingkanmu dari-Nya. Sudah dengarkah kamu
sabda Nabi Suci saw? Hati mencintai yang berbuat kebaikan, dan benci kepada
yang berbuat keburukan.
Maka Dia tahan orang dari berbuat kebaikan kepadamu, hingga
kausadari keesaan-Nya, mencintai-Nya dan sepenuhnya menjadi milik-Nya, sehingga
kau tak melihat kebaikan, kecuali yang berasal dari-Nya, kau lepas dari
ciptaan, kedirian dan dari segala selain Allah. Melimpahlah karunia dan pujian
kepadamu, hingga kau termuliakan di dunia dan di akhirat. Janganlah
berburuk-laku: Lihatlah yang melihatmu, perhatikan yang memperhatikanmu,
cintailah yang mencintaimu, ulurkanlah tanganmu kepada yang menjagamu dari
kejatuhan, yang mengeluarkanmu dari kegelapan kejahilanmu, yang menyelamatkanmu
dari kehancuran, yang mensucikanmu dari noda dan kekejian, yang akan
melepaskanmu dari kebusukan iri, dari kedirian, dan teman-teman sesatmu, dari
penggalang jalan menuju Allah, dan dari segala yang hina dan mempesona. Berapa
lama kau ‘kan jijik dengan hewanimu, ciptaan, ketakpatuhan, dunia, kehidupan
setelah mati, dan segala selain Allah; Kenapa kau begitu jauh dari sang
Pencipta segalanya, yang telah memaujudkan segalanya, yang awal dan yang akhir,
tempat, kembali, yang milikNyalah hati dan kesenangan jiwa, yang memberi
karunia?
RISALAH KE ENAM PULUH
TIGA, IA BERKATA:
Ku berkata dalam mimpi: “Wahai yang menyekutukan Tuhan di
dalam benak dengan diri sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan
dalam tindakan dengan kedirian!” Bertanyalah seorang di sampingku, “Pernyataan
apakah ini?” “Itulah suatu pengetahuan ruhani,” jawabku.
RISALAH KE ENAM PULUH
EMPAT, IA BERKATA:
Suatu hari, suatu masalah mengusik benakku Jiwaku tertekan.
Kuberkata: “Aku menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan
kehidupan, yang di dalamnya tiada kematian.” Aku ditanya, kematian apakah yang
di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan apakah yang didalamnya tiada
kematian yang tiada memiliki kehidupan ialah kematianku dari sesamaku, sehingga
aku tak melihat manfaat dan mudharat mereka, dan kematianku dari diriku, dari
keinginanku, dari tujuanku di dalam kehidupan duniawi dan kehidupan setelah
matiku, sehingga aku tak berada di dalam kehidupan setelah matiku, sehingga aku
tak berada di dalam ini semua. Kehidupan yang tak memiliki kematian ialah
kehidupanku dengan kehendak-Nya, sehingga aku tak maujud di dalamnya, dan
kematianku di dalamnya ialah kemaujudanku dengan-Nya. Karena aku telah
mengerti, mak hal ini telah menjadi tujuan paling muliaku.
RISALAH KE ENAM PULUH
LIMA, IA BERKATA:
Kenapa marah kepada Tuhan, karena doa-doa belum diterima? Kau
bilang bahwa tak boleh meminta kepada orang, dan diperintahkan meminta
kepada-Nya, tapi permohonanmu kepadaNya tak dikabulkan-Nya. Jawabku: Bebas atau
terikatkah engkau? Jika kau berkata bahwa kau seorang bebas, berarti kau tidak
beriman. Jika kau bilang bahwa kau seorang budak, kubertanya, salahkah Tuhan
menunda penerimaan doamu. Ragukah kau akan kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan
kepada seluruh ciptaan, dan akan pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau
salahkankah Dia? Jika kau tak menyalahkan-Nya dan menerima kearifanNya dalam
menangguhkan penerimaan doamu, maka wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia
telah memilihkan yang terbaik bagimu. Jika kau salahkan Dia, berarti kau tak
beriman, sebab kau menisbahkan kepada-Nya ketak-adilan, dan mustahil Dia tak
adil. Ingat, Dia adalah Pemilikmu, Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa
penuh atas milik-Nya. Maka “Ketak-adilan” tak layak bagi-Nya. Sebab
ketak-adilan ialah keikut-campuran dalam milikan orang lain, tanpa seizin pemiliknya.
Nah, jangan kesal terhadap-Nya, karena kehendak-Nya yang mewujud melaluimu
meski tak kau sukai dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka wajib bagimu
bersyukur, bersabar, ridha kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan dan
ketak-patuhan benak dan kedirianmu – halhal yang akan menyesatkanmu dari jalan
Allah. Wajib pula bagimu senantiasa berdoa, berbaik sangka terhadap-Nya,
menanti saat-saat yang baik, yakin akan janji-Nya, menunjukkan sikap baik
terhadap-Nya, bersesuaian dengan perintah-Nya, senantiasa mengesakan-Nya,
segera melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauh dari melakukan hal-hal
yang dilarangNya. Dan, salahkan dirimu sendiri, yang berbuat kekejian dan
ketak-patuhan terhadap-Nya, hal ini lebih baik. Nisbahkanlah ketak-adilan
kepada dirimu sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah akan keserasian dengan
diri, sebab hal ini adalah musuh Allah dan kawan musuhmu, yakni si Iblis nan
terlaknat. Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah. Waspadalah,
waspadalah. Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah ketak-adilan kepadanya,
bacakanlah kepadanya dirman Allah: “Adakah Allah menyiksamu, jika kamu
bersyukur lagi beriman?” (QS.4:147) “Ini dikarenakan perbuatan-perbuatanmu
sebelumnya, sesungguhnya Allah adil terhadap hamba-hamba-Nya.” (QS.3:181)
“Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah yang menzalimi diri mereka
sendiri.” (QS.10:44) Bacakanlah bagi dirimu kata-kata ini, ayat-ayat lain
Al-Quran dan sabda-sabda Nabi. Berperanglah melawan dirimu demi Allah. Jadilah
komandan pasukan-Nya, sebab kedirianmu adalah musuh terbesar di antara
musuh-musuh terbesar Allah.
RISALAH KE ENAM PULUH
ENAM, IA BERKATA:
Jangan berkata: “Aku tak mau memohon sesuatu kepada Allah,
sebab bila yang kumohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang
kepadaku, entah diminta atau tidak. Bila hal itu bukan bagianku, Dia takkan
memberikannya kepadaku, walau kuminta.” Jangan. Mintalah kepada-Nya segala yang
kau inginkan, asalkan yang kau minta itu tak terlarang dan tak merusak, sebab
Allah telah memerintahkan kita untuk memohon kepada-Nya. Dia berfirman:
“Mintalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan permintaanmu.” (QS.40:60)
“Mintalah Kepada-Nya karunia-Nya.” (QS.4:32)
Nabi bersabda: “Mintalah kepada Allah dengan penuh keyakinan
bahwa doamu diterima.” “Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak tanganmu.”
Masih banyak sabda Nabi seperti ini. Jangna berkata: “Sesungguhnya aku telah
memohon kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan lagi memohon
sesuatu pun kepadaNya.” Berdoalah selalu kepada-Nya. Jika sesuatu telah ditentukan
bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu kepadamu, setelahkau minta. Maka hal itu
akan menambah keimananmu akan keesaan-Nya, akan menolongmu menjauh dari meminta
kepada orang, kepada ciptaan, dan dari berpaling kepada-Nya dalam segala
keadaan, dan menolongmu meyakini bahwa segala kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.
Jika sesuatu tak ditentukan bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu ridha
kepada-Nya, meski kau miskin dan sakit, Dia membuatmu senang dengan kesulitan
yang menimpamu itu. Bila berutang, Dia buat hati si pemberi utang tersebut
lembut terhadapmu, hingga kau lunasi utang itu. Bila permohonanmu tak
dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di akhirat. Dia takkan mengecewakan
pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat. Nabi bersabda bahwa si mukmin akan
melihat pada catatan amalnya, pada Hari Pengadilan, amal-amal yang tak
dilakukannya. “Tahukah kamu amal-amal itu?” “Aku tak tahu,” jawab si mukmin.
Maka dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya, amal-amal itu adalah balasan bagi
permohonanmu di dunia, sebab dalam berdoa kepada Allah Mahakuasa lagi
Mahaagung, kau senantiasa mengingat-Nya, mangesakan-Nya, menempatkan sesuatu
pada tempatnya, berbuat kebajikan kepada sesamamu, tak menisbahkan daya kepada
diri sendiri dan tak pongah. Semua ini menjadi amal-amal saleh, untuk itulah
ada balasannya dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung.”
RISALAH KE ENAM PULUH
TUJUH, IA BERKATA:
Bila kau bertanya melawan dan berhasil mengatasi diri, maka
Allah membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu pemuasan keinginan, baik
yang diharamkan maupun yang dihalalkan, hingga kau berupaya lagi mengatasi
diri, sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya kembali. Inilah makna
sabda Nabi saw: “Kita telah kembali dari jihad kecil, dan menuju jihad besar.”
Ia berkata bahwa kembali berupaya mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan inilah
makna firman Allah: “Mengabdilah kepada Tuhanmu, hingga kepastian (kematian)
datang kepadamu.” (QS.15:99) Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi
kepada-Nya. Hal ini bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak
oleh dir yang menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian). Bila
ditanya: “Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia tak punya
kedirian?” Allah berfirman: “Ia tak berbicara dengan kehendaknya sendiri, tapi
dengan wahyu.” (QS.53:84) Ia mengalamatkan kepada nabi-Nya kata-kata ini, untuk
mengukuhkan hal ini, dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari
Kiamat. Dia menganugerahi nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak
merugikannya, tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri. Inilah pembeda
antara dia dan pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh dalam upaya
spiritual, hingga datang kematian, dan menemui Tuhannya, dengan pedang terhunus
berlumuran darah kedirian, maka Ia memberinya Surga yang dijaminkan-Nya
baginya, dengan firman-Nya: “Bagi yang takwa kepada Tuhannya, dan mencegah diri
dari hawa nafsunya, maka Surgalah tempat tinggalnya.” (QS.79:41) Nah, bila Dia
telah memasukkannya ke dalam surga, mka Ia menjadikan surga itu tempat tinggal,
tempat beristirahat dna tempat kembalinya, yang membuatnya aman dari pemalingan
kepada duniawi; dan Ia senantiasa melimpahkan baginya, dari hari ke hari dan
dari jam ke jam, rizki dan akan mengaruniainya segala macam busana dan hiasan
yang abadi, sebagaimana Ia memperbarui, di dalam dunia ini setiap hari setiap
jam dan setiap detik, perjuangan melawan kedirian. Sedang orang kafir, orang
munfik dan pendosa, bila mereka telah berhenti berjuang melawan kedirian mereka
di dunia ini, kemudian mengikuti, bersekutu dengan setan dan berbaur dengan
aneka macam kekafiran, kemusyrikan dan hal-hal seperti itu sampai kematian
datang kepada mereka, sebelum mereka menjalankan Islam dan bertobat, maka Allah
memasukkan mereka ke dalam neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir,
sebagaimana firman-Nya: “Peliharalah dirimu dari neraka, yang bahan bakarnya
manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS.2:24) Setelah
Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya tempat kembali dan tempat
berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan daging mereka, dan Ia
mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru, sesuai dengan firman-Nya:
“Setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit mereka
dengan kulit yang lain.” (QS.4:56) Ia, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung,
senantiasa memperlakukan mereka demikian, disebabkan oleh penyekutuan mereka
dengan kedirian mereka sendiri, di dunia ini, dalam berbuat dosa.
Penghuni-penghuni neraka senantiasa berganti kulit dan daging, agar mereka
tersiksa dan kesakitan. Sedang penghuni surga senantiasa dilimpahi rizki, agar
mereka senantiasa bersyukur. Hal ini dikarenakan perjuangan mereka melawan
kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah dalam kehidupan
di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw: “Dunia ini adalah
tanah garapan bagi akhirat.”
RISALAH KE ENAM PULUH
LAPAN, IA BERKATA:
Bila Allah mengabulkan dia hamba-Nya dan memberinya yang
dimintanya, maksud-Nya sendiri, dengan demikian, tak terpatahkan dan telah
diketahui-Nya sebelumnya. Tapi, doa itu sesuai dengan kehendak Allah dan
terjadi pada saat yang telah ditentukan-Nya. Nah, diterimanya dia dan
dipenuhinya kebutuhan, terjadi pada saat yang telah ditentukan, dan sesuai dengan
rencana-Nya sebelumnya pada awal masa, dan yang bakal dipenuhi pada saat yang
telah ditentukan. Inilah yang telah dikatakan oleh seorang alim dalam
menerangkan firman-Nya: “Setiap saat, Dia dalam kesibukan.” (QS.55:29) Ini
berarti bahwa Allah mengaruniakan pada saat-saat yang telah ditentukan. Dengan
demikian, Allah tak memberi seseorang sesuatu di dunia ini karena semata-mata,
begitu pula Ia tak menjauhkan sesuatu darinya hanya karena doanya, dan
dikatakan, Nabi saw bersabda bahwa takdir tak bisa dihindari kecuali dengan doa
tertentu. Juga tak seorang pun masuk surga melalui kasih-sayang Allah, dan
hamba-hamba Allah akan diberi kedudukan di surga sesuai dengan amal-amal
mereka. Aisyah ra berkat bahwa ia bertanya kepada Nabi saw: “Akankah seseorang
masuk surga hanya karena amal-amalnya? Tidak, tetapi dengan kasihsayang Allah,”
jawab Nabi, sambil meletakkan tangannya di atas kepalanya. Ia melakukan hal ini
untuk menunjukkan bahwa tak seorang pun berhak menentang Allah. Juga Ia tak
wajib memenuhi janji. Tapi Ia berbuat sekehendak-Nya, menyiksa yang
dikehendaki-Nya, mengampuni yang dikehendaki-Nya, mengasihi yang
dikehendaki-Nya dan mengaruniakan nikmat bagi yang dikehendaki-Nya, dan Ia
Mahakuasa atas segalanya. Ia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, sedang
hamba-hamba-Nya akan ditanya. Ia memberikan rizki kepada yang dikehendaki-Nya,
dengan karunia dan kasih-Nya, dan menahan karuniakarunia-Nya dari yang
dikehendaki-Nya. Begitulah adanya, karena ciptaan, sejak dari arsyNya hingga
dasar bumi di lapisan ketujuh bawah langit ini, adalah milik-Nya dan
ciptaanNya. Pencipta mereka adalah Allah, dan pemilik mereka adalah Allah, dan
Allah berfirman: “Adakah pencipta selain-Nya?” (QS.35:3). “Adakah Tuhan selain
Allah?” (QS.27:63). “Dan tahukah kau, adakah yang menyamai-Nya?” (QS.29:65)
“Katakanlah: “Ya Allah! Pemilik kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada yang
Engkau jehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya
Engkau Mahakuasa atas segala suatu.” (QS.3:26)’
RISALAH KEENAM PULUH
SEMBILAN, IA BERKATA:
Bagaimana baik bagimu berbangga akan kebajikanmu, padahal kau
mengatakan bahwa hal ini berasal dari kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah,
melalui pertolongan, daya, kehendak dan karunia-karunia-Nya? Begitu pula dengan
pencampakan dosa, hal ini dikarenakan oleh perlindungan dan pertolongan dari-Nya.
Bagaimana kau bisa tak bersyukur atas hal itu dan tak mengakui semua rahmat ini
yang berasal dari-Nya? Kenapa semangat ketakpatuhan dan ketakacuhan ini, yaitu
perasaan banggamu akan keberanian yang adalah milik orang lain? Bila kau tak
dapat membunuh musuhmu tanpa bantuan beberapa orang yang gagah-berani, yang
menyerang musuhmu, sedang kau hanya menimbrunginya, maka kau akan terbunuh
bukannya musuhmu; juga kau takkan bermurah bila tak ada yang patut diberi
kemurahan – jika demikian, kenapa kau bangga akan kebajikanmu? Jalan terbaik
bagimu ialah bersyukur dan memuji sang penolong, senantiasa memuji-Nya, dan
menisbahkan segala pencapaianmu kepada-Nya dalam segala keadaan kehidupanmu.
Jika tidak, hal itu akan menjadi keburukan dan dosa. Bila demikian, maka kau
harus menisbahkan keburukan dan dosa kepada dirimu sendiri. Kau harus
menisbahkan kepada dirimu sendiri kezaliman, perilaku buruk dan kesalahan untuk
hal-hal ini daripada orang lain, sebab dirimu adalah tempat keburukan dan ia
memerintahkan segala keburukan dan ketakbergunaan. Jika Dia, Yang Mahaperkasa
lagi Mahaagung, adalah pencipta kebajikan dan upayamu, maka kau adalah pembuat
upaya, sedang Dia adalah Penciptanya. Inilah yang dimaksudkan oleh perkataan
orang-orang yang memperoleh ma’rifah: “Tindakan akan datang, sedang kau tak
dapat mengelakannya.” Nabi saw. bersabda: “Berbuat bajiklah, mendekatlah kepada
Allah, dan luruskanlah dirimu, sebab bagi semua orang ada kemudahan.”
RISALAH KETUJUH PULUH,
IA BERKATA:
Kau tentu berada dalam salah satu dari kedua hal ini:
pengupaya atau yang diupayakan. Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani
dan penanggung beban yang memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini
dikarenakan kau adalah seorang pengupaya. Seorang pengupaya mesti bekerja keras
dan disalahkan, hingga ia memperoleh yang dikehendakinya. Tak patut bagimu
mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna. Maka
kau akan diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian, kehinaan, rasa
sakit, derita dan kertergantungan kepada orang. Maka kau akan dimasukkan ke
dalam kelompok orang yang dicintai Allah. Namun, bila kau adalh yang
diupayakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia menimpakan musibah atasmu.
Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu
agar kau meraih kedudukan tinggi. Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke
tingkat wali dan badal. Sukakah kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan
mereka, atau bila busana kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti busana
kemuliaan, nur dan rahmat mereka? Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu,
tapi Allah SWT tak menyukainya. Dalam hal ini Dia berfirman: “Dan Allah
mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (QS.2:232) Dia telah memilihkan
untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih baik dan lebih mulia,
sedang kau menampiknya, Jika kau berkata: bagaimana benar pengabdi sempurna
mesti diuji, sedang kau berkata bahwa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta,
padahal pilihan Allah adalah orang yang dicintai-Nya? Pertama kami sebutkan aturannya,
kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahwa Nabi saw. adalah
yang paling dicintai dan yang paling banyak diuji. Nabi saw. bersabda: “Aku
telah demikian takut karena Allah, tiada seorang pun yang terancam sepertiku
dan aku telah demikian menderita karena Allah, tiada seorang pun yang menderita
sepertiku. Telah datang padaku tiga puluh hari dan malam yang di dalamnya kami
tak punya makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal.” “Sesungguhnya
kami, para nabi, adalah yang paling banyak diuji; kemudian mereka yang
keduudkannya lebih rendah dan seterusnya.” “Aku adalah yang paling tahu tentang
Allah dan yang paling takut kepada-Nya di antara kamu semua.” Nah, bagaimana
bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah orang pilihan dan
pengabdi sempurna? Hal ini dikarenakan Dia hendak membuat mereka meraih,
sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan kehidupan surgawi takkan
meningkat kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini. Kehidupan
duniawi merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal saleh para
Nabi dan wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari
larangan-larangan, berada dalam kesabaran dan keridhaan di tengah-tengah
cobaan. Kemudian cobaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugrahi
rahmat-rahmat Allah, karunia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap
Tuhan mereka di akahirat yang abadi.
RISALAH KETUJUH PULUH
SATU, IA BERKATA:
Ada beberapa macam orang agama yang pergi ke pasar-pasar. Ada
yang terkesima, ketika melihat aneka barang di sana, dan hal ini menyebabkan
kehancuran dan pencampakan mereka akan agama mereka, dan membuat mereka
mengikuti hawa nafsu mereka jika Allah tak memelihara mereka dengan kasih
sayang, perlindungan dan penganugerahan kesabaran oleh-Nya untuk melawan
godaan-godaan ini; dengan inilah mereka tetap selamat. Ada yang, ketika melihat
hal-hal ini dan hampir terhancurkan, kembali kepada nalar agama mereka,
mengendalikan diri dengan sekuat daya dan menelan pahitnya mencampakkan halhal
itu. Mereka ini seperti prajurit-prajurit gagah beranii di jalan agama yang
ditolong oleh Allah untuk mengendalikan diri. Allah menganugerahi mereka
kelimpahan pahala dan kehidupan ukhrawi. Nabi saw. bersabda: “Tujuh puluh
tindak kebajikan dicatat untuk seorang mukmin yang mencampakkan dorong hawa
nafsunya ketika ia dikuasai olehnya atau ia menguasainya” “Dan ada di antara
mereka yang mendapatkan kenikmatan-kenimatan ini dan karunia serta rahmat Allah
dalam bentuk kelimpahan kekayaan duniawi dan bersyukur kepada Allah Swt atas
hal-hal itu” Namun mereka tetap tak memperhatikan kenikmatan-kenikmatan ini:
mereka buta terhadap segala suatu selain Allah Swt; maka mereka tak melihat
sesuatu pun selain-Nya dan tuli terhadap sesuatu pun selain-Nya. Bila kau lihat
orang-orang semacam ini memasuki pasar, mereka akan berkata: “Kami tak melihat
sesuatu pun”. Ya mereka melihat hal-hal dengan mata mereka, bukan dengan mata
hati. Mereka melihat semua itu, tapi bukan dengan mata nafsu. Pandangan itu
adalah pandangan wujud, bukan pandangan hakikat. Itu adalah pandangan lahiriah,
bukan pandangan ruhaniah. Mereka melihat secara lahiriah apa yang ada di pasar,
tapi hati mereka melihat Tuhan –kadang keagungan-Nya dan kadang KemurahanNya.
Ada yang, ketika mereka memasuki pasar, hati mereka penuh dengan kasih sayang
kepada orang di dalamnya karena ALlah Swt. Rasa kasih sayang ini membuat mereka
bertafakkur dalam melihat hal-hal milik orang-orang ini dan yang di hadapan
mereka. Orang-orang semacam ini senantiasa, sejak masuk hingga keluar dari pasar,
berdoa dan memohon perlindungan dari Allah serta menjadi perantara bagi
orang-orang di pasar dengan sikap penuh kasih sayang. Hati-hati mereka berupaya
menguntungkan mereka dan mencegah kerugian mereka. Lidah-lidah mereka diberikan
senantiasa memuji Allah atas semua yang telah mereka berikan kepada mereka dari
rahmat dan karunia-Nya. Orang-orang semacam ini disebut pengawal-pengawal kota
dan abdi-abdi Allah. Bilau kau mau kau dapat menyebut mereka orang berilmu,
badal, penyayang dan penahan yang tersembunyi dan yang tampak, yang
dicintai-Nya dan khalifah-Nya di bumi bagi hamba-hamba-Nya, duta-Nya dan
pelaksana kebajikan-Nya. Orang-orang semacam ini, dapat dikatakan, sebagai batu
filosof. Ridha dan rahmat Allah ada pada orang-orang semacam ini dan pada orang
yang telah menghadapkan wajahnya kepada Allah dan yang mencapai puncak
singkapan ruhani.
RISALAH KETUJUHPULUH
DUA, IA BERKATA:
Kadang Allah memberitahu para wali-Nya, tentang
kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan palsunya
tentang tindakan, kata, pikiran dan tujuannya. Para waliullah dibuat amat
cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan batinlah dan kemarahan
lahiriah terpacu oleh pikirannya. Bagaimana bisa senang, bila mempunyai
penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman akan keesaan Tuhan, bila
berkencederungan kesyirikan manusia dari-Nya dan bila masih berpihak kepada
musuh, si setan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak dicampakkan ke dasar
neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut kesalahan-kesalahan seperti itu,
tindakan-tindakan kejinya dan pengakuannya sebagai shiddiq, keberasingannya
dengan mereka yang telah meluruhkan diri ke dalam takdir, terluncur dari lidah
sang wali. Kadang dikarenakan kecemburuan akan keagungan Tuhan Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung. Kadang karena menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai teguran
baginya; kadang karena Kemahakuasaan kehendak dan kemurkaannya terhdap orang
palsu yang mendustakan para wali. Para wali mengutuk pengumpatan terhadap orang
semacam itu, dan “bolehkah para wali mengumpat seseorang? Bisakah mereka
memperhatikan seseorang, tak hadir atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi
orang-orang yang berkedudukan?” Pengutukan semacam itu, dari mereka, tak
melebihi firman Allah: “Dosa keduanya lebih besar daripara manfaat keduanya”
(QS. 2:219) Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu,
tunduk dan berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkebaratan terhadap
kehendak-Nya dan wali-Nya yang mencerca pernyataan-pernyataan si palsu. Jika ia
bersikap demikian, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari dirinya dan
dipandang sebagai kembalinya dari kejahilian dan kebiadabannya. Hal itu bagai
serangan atas nama sang wali, dan juga menguntungkan si pongah yang berada di
tepi jurang kehancuran, karena kepongahan dan ketakpatuhannya. Dan Allah
menunjuki yang dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran.
RISALAH KETUJUH PULUH
TIGA, IA BERKATA:
Masalah yang pertama yang patut diperhatikan oleh orang yang
berakal ialah keadaan dan suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia
melihat atau memperhatikan seluruh makhluk dan ciptaan. Dari semua itu,
dapatlah difahami dari mana sumber semua itu dan siapa yang menciptakan semua
itu. Sebab, makhluk itu tanda Al-khaliq (yang mencipta), tanda yang menunjukkan
kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan bahwa yang menciptakan itu tentu Maha
Bijaksana. Adanya makhluk menunjukkan adanya Al-Khalik, karena keberadaan semua
makhluk itu lantaran ada yang menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas r.a. dalam ulasannya tentang firman Allah : “Dan Dia jadikan untukmu
segala yang di langit dan yang di bumi”. Diriwayatkan bahwa ulasan ayat
tersebut adalah sebagai berikut : Dalam setiap sesuatu itu tersirat satu sifat
diantara sifat-sifat Allah dan dalam setiap nama itu tersirat satu tanda untuk
salah satu diantara nama-namaNya. Dengan demikian, pasti kamu ada dalam salah
satu diantara nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. BatinNya
tampak melalui kuasa-Nya dan zahir-Nya tampak melalui kebijaksanan-Nya. Dia
tampak didalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam
perbuatan-perbuatan-Nya . Dia menampakkan ilmu-Nya melalui iradat-Nya dan Dia
menyatakan iradat-Nya didalam gerak-Nya. Dia menyembunyikan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya,
dan menyatakan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya melalui iradat-Nya. Maka, Dia
tersembunyi didalam ghaib-Nya dan tampak di dalam kebijaksanaan dan
kekuasaanNya. Firman Allah : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS, 42:11) Sesungguhnya banyak
rahasia-rahasia ilmu kerohanian didalam kenyataan ini yang tidak diketahui oleh
orang-orang yang tidak memiliki sinar kerohanian di dalam hatinya. Ibnu Abbas
mendapatkan ilmu itu dikarenakan doa Nabi Muhammad saw, untuknya. Nabi
mendoakannya, ” Ya Allah, berilah ia pengetahuan tentang agama dan ajarlah ia
pengertian tentang Al-Quran”. Semoga kita mendapatkan limpahan karuniaNya dan
dimasukkan kedalam orang-orang yang mendapatkan rahmatNya dihari kebangkitan
kelak.
RISALAH KETUJUH PULUH
EMPAT, IA BERKATA:
Bertakwalah kepada Allah, taatilah Dia, milikilah kesucian
hati, kendali diri, kebiasaan memberikan hal-hal bermanfaat. Jauhkanlah
penderitaan dan kemiskinan, jagalah kesucian ruhaniwan, bergaullah dengan
sesamamu, nasihatilah kaum muda dengan kebaikan, jauhilah permusuhan dengan
sahabat, jauhilah pula merekan yang salik, dan bertolong-tolonganlah dalam
hal-hal agamis dan duniawi. Hakikat kemiskinan agamis berupa ketakbolehan
menyampaikan kebutuhan-kebutuhan kepada sesamanya. Hakikat kekayaan agamis
berupa ketakbutuhan akan ciptaan, semisal diri. Tasawuf dicapai lewat kelaparan
dan pematangan diri dari hal-hal yang disukai dan dihalalkan. Jangan
berpintar-diri di hadapan seorang darwis, sebab unjuk pengetahuan membuatnya
tak senang. Bersikap lembutlah terhadapnya, sebab kelembutan membuatnya senang.
Tasawuf didasarkan pada lapan hal:
1. Kemurahan Nabi
Ibrahim;
2. Kepasrahan Nabi
Ishak;
3. Kesabaran Nabi
Ya’kub;
4. Doa Nabi Zakaria;
5. Kemiskinan Nabi
Yahya;
6. Berbusana bulu
kambing yg kasar seperti Nabi Musa;
7. Berlanglang Buana
seperti Nabi Isa;
8. Kebersahajaan Nabi
Muhammad saw.
RISALAH KETUJUH PULUH
LIMA, IA BERKATA:
Punyailah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan
kerendah-hatian. Wajib bagimu berendah hati dan bersungguh-sungguh terhadap
Sang Pencipta. Jangan salahkan Dia, karena sarana duniawi. Jangan kau rusak hak
saudaramu karena kau dan dia adalah kawan. Berkawanlah selalu dengan para
darwis, dengan rendah hati, sikap baik dan keterbukaan. Bunuhlah kedirian
hingga tercapai kehidupan dalam ruhani. Yang terdekat dengan Allah ialah yang
paling besar hati dalam berperilaku. Amal terbaik ialah menjaga diri dari
selain-Nya. Nasihatilah selalu orang agar berteguh pada kebenaran dan
kesabaran. Cukuplah bagimu bergaul dengan para darwis, dan mengabdi kepada para
wali. Darwis adalah orang yang acuh-tak-acuh terhadap selain Allah. Menyerang
yang di bawahmu adalah pengecut. Berbuat serupa dengan yang di atasmu adalah
memalukan, dan menyerang yang sejajar denganmu adalah tak baik. Menjalani
kehidupan darwis dan sufi membutuhkan upaya serius. Semoga Allah mengaruniai
kita kekuatan. Duhai Wali! Dikau senantiasa mengingat Allah, sebab hal ini
membawa kebaikan dan juga kewajibanmu untuk berpegang teguh pada
perjanjian-Nya, sebab hal ini menjauhkan segala kemudharatan. Juga kewajibanmu
untuk senantiasa menghadapi segala ketentuan-Nya, sebab hal-hal itu mesti
terjadi. Ketahuilah bahwa kau akan ditanya tentang gerak-gerikmu. Selamatkanlah
anasir tubuhmu dari ketak-bergunaan. Wajiblah bagimu menaati Allah, Rasul-Nya
dan mereka yang mesti ditaati. Pikirkanlah kaum Muslim, dan jangan berburuk
niat kepada mereka, entah entah dalam hati, ucapan atau tindakan. Doakanlah
orang yang telah menzalimimu, dan takwalah kepada Allah Yang Mahakuasa lagi
Mahaagung. Wajib bagimu makan segala yang dihalalkan, dan bertanyalah, tentang
yang tak kau ketahui, kepada orang yang memiliki ma’rifat. Berbaiklah senantiasa
terhadap Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bersamalah dengan-Nya. Bersamalah
dengan selain-Nya, sepanjang dibutuhkan untuk bersama-Nya. Bersedekahlah di
kala pagi. Berdoalah di malam hari bagi Muslim yang meninggal. Ucapkanlah tujuh
kali di pagi hari dan sore hari. Allahumma ajirna minan nar, yang maknanya, “Ya
Allah! Lindungilah kami dari api neraka.” Berdoalah selalu:
A’udzubillahi-issma’i-il-‘alim minasy-syaithan-ir-rajim, yang maknanya, “Aku
berlindung kepada Allah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui dari setan yang
terkutuk.” Lalu agungkanlah Dia dengan ayat-ayat terakhir Surah Hasyr: “Dialah
Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata,
Dialah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. Dialah Allah, yang tiada Tuhan
selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, yang mengaruniakan
keamanan, Yang Mahamemelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, yang memiliki
segala keagungan. Mahasuci Allah dari segala yang mereka persekutukan. Dialah
Allah, Pencipta, Pewujud, Pembentuk, Pemilik nama-nama terbaik. Bertasbihlah
kepada-Nya segala yang di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Mahakuasa lagi
Mahabijaksana.”
RISALAH KETUJUH PULUH
ENAM, IA BERKATA:
Bersamalah dengan Allah, seolah-olah tiada ciptaan.
Bersamalah dengan ciptaan seolah-olah tiada diri. Bila bersama Allah, Yang
Mahakuasa lagi Mahaagung, tanpa ciptaan, Dia tercapai, dan jauh dari
selain-Nya. Bila bersama ciptaan, tanpa diri, keadilan tergapai, kebajikan
terbantu, dan selamatlah dari kekerasan kehidupan. Tinggalkanlah segala suatu
di luar pintu, bila memasuki pintu uzlah. Maka terlihat oleh mata batinmu
temanmu dalam uzlah-mu, terasakan hal di luar ciptaan, lenyaplah diri, dan
digantikan oleh perintah-Nya dan kedekatanNya. Maka ketak-tahuanmu menjadi
ketahuanmu, kejauhanmu menjadi kedekatanmu, kediamanmu menjadi pengingatanmu
akan-Nya, dan kebuasanmu menjadi kekaribanmu. Duhai! Tiada lagi tersisa di
sana, selain Sang Pencipta dan ciptaan. Maka jika Sang Pencipta telah dipilih,
ucapkanlah: “Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta
alam.” (QS.26:77) Barangsiapa telah merasakannya, ia telah mengetahuinya. Ia
ditanya, “Bagaimana kepahitan mengatasi kemanisan?” “Mesti berupaya menjauhkan
kedirian. Duhai! Bila seorang mukmin berbuat kebajikan, maka hewaninya tunduk
kepada hati. Bila diri mencapai kesadaran hati, maka berubahlah hati menjadi
suatu rahasia; rahasia pun berubah menjadi kemusnahan; kemusnahan berubah
menjadi kemaujudan lain,” jawabnya. “Kawan bisa mencapai lewat setiap pintu.
Duhai! Peluruhan diri ialah mengingkari semua ciptaan, merubah sifat menjadi
sifat malaikat; lenyap dari sifat malaikat dan kembali ke semula. Maka Tuhan
menyiramimu sesuka-Nya, dan membajakmu sesuka-Nya. Bila menghendaki peringkat
ini, pilihlah Islam, dan tunduklah kepada ketetapan-Nya, maka tergapailah
ma’rifat, tersadarilah Ia, termaujudlah diri di dalam-Nya, dan menjadilah diri
milik-Nya. Kesalehan ialah karya satu jam dan kebertarakan dua jam, sedang
pengetahuan Allah adalah karya abadi,” lanjutnya.
RISALAH KETUJUH PULUH
TUJUH, IA BERKATA:
Ada sepuluh sifat pada salik, pemawas-diri dan peraih tujuan
ruhani.
1. Tak bersumpah dengan-Nya, entah benar atau tidak, entah
sengaja atau tidak. Sebab bila hal ini termapankan, dan lidah terbiasa
dengannya, maka hal ini membawanya kepada suatu kedudukan, yang di dalamnya ia
mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak. Nah, bila ia menjadi
begini, Allah membukakan baginya pintu nur-Nya. Hatinya tahu manfaat ini,
kedudukannya termuliakan, langkah dan kesabarannya terkuatkan. Maka, dipujilah
dan dimuliakanlah ia di tengah-tengah tetangga dan sahabatnya, sehingga yang
tahu dia, menghormatinya, dan yang melihatnya, takut kepadanya.
2. Menghindar dari berbicara tak benar, entah serius atau
bercanda. Sebab bila ia melakukan dan mengukuhkan hal ini pada dirinya sendiri,
dan lidahnya terbiasa dengannya, maka Allah membuka dengannya hatinya, dan
menjernihkan dengannya pengetahuannya, sehingga ia tampak tak tahu kepalsuan.
Bila ia mendengarnya dari orang lain, ia memandangnya sebagai noda besar, dan
termalukan olehnya. Bila ia memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka
baginya pahala.
3. Menjaga janji. Sungguh, hal ini demikian menguatkannya, sebab
mengingkari janji termasuk kepalsuan. Maka terbukalah baginya pintu kemurahan,
dan baginya kemuliaan, dan dicintailah ia oleh para shiddiq dan mulialah ia di
hadapan Allah.
4. Tak mengutuk sesuatu makhluk pun, tak merusak sesuatu pun,
meski sekecil atom pun, dan bahkan yang lebih kecil darinya. Sebab hal ini
termasuk tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berlaku berdasarkan prinsip ini,
memperoleh husnul khatimah di bawah naungan-Nya, Ia meninggikan kedudukannya,
Ia melindunginya dari kehancuran, dan mengaruniainya kasih sayang dan kedekatan
dengan-Nya.
5. Tak mendoakan keburukan bagi seorang pun, meski ia telah
dizalimi. Lidah dan geraknya tak mendendam, tapi bersabar demi Allah. Hal ini
membawanya kepada kedudukan mulia di dunia dan di akhirat. Ia menjadi dicintai
dan disayangi oleh semua penerima kebenaran, baik dekat maupun jauh.
6. Tak berpihak kepada kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan
mereka yang se-kiblat. Sifat ini menciptakan kesempurnaan dalam mengikuti
Sunnah, dan amat jauh dari mencampuri pengetahuan Allah dan juga dari
penyiksaan-Nya, dan amat dekat dengan ridha dan kasih sayang-Nya. Inilah pintu
kemuliaan dan keagungan dari Allah Yang Mahamulia, yang menganugerahkannya
kepada hamba beriman-Nya sebagai balasan atas kasih sayangnya terhadap semua
orang.
7. Tak melihat sesuatu kedosaan, baik lahiriah maupun
batiniah. Mencegah anasir tubuhnya darinya, sebab hal ini merupakan suatu
tindakan tercepat dalam membawa balasan bagi hati dan anasir tubuh di dunia dan
pahala di akhirat. Semoga Allah menganugerahi kita daya untuk berlaku begini,
dan menjauhkan kedirian dari hati kita.
8. Tak membebani seorang pun, entah dengan beban ringan atau
berat. Tapi, melepaskan orang dari beban, entah diminta atau tidak. Hal ini
menjadikan hamba-hamba Allah dan para saleh mulia, dan memacu orang untuk
ber-amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini menciptakan kemuliaan penuh bagi
hamba-hamba Allah dan para saleh, dan baginya segenap makhluk tampak sama. Maka
Allah membuat hatinya tak butuh, yakin dan bertumpu pada Allah. Allah tak
meninggikan seorang pun, bila masih terikat kedirian. Bagi orang semacam ini,
semua makhluk memiliki hak yang sama, dan mesti diyakini bahwa inilah pintu
kemuliaan bagi para mukmin dan para saleh, dan pintu terdekat kepada
keikhlasan.
9. Bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa tergoda
hatinya oleh milikan mereka. Sungguh, inilah kemuliaan besar, ketakbutuhan
sejati, kerajaan besar, pujian agung, kepastian nan tegar kepasrahan sejati
kepada-Nya. Inilah pintu segala pintu kepasrahan kepada-Nya, yang memampukan
orang meraih ketakwaan kepada-Nya, dan pencipta ketertarikan sempurna
dengan-Nya.
10. Rendah hati. Dengan ini, sang hamba termuliakan dan
sempurna di hadapan Allah (Mahaagung Dia) dan insan. Inilah sifat penyempurna
kepatuhan, dan dengannya sang hamba meraih kebajikan di kala suka dan duka, dan
inilah kesalehan nan sempurna. Rendah hati membuat sang hamba merasa rendah
daripada orang lain. Ia berkata, “Mungkin orang ini lebih baik dariku di
hadapan Allah, dan lebih tinggi kedudukannya.”
Mengenai orang kecil, sang hamba berkata, “Orang ini tak
menentang Allah, sedang aku menentang-Nya; sungguh ia lebih baik dariku.”
Mengenai orang besar, sang hamba berkata, “Orang ini telah mengabdi kepada-Nya
sebelum aku.” Mengenai orang alim, sang hamba berkata, “Orang ini telah
dianugerahi yang tak ada padaku, ia telah memperoleh yang tak kuperoleh, ia
mengetahui yang tak kuketahui, dan ia bertindak dengan pengetahuan.” Mengenai
orang bodoh, sang hamba berkata, “Orang ini tak mematuhi-Nya karena tak tahu,
dan aku tak mematuhi-Nya meski aku tahu, dan kutak tahu akhir hayatku dan akhir
hayatnya.” Mengenai orang kafir, sang hamba berkata, “Entahlah, mungkin ia akan
menjadi seorang Muslim, dan mungkin aku akan menjadi tak beriman.” Inilah pintu
kasih sayang dan ketakutan. Bila hamba Allah telah menjadi begini, maka Allah
menyelamatkannya dari segala bencana, dan menjadikannya pilihan-Nya, dan
menjadilah ia musuh Iblis, sang musuh Allah. Keadaan ini menciptakan pintu
kasih. Dengan mencapainya, pintu kebanggan tertutup dan tali kesombongan diri
terputus, dan cita keunggulan diri, agamis, duniawi dan ruhani tercampakkan.
Inilah hakikat pengabdian kepada-Nya; Tiada sebaik ini. Dengan meraih keadaan
ini, lidah terhenti menyebut insan dunia dan yang sia-sia, dan karyanya tak
sempurna tanpa hal ini; kebencian, kepongahan dan keberlebihan terhapus dari
hatinya pada segala keadaan, lidahnya sama; orang baginya sama. Ia tak menegur
seseorang dengan keburukan, sebab hal ini membencanai hamba-hamba Allah dan
pengabdi-pengabdi-Nya, dan menghancurkan kezuhudan.
RISALAH KETUJUH PULUH
LAPAN, IA BERKATA:
Kala sang wali menghadapi sakaratul maut, putranya, Abdul
Wahab berkata kepadanya, “Apa yang mesti kulakukan sepeninggal ayah?” “Kamu
mesti takut kepada-Nya, jangan takut kepada selain-Nya, jangan berharap kepada
selain-Nya, dan berpasrahlah hanya kepadaNya,” jawabnya.
Selanjutnya ia berkata, “Aku adalah biji tak berkulit. Orang
lain telah datang kepadaku; berilah mereka tempat dan hormatilah mereka. Inilah
manfaat nan besar. Jangan membuat tempat ini penuh sesak dengan ini. Atasmu
kedamaian, kasih dan ramat Allah. Semoga Dia melindungiku dan kamu, dan
mengasihiku dan kamu. Kumulai senantiasa dengan asma Allah.” Ia terus berkata
begini satu hari satu malam, “Celakalah kau, aku tak takut sesuatu pun, baik
malaikat maupun malakul maut. Duhai malakul maut! Bukanlah kau, tapi sahabatku
yang bermurah kepadaku.” Lantas pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan
kata kedua putranya, Abdur-Razaq dan Musa, dia mengangkat dan merentangkan
kedua tangannya sembari berkata, “Atasmu kedamaian, kasih dan rahmat Allah.
Bertobatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu.” Dia berkata,
“Tunggu”. Dan, meninggallah dia.
RISALAH KETUJUH PULUH
SEMBILAN (terakhir), IA BERKATA:
Antara aku, kau dan ciptaan hanya ada Dia, sebagaimana antara
langit dan bumi. Maka, jangan memandangku sebagai mereka, jangan pula memandang
mereka sebagai aku. Bertanyalah Abdul Aziz, putranya, kepadanya tentang
keadaannya. “Hendaknya jangan bertanya kepadaku tentang sesuatu pun. Aku sedang
mengalami perubahan ma’rifat,” jawabnya. Selanjutnya dikatakan, Abdul Aziz
bertanya kepadanya tentang penyakitnya. “Tak satu insan pun, tak satu jin pun,
tak satu malaikat pun tahu penyakitku. Pengetahuan-Nya tak terhapus oleh
perintah-Nya. Perintah berubah, sedang pengetahuan tak berubah. Allah
Mahaberkehendak, dan oleh-Nya Kitab Suci mewujud. “Dia tak ditanya tentang yang
dilakukan-Nya, tapi merekalah yang ditanya.” (QS.21:23) Putranya, Abdul Jabbar,
bertanya kepadanya, “Mana yang sakit?” “Sekujur tubuhku sakit, kecuali hatiku,”
jawabnya. Ia berkata, “Aku mencari pertolongan Allah dengan, ‘Tiada sesembahan
selain Dia, Mahaagung, Mahamulia lagi Mahaabadi Dia, dan Muhammad adalah
Rasul-Nya.” Putranya, Musa, berkata bahwa ia berupaya mengucapkan kata
Taazzaza, tapi lidahnya tak mampu mengucapkannya dengan benar. Maka, dia
ulang-ulang kata Taazzaza ini, diperpanjangnya bunyinya dan ditekannya,
sehingga ia bisa mengucapkannya dengan benar. Lalu ia berkata, “Allah, Allah,
Allah,” suaranya melemah, lidahnya melekat pada langit-langit mulut, dan pergilah
jiwa mulianya dari jasadnya ridha Allah atasnya. Semoga Dia menganugerahi kita
dan semua Muslim husnul khatimah, dan semoga Dia memampukan kita menjadi saleh.
Amin! Amin! Amin!
Begitulah nukilan kata dari Tuan Guru Syeikh Mughyideen Abdul
Khadir al Jailani dari kitab besarnya Futuhul Raghib yg telah di terjemahkan
supaya anda semua dapat memahaminya. Inilah mutiara katanya yg amat dipelajari,
dikaji, dibaca berulang-ulang kali dan menjadi pegangan seluruh murid Syeikh
sejak dahulu lagi hinggalah sekarang, terutama kepada mereka-mereka yg ingin
mendalami ilmu-ilmu Syariat, Tarikat, Hakikat dan Makrifat. Ilmu Tauhid ini
dijadikan pedoman dan suluhan hati nurani kepada seluruh muridnya diseluruh
dunia agar cepat menyampai maqam yg mereka ingini. Mudah-mudahan kalian juga
bakal mendapat pencerahan minda dan kekuatan rohani dalam menempuh perjalanan
masing-masing untuk menuju kepada Allah dengan berkah membaca kitab Tuan Guru
kita ini. Akhir kata, selamat berjaya semua.
Sekian,
Zaman.
Nota:
KOLEKSI KITAB-KITAB TULISAN SYEIKH MUGHYIDEEN ABDUL QADIR
JAILANI RA.
1. Tafsir Al Jilani
2. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
3. Futuhul Ghaib.
4. Al-Fath ar-Rabbani
5. Jala' al-Khawathir
6. Sirr al-Asrar
7. Asror Al Asror
8. Malfuzhat
9. Khamsata "Asyara Maktuban
10. Ar Rasael
11. Ad Diwaan
12. Sholawat wal Aurod
13. Yawaqitul Hikam
14. Jalaa al khotir
15. Amrul muhkam
16. Usul as Sabaa
17. Mukhtasar ulumuddin
KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG INI
ReplyDeleteSELAMAT MENYAMBUT MAAL HIJRAH TAHUN BARU KELANDER ISLAM 1442h. SEMOGA KITA SEMUA MENDAPAT KEBERKATAN DITAHUN INI, SENTIASA DIPELIHARA ALLAH, BERBAHAGIA, BERTAMBAH MAKMUR, SIHAT WALAFIAT DAN BERJAYA...AMIN...AMIN YA RABLALAMIN
ZAMAN
Assalam tuan, nk tmpg tnya, kalau sy dgr ceramah kt youtub,pastu ustat tu bg ayat ape nk bce klau jmp hantu, blh x sy bce trus atau nk kne rujuk dgn guru. Tkasih
ReplyDeleteWaalaikumsalam saudara...
ReplyDeleteSebaiknya tunjuk dulu pd guru kerana ditakuti ada "isim" atau jin yg menumpang sama pd ayat tersebut. Ditakuti mereka akan merasap masuk pada saudara pulak. Kan jadi susah tu. Doa apa utk menghalau hantu tu. Walau[un mereka bergelar ust, bukan satu jaminan utk terus menggunakan semua ilmu atau ayat2 yg mereka ajarkan sebab mereka bukan guru kamu. Itu sebab kena rujuk dulu pada guru..ok
zaman
salam tok, mohon bantuan nasihat dan pandangan atok.
ReplyDeleteapa saya perlu buat untuk terus istiqamah dalam beramal dan jauhi dosa?
saya ni selalu buat dosa tok. kadang2 tu saya menyesal, kadang2 saya menangis, tapi saya tahu sedih & tangisan itu cuma tipu helah jika tidak diikuti dengan usaha dan amal. tapi saya dah cuba tok, saya cuba zikir, doa, saya cuba tahajjud, jaga solat. tapi tu semua sementara je tok. lama lepas tu saya kembali ke dosa lama. susah benar rasa diri ni nak menolak pujuk rayu nafsu dan membuat dosa. walaupun dah berkali2 saya ingatkan diri tentang Allah maha melihat & bagaimana jika saya mati dalam keadaan buat dosa, saya masih terus buat dosa tu.
Kadang2 saya sedih, kadang2 saya takut, kadang2 saya terdetik adakah takdir saya dah ditetapkan begini? adakah semua kemudahan, kesenangan dan jalan keluar (byk kali dalam hidup saya menghadapi jalan buntu, kemudian hati saya terdetik dan terpanggil dan dipermudahkan untuk beramal dan berdoa kepada Allah, dan kemudian mendapat jalan keluar di akhirnya) yang Allah berikan selama ini adalah istidraj?
apa yang saya boleh buat lagi ye tok? dah bertahun saya mcm ni. saya takut akhir saya nanti dalam keadaan saya sgt berdosa.
kadang2 bila timbul rasa sayu dan bersalah kerana teringatkan zalim saya terhadap diri saya dan bersalah kepada Allah apabila saya dengar tazkirah dan ceramah tentang betapa Allah sygkan hambanya walaupun hambanya byk berdosa, saya terus bertaubat & buang perkara2 yang boleh membawa saya kepada dosa tersebut, tapi lama kemudian saya kembali membuat dosa tu. kenapa ye tok?
terima kasih atas masa tok
- qa
Waalaikumsalam qa....
ReplyDeletePertamanya nak bagitahu atok zamany dah kembali kerahmatullah, dan yg sambung penulisan ini saya yg bernama zaman.
Kedua, berkenaan soalan diatas. Soalan yg kamu tulis ni sangat susah utk dijawab, Sebab semua umat islam didunia ini semuanya mengalami pekara yg sama macam kamu. Tahu tak... org yg lepas dari buat dosa ni hanyalah Rasul2, Nabi2, Wali2 dan org2 soleh saja. Yg lain semuanya takkan lepas dari buat dosa. Dosa paling besar dari semua dosa ialah apabila kamu melupakan Allah. Sedangkan semua manusia yg saya sebut diatas tadi adalah manusia yg tidak pernah melupakan Nya. Saya sendiri pun macam tu... kadang2 lupa kadang2 ingat. Tapi jika nak sampai level itu kena betul2 istikamah dan meletakkan azam yg betul2 kukuh, kuat, iklas dan redo. Barulah boleh berjaya. Kena minta ampun hari2 dgn solat taubat yg banyak. Amalan sebenarnya tidak menjamin kita boleh menjadi istiqamah. Sebalikkan Allah itu sendiri yg boleh buat kamu menjadi istiqamah. Hanya kuasa Dia saja yg boleh merubah keseluruhan hidup kamu menjadi taat, istiqamah, rajin, redha, yakin dan berterusan ibadah kehadrat Nya. Tak ada kuasa lain yg mempu mengatasi perbuatan lupa, malas, kuat tidur hingga terabai solat2 malam. Tak dinafikan semua manusia akan mengalami nasib yg sama. Itu sebab tok2 guru sarankan kita supaya "MENGENAL DIRI DAN MENGENAL ALLAH" bila kamu dah kenal Allah maka binasalah diri kamu. Sama juga bidalan lama bekata, Matilah kamu sebelum kamu dimatikan. HANYA pd kedudukan itu saja kamu mampu mengatasi semua masaalah Lupa Allah dan Malas Ibadah kerana ALLAH BERSERTA KAMU setiap waktu. Carilah hanya satu jalan keluar ini, supaya kamu selamat dunia akhirat. Selagi tak dapat jalan ini, selagi itulah masaalah lama akan berulang. Hanya kembali kepada Allah saja jalan utk kamu lepas masalah dunia. Saya tak nampak jalan keluar yg lain. waallahuaklam
zaman
Tok.. boleh ke saya hubungi tok, saya nak minta bantuan tok mengenai amanat yg saya perolehi daripada keturunan...
ReplyDeleteSalam...
ReplyDeleteSaya ni bukanlah atok zamany. Dah banyak kali saya katakan bahawa atok zamany dah meninggal dunia sedangkan saya hanyalah cucu dia. Manalah saya layak utk menjadi tempat rujukan. Ada lebih baik jika tuan berjumpa dgn wakil2 guru kami untuk merujuk pekara2 yg dinyatakan itu. Ok tuan tinggal di mana ? supaya saya boleh beri no tel mereka utk dihubungi. Adalah lebih baik jika tuan terus berjumpa mereka kerana mereka lebih arif. Tk
zaman
Knp sunyi sepi blog ni??
ReplyDeleteMaaf la... skg tengah banyak kerja. Bila lapang nanti sy sambung tulis.
ReplyDeleteSalam en zaman
ReplyDeleteApa hukum saya jual beli emas online seperti hellogold?adakah duit tu halal untuk digunakan.terima kasih
Waalaikumsalam...
DeleteTk sebab bertanya, Pada pendapat saya ianya tetap halal. Memang tiada akad jualbeli dan bersua muka, namun keadah terkini menggunakan alam maya membuat kita tidak dapat bersua muka. Maka semasa kamu membuat jualbeli hanya : "khosd dalam hati bahawa kamu membuat jualbeli itu lillahitaala"/ Saamaada org disana itu tahu atau tidak kamu serahkan saja pada Allah. Maka hasil dari jualbeli itu dianggap sah dan halal.
Begitulah pandangan saya...sekian
zamany
Assalamualaikum tuan, bagaimana cara utk ambil talkin shahadatain.. sya tinggal di kedah
ReplyDeleteWaalaikumsalam..
DeleteKamu boleh ambil talqin shadatain dari badal abjad yg berada dikedah. Dibawah ini senarak badal yg berada dikedah.
KEDAH ( SINTOK ) 017-4878775
KEDAH ( SG. PETANI ) 013-4491183
Cubalah call disana (mana yg paling dekat dgn tuan) Mudah-mudahan tuan dipermudahkan dan dirahamati Allah...amin
Zamany
Assalamualaikum tuan zaman..sekarang tengah panas isu vaksin covid 19..apa pandangan tuan tentang vaksin ni..apakah ada agenda lain disebaliknya?..apakah covid 19 ini cuma peluru perang dua kuasa besar dunia?
ReplyDeleteWaalaikumsalam...
ReplyDeletePada pendapat saya keadaan sekarang kita dalam DALULRAT. Kalau dalam keadaan ini, apa saja yg boleh menyembuhkan kita dam memberi kesihatan kita pulih semula atau demi menyelamatkan nyawa kita, keluarga kita, umat islam negara ini... dah menjadi kewajiban setiap umat islam dlm negara ini bertiandak mengambil vaksin pencegahan dari demam covid19 itu supaya terselamat dari maut. Dgn pengambilan vaksin ini org2 lain juga terselamat. Ini pendapat saya... lagi [un Majlis Agama Islam dan Mufti2 juga dah mengeluarkan fatua bahawa ia menjadi WAJIB DAN DIHARUSKAN bagi setiap umat islam mengambil vaksin tersebuat demi keselamatan nyawa.
Tetapi sentiasa ingat... "Mungkin ini hanya permulaan... akan datang akan ada lagi Allah turunkan satu wabak pembunuh yg lebih kejam lagi". Atau mungkin pemuja2 Dajjal itu akan membuat satu lagi serangan pada umat dunia dimasa akan datang setelah serangan kali ini gagal... atau mungkin juga mereka dah menjadi billioner kerana mengeluarkan vaksin2 yg boleh digunakan tahun depan. Kita tawakal saja pada Allah... terima Khada dan Khadar Nya
zaman
Terima kasih en zaman atas penerangan nya
ReplyDeleteAssalammualikum Tuan Zaman. Saya ada masalah peribadi ingin nak minta sedikit pertolongan dan nasihat dari Tuan. Mohon alamat email Tuan.
ReplyDeleteSalam... lama saya tak buka blog ni. Maaf kerana menunggu lama . Alamat email saya sama macam di atas. zaman5169@gmail.com Tk
ReplyDeleteSilap... zaman5619@gmail.com
Delete