Friday, October 01, 2021

SYEIKH MUGHYDEEN ABDUL QHADIR JAILANI BHG 4

 SYEIKH MUGHYDEEN ABDUL QHADIR JAILANI

BAHAGIAN 4

(PERHATIAN: HANYA UNTUK MURID2 YANG MENGAMBIL TALQIN SHADATAI YANG MENYAMPAI KEPADA SYEIKH MUGHYIDEEN ABDUL QHADIR JAILANI SAHAJA. KEPADA YG BELUM MENGAMBIL TALQIN WASILAH DRP SYEIKH, GURU ATAU BADAL, ADALAH DILARANG MEMBACA WARKAH INI)

 


CARA MENDEKATKAN DIRI KEHADRAT ALLAH DENGAN DUA SAYAP, MENURUT SYAIKH ABDUL QHADIR AL-JILANI

 

SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib mengingatkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. "Kau mungkin dekat kepada Allah atau jauh dari-Nya. Jika kau jauh dari-Nya, kenapa berlengah diri, tak berupaya mendapatkan rahmat, kemuliaanmu, keamanan dan kecukupan diri di dunia ini dan di akhirat," tuturnya.

 

Selanjutnya beliau menyarankan agar kita segera terbang kepada-Nya dengan dua sayap. "Sayap pertama berupa penolakan akan kesenangan, keinginan-keinginan tak halal; sayap kedua berupa penanggungan kepedihan, hal-hal tak menyenangkan dan menjauh dari keinginan duniawi dan ukhrawi, agar bisa menyatu denganNya dan dekat kepada-Nya," ujarnya.

 

Tapi jika menurut saya ia taklah semudah itu. Kamu sebenarnya dikehandaki membuat dahulu penyerahan mutlak kepada Allah tampa berbelah bahagi secara ikhlas dan redha 100%. Seperti yang sering kamu ucpkan didalam Surah Fatihah, 17 kali setiap hari didalam solat kamu. Ucapan dan pengakuan sumpah “Hanya kepadaMu aku menyembah dan Hanya kepadaMu aku mohon pertolngan”. Ucapan ini adalah “wajib” kamu buktikan terlebih dahulu secara mutlak. Setelah itu kamu pohonlah pertolongan Allah agar kamu diberi rahmat dan hidayah agar diperkenan supaya dapat bertemu denganNya. Ingatlah!!! Hanya dengan pertolongan Allah sahaja kamu dapat bertemu dengan Nya, melalui jaringan dan pekenan dari semua guru-guru mu, Wali penjagamu, Nabi yang selalu berserta didalam doa kamu dan Rasul yang empunya jalan yang diredhai Tuhan yang telah berjanji kepadanya. Tiada jalan lain… hanya inilah satu-satunya jalan yang perlu kamu tempuh agar kamu berjaya untuk “bertemu denganNya”. Inilah jalan sebenar-benar jalan yang mendapat keredhaan Allah yang sangat kamu perlukan sewaktu kamu hidup didunia dan akan kamu bawa kealam Akhirat kelak. Barulah kamu dapat menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan kepada kamu waktu pertemuan kamu dulu yang telah Allah firmaankan didalam Surah al A’araf ayat 172: “Adakah Aku Tuhan kamu??” Jawab kamu “Ya, bahkan”.

 

"Maka kau peroleh segala yang diidamkan dan diraih orang. Kau menjadi demikian terhormat dan mulia. Jika kau termuliakan dengan kelembutan-Nya, menerima cinta-Nya, dan menerima kasih sayang-Nya, maka tunjukkanlah perilaku terbaik dan jangan berbangga diri dengan semua itu, agar kau tak lalai mengabdi, tak angkuh, tak lazim dan tak tergesa-gesa," tambahnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh.” (QS. 33:72). “Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.” (QS. 17:11).

 

Maka sebenarnya dari dua surah yang diutarakan diatas adalah menunjukkan bahawa sa nya kamu semua telah mengangkat sumpah dan janji dihadapan Allah SWT dan telah ditunjukkan jalanNya yang lurus dikala itu serta kamu sebenarnya telah pun bertemu Allah secara hadap berhadapan waktu dialam roh dahulu dan bila kamu dijatuhkan kedunia kamu dilupakan saat itu dan dilalaikan dengan urusan dunia serta nafsu kamu sendiri. Allah pada waktu itu sebenarnya mahukan kamu kekal mentaatiNya dan kenal dengan Nya, tetapi kamu wajib dicampakkan kedunia supaya Dia hendak mengenal siapakah diantara kamu yang masih memegang kepada sumpah dan janji itu hingga saat kamu kembali semula kehadratNya kelak. Maka orang itulah yang benar-benar manusia yang benar dan dikasihi Allah SWT. Oleh itu adalah menjadi kewajiban kamu semua untuk mengenal Allah sewaktu didunia ini dengan jalan belajar dan menggunakan akal dan fikiran serta beramal soleh agar Allah memberi hidayah kepada kamu untuk “mengenal” Nya dengan satu penyerahan mutlak kepadaNya serta doa-doa dari guru-guru kamu dalam suluk yang berpanjangan istikamahnya hingga kamu berjaya.

 

Janganlah kamu bimbang jika kamu sudah membuat keputusan penyerahan mutlak memilih untuk bersama dengan Allah diseluruh kehidupan kamu. Jika pun kamu tidak terpilih untuk mendapat hidayah dan mengenali Allah semasa didunia ini, insyaallah semasa kamu dialam barzah kelak Allah akan memerentah Malaikat-malikatnya datang kepada kamu untuk mengajar sehingga kamu benar-benar mengenali Allah. Sesuai dengan hadis Nabi yang bermaksud “Pada hari kebangkitan semula nanti, ada diantara umatku akan dibangkitkan dengan cahaya terang dan berseri-seri akibat dari pelajaran yang diterima sewaktu mereka didalam kubur”. Maka peganglah sekuat-kuat hati kamu akan firman Nabi saw itu serta yakin bahawa kamu juga akan mendapat jalan itu kelak agar kamu tidak tergolong diantara mereka-mereka yang lupa dan lalai akan sumpah setia kamu dahulu. Jangan saja kamu tidak melakukan apa-apa kearah tersebut. Jangan diharap akan mendapat pertolongan Allah jika kamu malas berusaha dan tidak berbuat apa-apa tetapi menghendaki hasil yang istimewa. Buktikan kesungguhan dan keyakinan kamu serta istikamah dalam suluk kamu hingga kamu mati. Insyaallah..kamu akan mendapat pertolongan Allah dimana-mana bahagian. Waallahua’lam…

 

Nasehat Syaikh Abdul Qadir: Lindungilah hatimu dari kecondongan kepada orang dan keinginan-keinginan yang telah kau campakkan, dari ketaksabaran, dari ketak-selarasan dan dari ketak-ridhaan kepada Allah di kala ditimpa musibah. Campakkanlah dirimu ke hadapan-Nya dengan sikap seperti bola di kaki pemain polo yang menggulirkannya dengan stiknya, bagai jasad mati di hadapan orang yang memandikannya, dan bagai bayi di pangkuan ibu.

 

"Butalah terhadap segala selain-Nya agar tak kau lihat sesuatu pun selain-Nya – tiada kemaujudan, kemudharatan, manfaat, karunia dan penahan karunia. Anggaplah orang dan sarana duniawi di kala menderita dan ditimpa musibah sebagai cambuk-cambuk-Nya (cemiti pemukul badan) yang dengan keduanya Ia mencambukmu. Dan anggaplah keduanya di kala suka sebagai tangan-Nya yang menyuapimu," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI AGAR KIAN DEKATKAN DIRI DENGAN ALLAH SWT

 



AWAL kehidupan rohani berupa keterlepasan dari kedirian, keberadaan dalam arena hukum, dan kembali kepada kedirian setelah mampu menjaga hukum. "Lepaslah dari kedirian, semisal makan, minum, berbusana, menikah, tempat-tinggal, dan kecenderungan-kecenderungan dan masuklah ke dalam hukum," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib. Selanjutnya beliau berkata, ikutilah Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, sebagaimana Allah berfirman: “Ambillah yang dibawa Nabi kepadamu, dan hindarilah yang dilarangnya.” “Katakanlah: jika kau mencintai Allah, ikutilah Aku, maka Allah akan mencintaimu.” (QS.3:31)

 

Bila telah terlepas dari kedirian dan ketakpatuhan, baik lahiriah maupun batiniah, maka yang ada padamu hanyalah keesaan Allah, dan yang ada pada lahiriahmu hanyalah kepatuhan dan pengabdian kepada Allah.  "Hal ini kemudian menjadi sikap, busana, gerak dan diammu, di kala malam, siang, dalam perjalanan, di rumah, dalam kesulitan, dalam kemudahan, dan dalam segala keadaan. Maka dibawalah kau ke lembah-Nya, dan dikendalikan oleh-Nya," ujarnya.

 

"Berlepaslah dari segala upaya, perjuangan dan dayamu, maka dibawa kepadamu yang pena tak kuasa menuliskannya, dan kamu menjadi begini, terlindung dan terselamatkan di tengah-tengahnya. Hukum terlestarikan padanya, kesesuaian dengan kehendak-Nya diperoleh di dalamnya, dan hukum takkan dilanggar," lanjutnya Allah berfirman: “Sesungguhnya, telah Kami turunkan pengingat, dan sesungguhnya Kami yang menjaga.” (QS.15:90), “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan Kami.” (QS.12:24) "Maka perlindungan Allah menyertaimu, hingga kau menghadap-Nya dengan kasih-Nya," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI: TIADA MAQAM SETELAH WALI DAN BADAL  SELAIN MAQAM NABI.

 

BILA hamba Allah telah lepas dari ciptaan, keinginan, diri, tujuan dan kehendak akan dunia dan akhirat, maka ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dan segala suatu sirna dari hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh ciptaan, dekat kepada-Nya dan menerima karunia-Nya melalui rahmat-Nya.

 

Dibukakan-Nya baginya pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya. "Sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintahNya dan tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi Mahaagung," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.

 

Allah menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan sama hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, karena keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan dan pengupayaan kenikmatan. Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, karena hal ini ada pada orang yang berkeinginan. Pada maqam ini, janji Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, lalu berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain.

 

Begitu pula, kata Syaikh Abdul Qadir, Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi Muhammad SAW wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang terbatalkan, sebagaimana firman-Nya: “Wahyu yang kami hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik. Tidakkah kau tahu bahwa Allah berkuasa atas segala-nya?” (QS.2:106)

 

Ketika Nabi SAW lepas dari keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci , sehubungan dengan tawanan perang Badar , sebagai berikut: ”Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat ; dan Ia Mahakuasa lagi Mahabijaksana. Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku, sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau lakukan.” (QS.8:67-68)

 

Nabi SAW adalah kekasih Allah, yang Ia senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuanNya dan senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya: “Tidakkah kau tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segalanya?” (QS.2:106) Dengan kata lain, menurut Syaikh Abdul Qadir, kamu berada di samudra ketentuan-Nya, yang mengombang-ambingkan kamu, kadang ke sini, kadang ke sana. "Dengan demikian setelah wali ialah Nabi. Tiada maqam setelah waliAllah dan walibadal selain maqam Nabi," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

BAGAIMANA SEHARUSNYA MENJADI WALI, MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 


SEGALA pengalaman spiritual merupakan pengekangan, sebab sang wali diperintahkan untuk menjaga hal-hal itu. Segala yang diperintahkan untuk dijaga menimbulkan pengekangan. Berada dalam ketentuan Allah merupakan kemudahan, sebab yang diperintahkan hanyalah memaujudkan Allah dan menafikan diri serta tunduk dalam ketentuan-Nya (nafikan diri dan sibatkan Allah). "Wali tak boleh bersitegang (sifat berlawanan) dalam masalah ketentuan-Nya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.

 

Menurutnya, ia harus selaras dan tak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada dirinya, entah manis atau pahit. Pengalaman itu terbatas, maka dari itu diperintahkan untuk menjaga pengalaman itu. Di lain pihak, kehendak Allah, yang merupakan ketentuan, tak terbatas. Isyarat bahwa hamba Allah telah mencapai kehendak-Nya dan kemudahan ialah diperintahkan-Nya ia untuk meminta kenikmatan-kenikmatan setelah diperintahkan untuk mencampakkannya dan menjauh darinya. Sebab bila rohaninya hampa akan kenikmatan, dan yang tinggal dalam dirinya hanyalah Tuhan, maka ia dimudahkan dan diperintahkan untuk meminta, mendambakan dan menginginkan hal-hal yang menjadi haknya. Dan yang bisa ia peroleh melalui permintaannya akan hal-hal itu, sehingga harga dirinya di mata Allah, kedudukannya dan karunia Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dengan diterimanya doanya, menjadi kenyataan.

 

Menggunakan lidah untuk meminta kenikmatan sangat menunjukkan hal setelah pengekangan dan keluar dari segala pengalaman, kedudukan dan dari upaya keras menjaga batas. Bila ditolak bahwa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum ini menyebabkan ateisme dan keluar dari Islam sebagaimana firman-Nya: “Abdilah Tuhanmu sampai kematian datang kepadamu.” (QS.15:99). “Jawabku ialah bahwa hal ini tak berarti begitu dan takkan begitu, tetapi bahwa Allah amat pemurah dan wali-Nya amat dicintai-Nya, sehingga Dia tak dapat mengizinkannya untuk menduduki suatu kedudukan hina di mata hukum dan agama-Nya," ujarnya.

 

Sebaliknya, Syaikh Abdul Qadir menyatakan, Dia menyelamatkannya dari semua itu, menjauhkannya dari semua itu, melindunginya dan menjaganya di dalam batas-batas hukum.  Maka ia terlindung dari dosa dan senantiasa berada di dalam batas-batas hukum tanpa upaya dan perjuangan dari dirinya, sedang ia tak sadar akan keadaan ini dikarenakan oleh kedekatannya kepada Tuhannya. Allah berfirman: “Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia adalah salah satu dari hamba-hamba terpilih kami.” (QS.12:24) dan “Sesungguhnya terhadap hamba-hamba-Ku kau tak berkuasa.” (QS.15:42) dan “Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan.” (QS.37:40)

 

"Duhai orang yang malang!" kata Syaikh Abdul Qadir, "Orang semacam itu dijauhkan oleh Allah dan ia adalah curahanNya. Dia memeliharanya dalam pangkuan kedekatan dan kasih-sayang-Nya. Bagaimana bisa si iblis mendekatinya. Bagaimana bisa kekejian mendekatinya: Selanjutnya Syaikh berdoa: "Semoga kekejian terhancurkan oleh daya dan kelembutan sempurnaNya! Semoga Dia melindungi kita dengan perlindungan dan kasih-sayang sempurna sehingga kita senantiasa mampu menjauhkan diri dari dosa-dosa. Semoga Dia memelihara kita dengan rahmat-rahmat dan karunia-karunia sempurna-Nya melalui tindak kasih-sayang-Nya!"

 

SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI TEGASKAN WALI TAK TERJANGKAU NALAR MANUSIA BIASA

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib banyak memberi nasehat kepada umat Islam. Beliau menegaskan para wali dan badal, yang tak terjangkau nalar manusia dan kebiasaan. Perwujudan ini terbentuk: Jalal (keagungan), dan Jamal (keindahan). Kehendak-Nya terwujud. Secara Kasyf (penglihatan rohani) dan Musyahida (pengalaman-pengalaman rohani). "Jalal menghasilkan kegelisahan, pemahaman yang menggundahkan, dan sedemikian menguasai hati, sehingga gejala-gejalanya tampak pada jasmani," tuturnya.

 

Diriwayatkan bila Rasulullah salat, dari hatinya terdengar gemuruh, bak air mendidih di dalam ketel, karena intensitas ketakutan yang timbul dari penglihatan baginda akan Kekuasaan dan KebesaranNya. Diriwayatkan bahwa pilihan Allah, Nabi Ibrahim AS dan Umar sang Khalifah RA, juga mengalami keadaan yang serupa.

 

Mengalami perwujudan keindahan Ilahi merupakan refleksi-Nya pada hati manusia yang mewujudkan nur, keagungan, kata-kata manis, ucapan penuh kasih-sayang, dan kegembiraan atas kelimpahan keruniaNya, maqam yang tinggi, dan keakraban denganNya — yang kepadaNya segala urusan mereka kembali — dan atas takdir yang telah ditetapkanNya jauh di masa lampau.

 

Inilah karunia dan rahmatNya, dan pengukuhan atas mereka di dunia ini, sampai waktu tertentu. Ini dilakukan agar mereka tak melampaui kadar cinta yang layak dalam keinginan mereka akan hal itu, dan karenanya, hati mereka takkan berputus asa, sekali pun mereka menjumpai berbagai hambatan atau bahkan terkulaikan oleh hebatnya ibadah mereka sampai datangnya kematian. Ia melakukan ini berdasarkan kelembutan, kasih sayang dan kehormatan, juga untuk melatih agar hati mereka lembut, karena Dia bijaksana, mengetahui, lembut terhadap mereka.

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi SAW sering berkata kepada Hadhrat Bilal sang muadzin: “Wahai Bilal, gembirakanlah hati kami,” Maksud beliau, hendaklah ia serukan azan agar beliau bisa salat, guna merasakan perwujudan-perwujudan rahmat Ilahi, sebagaimana telah kita bicarakan. Itulah sebabnya Nabi SAW bersabda: “Dan mataku sejuk, bila aku salat.”

 

Penjaga Pintu Hati

 


Selanjutnya dalam risalah yang lain dan pada kitab yang sama, Syaikh Abdul Qadir memberi nasehat, "Keluarlah dari kedirian. Jauhilah dia, dan pasrahkanlah segala sesuatu kepada Allah. Jadilah penjaga pintu hatimu. Patuhilah senantiasa perintah-perintah-Nya, hormatilah larangan-larangan-Nya, dengan menjauhkan segala yang diharamkan-Nya." "Jangan biarkan kedirianmu masuk ke dalam hatimu, setelah keterbuanganmu. Mengusir kedirian dari hati, haruslah disertai pertahanan terhadapnya, dan menolak pematuhan kepadanya dalam segala keadaan," lanjutnya.

 

Mengizinkan ia masuk ke dalam hati, menurut Syaikh, berarti rela mengabdi kepadaNya, dan berintim denganNya. "Maka, jangan menghendaki segala yang bukan kehendak Allah. Segala kehendak yang bukan kehendak Allah, adalah kedirian, yang adalah rimba kejahilan, dan hal itu membinasakanmu, dan penyebab keterasingan dari-Nya. Karena itu, jagalah perintah Allah. Jauhilah larangan-Nya, berpasrahlah selalu kepada-Nya dalam segala yang telah ditetapkanNya, dan jangan sekutukan Dia dengan sesuatu pun."

 

Jangan berkehendak diri, agar tak tergolong orang-orang musyrik. Allah berfirman: “Barang siapa mengharap penjumpaan (liqa) dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan tidak menyekutukanNya.” (QS 18.Al Kahfi: 110). Kesyirikan tak hanya penyembahan berhala. Pemanjaan nafsu jasmani, dan menyamakan segala yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, juga syirik. Sebab selain Allah adalah bukan Tuhan. Bila kau tenggelamkan dalam sesuatu selain Allah berarti kau menyekutukanNya.

 

Oleh sebab itu, waspadalah, jangan terlena. Maka dengan menyendiri, akan diperoleh keamanan. Jangan menganggap dan mengklaim segala kemaujudan atau maqam-mu, berkat kau sendiri. Maka, bila kau berkedudukan, atau dalam keadaan tertentu, jangan membicarakan hal itu kepada orang lain. Sebab dalam perubahan nasib yang terjadi dari hari ke hari, keagungan Allah mewujud, dan Allah mengantarai hamba-hambaNya dan hati-hati mereka.

 

Bisa-bisa yang kau percakapkan, sirna darimu, dan yang kau anggap abadi, berubah, hingga kau termalukan di hadapan yang kau ajak bicara. Simpanlah pengetahuan ini dalam lubuk hatimu, dan jangan perbincangkan dengan orang lain. Jika hal itu terus maujud, maka hal itu akan membawa kemajuan dalam pengetahuan, nur, kesadaran dan pandangan. Allah berfirman: “Segala yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan terlupakan, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya, atau yang sepertinya. Tidakkah kamu ketahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah: 106)

 

Jangan menganggap Allah tak berdaya dalam sesuatu hal. Jangan menganggap ketentuan-Nya tak sempurna. Dan jangan sedikit pun ragu akan janji-Nya. Dalam hal ini ada sebuah contoh luhur dalam Nabi Allah. Ayat-ayat dan surah-surah yang diturunkan kepadanya, dan yang dipraktekkan, dikumandangkan di masjid-masjid, dan termaktub di dalam kitab-kitab. Mengenai hikmah dan keadaan rohani yang dimilikinya, ia sering mengatakan bahwa hatinya sering tertutup awan, dan ia berlindung kepada Allah tujuh puluh kali sehari.

 

Diriwayatkan pula, bahwa dalam sehari ia dibawa dari satu hal ke hal lain sebanyak seratus kali, sampai ia berada pada maqam tertinggi dalam kedekatan dengan Allah. Ia diperintahkan untuk meminta perlindungan kepada Allah, karena sebaik-baik seorang hamba iaitu berlindung dan berpaling kepada Allah. Karena, dengan begini, ada pengakuan akan dosa dan kesalahannya, dan inilah dua macam mutu yang terdapat pada seorang hamba, dalam segala keadaan kehidupan, dan yang dimilikinya sebagai pusaka dari Adam AS, ‘bapak’ manusia, dan pilihan Allah. Berkatalah Adam AS: “Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tak mengampuni kami, dan merahmati kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al-A’raaf: 23).

 

Maka turunlah kepadanya cahaya petunjuk dan pengetahuan tentang tobat, akibat dan tentang hikmah di balik peristiwa ini, yang takkan terungkap tanpa ini. Lalu Allah berpaling kepada mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka bisa bertobat.  Dan Allah mengembalikannya ke hal semua, dan beradalah ia pada peringkat wilayat yang lebih tinggi, dan ia dikaruniai maqam di dunia dan akhirat. Maka menjadilah dunia ini tempat kehidupannya dan keturunannya, sedang akhirat sebagai tempat kembali dan tempat peristirahatan abadi mereka. "Maka, ikutilah Nabi Muhammad SAW, kekasih dan pilihan Allah, dan nenek moyangnya, Adam, pilihan-Nya – keduanya adalah kekasih Allah – dalam hal mengakui kesalahan dan berlindung kepada-Nya dari dosa-dosa, dan dalam hal bertawadhu’ dalam segala keadaan kehidupan," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

BOLEHKAH WALI MENGUMPAT SESEORANG? INI JAWAPAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 


KADANG KALA Allah memberitahu para wali-Nya, tentang kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan palsunya tentang tindakan, kata, pikiran dan tujuannya. "Para waliullah dibuat amat cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan batinlah dan kemarahan lahiriah terpacu oleh pikirannya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.

 

Bagaimana bisa senang, katanya lagi, bila mempunyai penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman akan keesaan Tuhan, bila berkencederungan kesyirikan manusia dari-Nya dan bila masih berpihak kepada musuh, si syaitan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan pengakuannya sebagai shiddiq, keberasingannya dengan mereka yang telah meluruhkan diri ke dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.

 

Kadang dikarenakan kecemburuan akan keagungan Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Kadang karena menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai teguran baginya. Kadang karena KeMahakuasaan kehendak dan kemurkaannya terhadap orang palsu yang mendustakan para wali. Para wali mengutuk pengumpatan terhadap orang semacam itu, dan “bolehkah para wali mengumpat seseorang? Bisakah mereka memperhatikan seseorang, tak hadir atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi orang-orang yang berkedudukan?” Pengutukan semacam itu, dari mereka, tak melebihi firman Allah: “Dosa keduanya lebih besar daripara manfaat keduanya” (QS. 2:219)

 

Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk dan berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkebaratan terhadap kehendak-Nya dan wali-Nya yang mencerca pernyataan-pernyataan si palsu. Jika ia bersikap demikian, kata Syaikh Abdul Qadir, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari dirinya dan dipandang sebagai kembalinya dari kejahilian dan kebiadabannya. Hal itu bagai serangan atas nama sang wali, dan juga menguntungkan si pongah yang berada di tepi jurang kehancuran, karena kepongahan dan ketakpatuhannya. "Dan Allah menunjuki yang dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

KISAH SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI, DI KALA WALI MENGHADAPI SAKARATUL MAUT

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab Futuh Al-Ghaib bertutur mengenai kisah seorang wali menjelang sakaratul maut. Kisah ini disampaikan dalam risalah ke-79, sebagai berikut: Kala sang wali menghadapi sakaratul maut, putranya, Abdul Wahab berkata kepadanya, “Apa yang mesti kulakukan sepeninggal ayah?” “Kamu mesti takut kepada-Nya, jangan takut kepada selain-Nya, jangan berharap kepada selain-Nya, dan berpasrahlah hanya kepadaNya,” jawabnya.

 

Selanjutnya ia berkata, “Aku adalah biji tak berkulit. Orang lain telah datang kepadaku; berilah mereka tempat dan hormatilah mereka. Inilah manfaat nan besar. Jangan membuat tempat ini penuh sesak dengan ini. Atasmu kedamaian, kasih dan ramat Allah. Semoga Dia melindungiku dan kamu, dan mengasihiku dan kamu. Kumulai senantiasa dengan asma Allah.”

 

Ia terus berkata begini satu hari satu malam, “Celakalah kau, aku tak takut sesuatu pun, baik malaikat maupun malakul maut. Duhai malakul maut! Bukanlah kau, tapi sahabatku yang bermurah kepadaku.” Lantas pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan kata kedua putranya, Abdur-Razaq dan Musa, dia mengangkat dan merentangkan kedua tangannya sembari berkata, “Atasmu kedamaian, kasih dan rahmat Allah. Bertobatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu.” Dia berkata, “Tunggu”. Dan, meninggallah dia.

 

10 SIFAT SALIK DAN PERAIH TUJUAN ROHANI, MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib menyebut ada sepuluh sifat pada salik, pengawas-diri dan peraih tujuan rohani.

 

Pertama, tak bersumpah dengan-Nya, entah benar atau tidak, entah sengaja atau tidak. Sebab bila hal ini termapankan, dan lidah terbiasa dengannya, maka hal ini membawanya kepada suatu kedudukan, yang di dalamnya ia mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak.

 

"Nah, bila ia menjadi begini, Allah membukakan baginya pintu nur-Nya. Hatinya tahu manfaat ini, kedudukannya termuliakan, langkah dan kesabarannya terkuatkan. Maka, dipujilah dan dimuliakanlah ia di tengah-tengah tetangga dan sahabatnya, sehingga yang tahu dia, menghormatinya, dan yang melihatnya, takut kepadanya," tuturnya.

 

Kedua, menghindar dari berbicara tak benar, entah serius atau bercanda. Sebab bila ia melakukan dan mengukuhkan hal ini pada dirinya sendiri, dan lidahnya terbiasa dengannya, maka Allah membuka hatinya, dan menjernihkan pengetahuannya, sehingga ia tampak tak tahu kepalsuan. Bila ia mendengarnya dari orang lain, ia memandangnya sebagai noda besar, dan termalukan olehnya. Bila ia memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka baginya pahala.

 

Ketiga, menjaga janji. Sungguh, hal ini demikian menguatkannya, sebab mengingkari janji termasuk kepalsuan. Maka terbukalah baginya pintu kemurahan, dan baginya kemuliaan, dan dicintailah ia oleh para shiddiq dan mulialah ia di hadapan Allah.

 

Keempat, tak mengutuk sesuatu makhluk pun, tak merusak sesuatu pun, meski sekecil atom pun, dan bahkan yang lebih kecil darinya. Sebab hal ini termasuk tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berlaku berdasarkan prinsip ini, memperoleh husnul khatimah di bawah naungan-Nya, Ia meninggikan kedudukannya, Ia melindunginya dari kehancuran, dan mengaruniainya kasih sayang dan kedekatan dengan-Nya.

 

Kelima, tak mendoakan keburukan bagi seorang pun, meski ia telah dizalimi. Lidah dan geraknya tak mendendam, tapi bersabar demi Allah. Hal ini membawanya kepada kedudukan mulia di dunia dan di akhirat. Ia menjadi dicintai dan disayangi oleh semua penerima kebenaran, baik dekat maupun jauh.

 

Keenam, tak berpihak kepada kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan mereka yang sekiblat. Sifat ini menciptakan kesempurnaan dalam mengikuti Sunnah, dan amat jauh dari mencampuri pengetahuan Allah dan juga dari penyiksaan-Nya, dan amat dekat dengan ridha dan kasih sayang-Nya. Inilah pintu kemuliaan dan keagungan dari Allah Yang Mahamulia, yang menganugerahkannya kepada hamba beriman-Nya sebagai balasan atas kasih sayangnya terhadap semua orang.

 

Ketujuh, tak melihat sesuatu kedosaan, baik lahiriah maupun batiniah. Mencegah anasir tubuhnya darinya, sebab hal ini merupakan suatu tindakan tercepat dalam membawa balasan bagi hati dan anasir tubuh di dunia dan pahala di akhirat. "Semoga Allah menganugerahi kita daya untuk berlaku begini, dan menjauhkan kedirian dari hati kita,"ujarnya.

 

Kedelapan, tak membebani seorang pun, entah dengan beban ringan atau berat. Tapi, melepaskan orang dari beban, entah diminta atau tidak. Hal ini menjadikan hamba-hamba Allah dan para saleh mulia, dan memacu orang untuk beramal ma’ruf nahi munkar. Hal ini menciptakan kemuliaan penuh bagi hamba-hamba Allah dan para soleh, dan baginya segenap makhluk tampak sama. Maka Allah membuat hatinya tak memerlukan, iaini dan bertumpu pada Allah. Allah tak meninggikan seorang pun, bila masih terikat kedirian. Bagi orang semacam ini, semua makhluk memiliki hak yang sama, dan mesti diyakini bahwa inilah pintu kemuliaan bagi para mukmin dan para saleh, dan pintu terdekat kepada keikhlasan.

 

Kesembilan, bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa tergoda hatinya oleh milikan mereka. Sungguh, inilah kemuliaan besar, ketidak perluaan sejati, kerajaan besar, pujian agung, kepastian nan tegar kepasrahan sejati kepada-Nya. Inilah pintu segala pintu kepasrahan kepada-Nya, yang memampukan orang meraih ketakwaan kepada-Nya, dan pencipta ketertarikan sempurna dengan-Nya.

 

Kesepuluh, rendah hati. Dengan ini, sang hamba termuliakan dan sempurna di hadapan Allah (Mahaagung Dia) dan insan. Inilah sifat penyempurna kepatuhan, dan dengannya sang hamba meraih kebajikan di kala suka dan duka, dan inilah kesolehan nan sempurna. Rendah hati membuat sang hamba merasa rendah daripada orang lain. Ia berkata, “Mungkin orang ini lebih baik dariku di hadapan Allah, dan lebih tinggi kedudukannya.”

 

Mengenai orang kecil, sang hamba berkata, “Orang ini tak menentang Allah, sedang aku menentang-Nya; sungguh ia lebih baik dariku.” Mengenai orang besar, sang hamba berkata, “Orang ini telah mengabdi kepada-Nya sebelum aku.”

 

Mengenai orang alim, sang hamba berkata, “Orang ini telah dianugerahi yang tak ada padaku, ia telah memperoleh yang tak ku perolehi, ia mengetahui yang tak ku ketahui, dan ia bertindak dengan pengetahuan.”

 

Mengenai orang bodoh, sang hamba berkata, “Orang ini tak mematuhi-Nya karena tak tahu, dan aku tak mematuhi-Nya meski aku tahu, dan kutak tahu akhir hayatku dan akhir hayatnya.” Mengenai orang kafir, sang hamba berkata, “Entahlah, mungkin ia akan menjadi seorang Muslim, dan mungkin aku akan menjadi tak beriman.”

 

Inilah pintu kasih sayang dan ketakutan. Bila hamba Allah telah menjadi begini, maka Allah menyelamatkannya dari segala bencana, dan menjadikannya pilihan-Nya, dan menjadilah ia musuh Iblis, sang musuh Allah. Keadaan ini menciptakan pintu kasih. Dengan mencapainya, pintu kebanggan tertutup dan tali kesombongan diri terputus, dan cita keunggulan diri, agamawis, duniawi dan rohani tercampakkan.

 

Inilah hakikat pengabdian kepada-Nya; Tiada sebaik ini. Dengan meraih keadaan ini, lidah terhenti menyebut insan dunia dan yang sia-sia, dan karyanya tak sempurna tanpa hal ini; kebencian, kepongahan dan keberlebihan terhapus dari hatinya pada segala keadaan, lidahnya sama; orang baginya sama. "Ia tak menegur seseorang dengan keburukan, sebab hal ini membencanai hamba-hamba Allah dan pengabdi-pengabdi-Nya, dan menghancurkan kezuhudan," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

DI MANA POSISI KITA? BEGINI JAWABAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 


SETIAP orang berada dalam salah satu dari kedua hal ini: pengupaya atau yang diupayakan. "Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggung beban yang memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini kerana kau adalah seorang pengupaya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib, risalah ke-71

 

Seorang pengupaya, katanya, mesti bekerja keras dan disalahkan, hingga ia memperoleh yang dikehendakinya. "Tak patut bagimu mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna. Maka kau akan diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian, kehinaan, rasa sakit, derita dan kertergantungan kepada orang. Maka kau akan dimasukkan ke dalam kelompok orang yang dicintai Allah," lanjutnya.

 

Di sisi lain, bila kau adalah yang diupayakan, Syaikh Abdul Qadir mengatakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia menimpakan musibah atasmu. "Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan tinggi. Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal," ujarnya.

 

Syaikh Abdul Qadir lalu bertanya, "Sukakah kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka, atau bila busana kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti busana kemuliaan, nur dan rahmat mereka?" Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu, katanya, tapi Allah SWT tak menyukainya. Dalam hal ini Dia berfirman: “Dan Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (QS.2:232). Dia telah memilihkan untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih baik dan lebih mulia, sedang kau menidakkannya. Jika kau berkata: Bagaimana benar pengabdi sempurna mesti diuji, sedang kau berkata bahwa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta, padahal pilihan Allah adalah orang yang dicintai-Nya?

 

Pertama kami sebutkan aturannya, kata Syaikh Abdul Qadir, kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahwa Nabi SAW adalah yang paling dicintai dan yang paling banyak diuji. Rasulullah SAW bersabda: “Aku telah demikian takut karena Allah, tiada seorang pun yang terancam sepertiku dan aku telah demikian menderita karena Allah, tiada seorang pun yang menderita sepertiku. Telah datang padaku tiga puluh hari dan malam yang di dalamnya kami tak punya makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal.”

 

“Sesungguhnya kami, para Nabi, adalah yang paling banyak diuji; kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya.” “Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya di antara kamu semua.” Nah, bagaimana bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah orang pilihan dan pengabdi sempurna? Syaikh Abdul Qadir menjelaskan, hal ini dikarenakan Dia hendak membuat mereka meraih, sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan kehidupan surgawi takkan meningkat kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini.

 

"Kehidupan duniawi merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal soleh para Nabi dan wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan, berada dalam kesabaran dan keridhaan di tengah-tengah cobaan," tuturnya. "Kemudian", lanjutnya, "Cobaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugrahi rahmat-rahmat Allah, karunia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap Tuhan mereka di akhirat yang abadi," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

KONSEP MANUNGGAL (BERSATU) DENGAN TUHAN MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

(Konsep ini sangat popular dlm ajaran Al Halaj dan Syeikh Siti Jenar yg membuat ramai terkeliru)

 

SYAIKH Abdul Qhadir Al-Jilani mengatakan bila ‘bersatu’ dengan Allah dan mencapai kedekatan dengan-Nya lewat pertolongan-Nya, maka makna hakiki ‘bersatu’ dengan Allah ialah berlepas diri dari makhluk dan kedirian, dan sesuai dengan kehendak-Nya, tanpa gerakmu, yang ada hanya kehendak-Nya. "Nah, inilah keadaan fana (peluruhan), dan dengannya itulah ‘manunggal’ dengan Tuhan," tulisnya dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib. ‘Bersatu’ dengan Allah tentu tak sama dengan bersatu dengan ciptaan-Nya. Bukanlah Ia telah menyatakan: “Tak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (QS. 42:11)

 

Allah tak terpadani oleh semua ciptaan-Nya. ‘Bersatu’ dengan-Nya lazim dikenal oleh mereka yang mengalami kebersatuan ini. Pengalaman mereka berlainan, dan khusus bagi mereka sendiri. Pada diri setiap Rasul, Nabi dan wali Allah, terdapat suatu rahasia yang tak dapat diketahui oleh orang lain. Sering terjadi, seorang murid menyimpan suatu rahasia yang tak diceritakannya kepada sang Syaikh, dan sebaliknya sang Syaikh kadang merahasiakan sesuatu yang tak diketahui si murid, sekali pun mungkin suluk si murid sudah mendekati ambang pintu maqam rohani sang Syaikh, ia terpisah dari Syaikh-nya, dan Allahlah yang menjadi pembimbingnya.

 

Allah memutuskan hubungannya dengan ciptaan. Dengan demikian, sang Syaikh menjadi bagai seorang inang pengasuh yang berhenti menyusui sang bayi setelah dua tahun. Tiada lagi baginya hubungan dengan ciptaan, setelah lenyapnya kedirian. Sang Syaikh diperlukan, selama si murid masih terbelenggu kedirian, yang mesti dihancurkan. Tapi, begitu kelemahan manusiawi ini musnah, maka pada dirinya tak ada lagi noda dan kerusakan, dan ia tak lagi membutuhkan sang Syaikh.

 

Jadi, bila sudah ‘bersatu’ dengan Allah sebagaimana yang digambarkan di atas, kau bersih dari segala selain Allah. Tak kau lihat lagi sesuatu pun kecuali Allah, di kala suka maupun duka, ketakutan maupun berharap, kau hanya menjumpai Dia, Allah SWT, yang patut kau takuti, yang layak kau mintai perlindungan-Nya. Nah, perhatikan senantiasa kehendak-Nya, dambakanlah perintah-Nya, dan pautuhlah selalu kepadanya-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.

 

Jangan biarkan hatimu tertambat pada salah satu ciptaan-Nya. Pandanglah semua ciptaan bagai orang yang ditahan oleh Raja sebuah kerajaan besar, lalu sang Raja merantai leher dan kedua lengannya, menyalibkannya pada sebatang pohon pinus yang berada di tebing sungai berarus deras, bergelombang dan amat dalam.

 

Sementara itu sang Raja duduk di atas singgasana yang tinggi, bersenjatakan lembing, panah, dan berbagai senjata bidik. Lalu mulailah sang raja mengarahkan dan membidikkan salah satu senjata bidiknya kepada si tawanan. Dapatkah kita hargai orang yang melihat ini semua, dan memalingkan penglihatannya dari sang Raja, sama sekali tak takut kepada Raja itu, tak berharap kepadanya, tak ibadah kepada tawanan itu dan tak memohonkan ampunan untuknya?

 

Bukankah, menurut pertimbangan akal sehat, orang semacam ini tergolong tolol, gila, tak berbudi, dan tak manusiawi? Nah, berlindunglah kepada Allah dari kebutaan hati, sesudah memiliki bashirah (mata hati), dari keterpisahan sesudah ‘bersatu’, dari keterasingan sesudah keakraban, dari ketersesatan sesudah memperoleh petunjuk, dan dari kekufuran sesudah beriman.

 

Dunia ini bak sungai besar berarus deras. Setiap hari airnya bertambah, dan itulah perumpamaan nafsu hewani manusia dan segala kesenangan duniawi. Sedang anak panah dan berbagai senjata bidik, melambangkan ujian hidup manusia. Jelaslah, unsur-unsur yang menguasai kehidupan manusia iaitu berbagai cobaan hidup, musibah, penderitaan, dan semua upaya mengatasinya. Bahkan semua karunia dan nikmat yang diterimanya, dibayang-bayangi oleh berbagai musibah. Oleh karena itu, bila seorang cerdik-cendekia sudi menyigi masalah ini terus-menerus, maka ia akan memperoleh pengetahuan tentang hakikat, bahwa tak ada kehidupan sejati kecuali kehidupan akhirat.

 

Rasulullah SAW Bersabda: “Tak ada kehidupan selain kehidupan di akhirat.” Ihwal semacam ini benar-benar terbukti bagi seorang Mukmin, sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Dunia ini adalah penjara bagi seorang Mukmin dan surga bagi seorang kafir.” Baginda juga bersabda: “Orang soleh terkekang.” Bagaimana bisa hidup enak di dunia ini, bila diingat hal ini? Sesungguhnya, kenyamanan hakiki terletak pada hubungan sempurna dengan Allah SWT, penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya. Bila kau lakukan hal ini, niscaya kau terbebas dari dunia ini, dan kepadamu dilimpahkan rahmat, kebahagiaan, kebajikan, kesejahteraan, dan keridhaan-Nya.

 

CIRI-CIRI BERADA PADA MAQAM RABBANI MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI (ulangan)

 


SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani membuat deretan ciri-ciri bagaimana seseorang dianggap berada pada Maqam Rabbani. Sementara ada orang yang sejatinya masih mencintai dunia ini mengaku-aku sebagai orang yang berserah diri. Syaikh Abdul Qadir sepertinya hendak menjelaskan beda antara budak nafsu dan para rabbani.

 

Dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib, pada risalah keempat belas, beliau menulis, "Wahai budak nafsu! Jangan mengaku bagi dirimu sendiri Maqam Para Rabbani. Kau adalah pemuja nafsu, sedang mereka adalah penyembah Allah. Dambaanmu adalah dunia, sedang dambaan mereka adalah akhirat. Matamu hanya melihat dunia ini, sedang mata mereka melihat Tuhan bumi dan langit." Kau pencinta ciptaan, lanjut Syaikh, sedang mereka pencinta Allah. Hatimu terpaut pada yang di bumi, sedang hati mereka terpaut pada Tuhan Arsy. Kau adalah korban segala yang kau lihat, sedang mereka tak melihat segala yang kau lihat. Mereka hanya melihat sang Pencipta segalanya, yang tak mungkin terlihat (oleh mata-mata ini). Orang-orang ini meraih tujuan hidup mereka, dan keselamatan mereka terjamin, sedang kau tetap menjadi korban nafsu duniawi.

 

Orang-orang ini lepas dari ciptaan, nafsu duniawi dan kedirian. Dengan demikian, mereka melicinkan jalan bagi penghampiran mereka kepada Tuhan Yang Mahabesar, yang menganugerahi mereka kekuatan untuk meraih kemaujudan yang baik; kepatuhan kepada Tuhan. "Inilah ridha Allah, yang dianugerahkan-Nya kepada yang dikehendaki-Nya. Mereka jadikan taat dan pemujaan sebagai kewajiban mereka, dan kukuh dalam keduanya dengan bantuan-Nya tanpa mengalami kesulitan. Maka kepatuhan, dapat dikatakan, menjadi dia dan keseharian mereka," tuturnya.

 

Akhirnya, dunia menjadi rahmat dan menyenangkan bagi mereka, bagai surga layaknya. Sebab, bila mereka melihat sesuatu, mereka melihat di balik sesuatu itu penciptaan-Nya. Maka orang-orang ini memberi daya kepada bumi dan langit dan menyenangkan bagi yang mati dan yang hidup. Karena Tuhan mereka telah menjadikan mereka pasak bumi.

 

Mereka bagai gunung-gunung yang berdiri kukuh. Orang-orang ini adalah yang terbaik di antara yang telah diciptakan dan ditebarkan-Nya di dunia ini. "Semoga kedamaian dari Allah melimpahi mereka, juga salam dan rahmat-Nya, selama bumi dan langit maujud," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI: COBAAN MELEMAHKAN HEWANI DAN HAWA NAFSU

 

ALLAH Ta'ala menguji hamba beriman-Nya menurut kadar imannya. Jika iman seseorang kuat, maka cobaannya pun kuat. Cobaan seorang Rasul lebih besar daripada cobaan seorang Nabi, kerana iman Rasul lebih tinggi daripada iman Nabi. Cobaan Nabi lebih besar daripada cobaan seorang wali badal. Cobaan seorang wali badal lebih besar daripada cobaan seorang wali.

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib menjelaskan setiap orang diuji menurut kadar iman dan keyakinannya. Tentang ini Nabi Suci SAW bersabda: “Sesungguhnya kami, para Nabi, adalah orang yang paling banyak diuji." Oleh karena itu, Allah terus menguji pemimpin-pemimpin mulia ini, agar mereka senantiasa berada di sisi-Nya dan tak lengah sedikit pun.

 

Allah SWT mencintai mereka, dan mereka adalah orang-orang yang penuh cinta dan dicintai oleh Allah, dan pencinta takkan pernah ingin menjauh dari yang dicintainya.  Maka, cobaan-cobaan memperkukuh hati dan jiwa mereka dan menjaganya dari kecenderungan terhadap sesuatu yang bukan tujuan hidup mereka, dari merasa senang dan cenderung kepada sesuatu selain Pencipta mereka.

 

"Nah, bila hal ini merasuk ke dalam diri mereka, maka hawa nafsu mereka meleleh, kedirian mereka hancur lebur dan kebenaran menjadi terang-benderang," tutur Syaikh Abdul Qadir. "Maka, kehendak mereka terhadap segala kesenangan hidup ini dan akhirat tertambat di sudut jiwa mereka. Dan kebahagiaan mereka berlabuh pada janji Allah, keridhaan mereka kepada takdir-Nya, dan kesabaran mereka dalam cobaan-Nya," lanjutnya.

 

Maka, kata Syaikh lagi, selamatkanlah mereka dari kejahatan makhluk-Nya dan keinginan hati mereka. Maka, hati menjadi kukuh dan mengendalikan anasir tubuh. Sebab cobaan dan musibah memperkuat hati, keyakinan, iman dan kesabaran, dan melemahkan hewani dan hawa nafsu. "Sebab bila penderitaan datang, sedang sang beriman bersabar, ridha, pasrah kepada kehendak Allah dan bersyukur kepada-Nya, maka Allah menjadi ridha dengannya, dan turunlah kepadanya pertolongan, karunia dan kakuatan," jelasnya. Allah SWT berfirman: “Jika kau bersyukur tentu akan Kutambahkan.”

 

Bila diri manusia berhasil membuat hati memperturutkan keinginan tanpa adanya perintah dan izin dari Allah, kesyirikan dan dosa. Maka, Allah menimpakan kepada jiwa dan hati noda, musibah, luka, kecemasan, kepedihan dan penyakit. Hati dan jiwa terpengaruh oleh penderitaan ini. Namun, bila hati tak mempedulikan panggilan ini, sebelum Allah mengizinkannya melalui ilham, bagi wali, dan wahyu, bagi Rasul dan Nabi, maka Allah menganugerahi jiwa dan hati kasih-sayang, rahmat, kebahagiaan, kecerahan, kedekatan dengan-Nya, keterlepasan dari kebutuhan dan bencana.

 

"Ketahui dan camkanlah hal ini. Selamatkanlah dirimu dari cobaan dengan penuh kewaspadaan, dengan tak segera menimpali panggilan jiwa dan keinginannya. Tapi, tunggulah dengan sabar izin dari Allah agar kau senantiasa selamat di dunia ini dan di akhirat," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI INGATKAN KEPADA MEREKA YANG TIDAK MAHU MEMOHON SESUATU DARIPADA ALLAH SWT.

 

MEMINTA kepada Allah Ta'ala sejatinya adalah hal yang terpuji. Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani bertutur, jangan berkata: “Aku tak mau memohon sesuatu kepada Allah, sebab bila yang kumohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang kepadaku, entah diminta atau tidak. Bila hal itu bukan bagianku, Dia takkan memberikannya kepadaku, walau kuminta.”

 

"Jangan," ujarnya dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib. "Mintalah kepada-Nya segala yang kau inginkan, asalkan yang kau minta itu tak terlarang dan tak merusak, sebab Allah telah memerintahkan kita untuk memohon kepada-Nya." Dia berfirman: “Mintalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan permintaanmu.” (QS.40:60)

 

“Mintalah Kepada-Nya karunia-Nya.” (QS.4:32) Nabi bersabda: “Mintalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa doamu diterima.” “Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak tanganmu.” Masih banyak sabda Nabi seperti ini. Jangan berkata: “Sesungguhnya aku telah memohon kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan lagi memohon sesuatu pun kepadaNya.”

 

Berdoalah selalu kepada-Nya. Jika sesuatu telah ditentukan bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu kepadamu, setelah kau minta. Maka hal itu akan menambah keimananmu akan keesaan-Nya, akan menolongmu menjauh dari meminta kepada manusia, kepada ciptaan, dan dari berpaling kepada-Nya dalam segala keadaan, dan menolongmu meyakini bahwa segala kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.

 

Jika sesuatu tak ditentukan bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu ridha kepada-Nya, meski kau miskin dan sakit, Dia membuatmu senang dengan kesulitan yang menimpamu itu. Bila berutang, Dia buat hati si pemberi hutang tersebut lembut terhadapmu, hingga kau lunasi hutang itu. Bila permohonanmu tak dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di akhirat.

 

Dia takkan mengecewakan pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat. Nabi bersabda bahwa si mukmin akan melihat pada catatan amalnya, pada Hari Pengadilan, amal-amal yang tak dilakukannya. “Tahukah kamu amal-amal itu?” “Aku tak tahu,” jawab si mukmin.

 

Maka dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya, amal-amal itu adalah balasan bagi permohonanmu di dunia, sebab dalam berdoa kepada Allah Mahakuasa lagi Mahaagung, kau senantiasa mengingat-Nya, mangesakan-Nya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbuat kebajikan kepada sesamamu, tak menisbahkan daya kepada diri sendiri dan tak pongah. Semua ini menjadi amal-amal saleh, untuk itulah ada balasannya dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung.”

 

KETIKA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI MENGINGINKAN KEMATIAN

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib dalam risalah ke-64 menulis sebagai berikut: Suatu hari, suatu masalah mengusik benakku Jiwaku tertekan. Ku berkata: “Aku menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan, yang di dalamnya tiada kematian.”

 

Aku ditanya, kematian apakah yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan apakah yang di dalamnya tiada kematian yang tiada memiliki kehidupan ialah kematianku dari sesamaku, sehingga aku tak melihat manfaat dan mudharat mereka, dan kematianku dari diriku, dari keinginanku, dari tujuanku di dalam kehidupan duniawi dan kehidupan setelah matiku, sehingga aku tak berada di dalam kehidupan setelah matiku, sehingga aku tak berada di dalam ini semua.

 

Kehidupan yang tak memiliki kematian ialah kehidupanku dengan kehendak-Nya, sehingga aku tak maujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya ialah kemaujudanku dengan-Nya. Karena aku telah mengerti, maka hal ini telah menjadi tujuan paling muliaku.  Sementara dalam bagian lain Syaikh bertutur: Aku berkata dalam mimpi: “Wahai yang menyekutukan Tuhan di dalam benak dengan diri sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan dalam tindakan dengan kedirian!” Bertanyalah seorang di sampingku, “Pernyataan apakah ini?” “Itulah suatu pengetahuan rohani,” jawabku.

 

BEGINI SIKAP WALI BADAL JIKA TERKENA MUSIBAH MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 


JIKA kau ditimpa musibah, berupayalah bersabar – ini merupakan hal yang rendah – dan bersabarlah, ini merupakan hal yang lebih tinggi dari yang lain. Mintalah agar kau bisa ridha dengan takdir -Nya, bersesuaianlah dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah di dalam kehendak-Nya. "Inilah keadaan para wali badal dan rohaniwan, orang yang tahu perihal Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bila kau terahmati, bersyukurlah, baik melalui lidah, hati maupun anasir tubuh," ujar Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib.

 

Beliau memberi nasehat bahwa bersyukurnya lidah berupa pengakuan bahwa rahmat berasal dari Allah dan penghindaran dari menisbahkannya kepada orang lain, yang melalui tangan-tangan mereka rahmat sampai. "Sebab kau sendiri dan mereka hanyalah sarana-sarana sampainya rahmat," tambahnya. Pemberi dan pencipta sejati rahmat iaitu Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Maka Dia lebih patut disyukuri daripada yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa sebuah hadiah, sebagai pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya adalah tuannya.

 

Allah berfirman tentang orang yang tak bersikap selayaknya: “Mereka mengetahui lahiriah kehidupan duniawi, sedang mengenai akhirat, mereka sungguh lalai.” (QS 30:7) Barangsiapa memandang lahiriah dan penyebab, sedang pengetahuannya tak melebihi ini, kata Syaikh Abdul Qadir, adalah jahil dan rusak pikiran. Istilah 'fikiran’ digunakan untuk orang yang memahami akhir sesuatu. "Bersyukurnya hati terletak pada keyakinan kukuh bahwa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang kau punyai, berasal dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, bukan dari selain-Nya," tuturnya. Dan rasa syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana firman-Nya: “Dan apa pun nikmat yang ada padamu, berasal dari Allah.” (QS 16:53). “Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya padamu lahir dan batin.” (QS 31:20) “Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan mampu menghinggakannya.” (QS 14:34)

 

Nah, dengan semua pernyataan ini, maka tiada pemberi karunia selain Allah. Dan bersyukurnya anasir tubuh terletak pada penggunaan anasir tubuh untuk mematuhi perintah-perintah-Nya guna menjauh dari ciptaan-Nya. "Maka janganlah menimpali (mengharap) pada makhluk, sebab di situ terdapat penentangan terhadap Allah; ciptaan termasuk dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu, kehendakmu dan segalanya," ujarnya. Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau bertindak lain, lanjut Syaikh Abdul Qadir, berarti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya, berperilaku tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan para solehin.

 

Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman: “Barangsiapa tak menentukan dengan yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang yang zalim.” (QS 5:45) Dengan begitu, kau menuju neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu. Bila kau tak tahan demam, untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana kau bisa tahan, untuk selamanya, neraka bersama penghuni-penghuninya? "Menjauhlah, menjauhlah; segeralah, segeralah, berlindunglah kepada Allah," serunya. "Jagalah keadaan-keadaan di atas dengan segala kondisinya, sebab kau tak bisa lepas dari keduannya sepanjang hayat, baik keadaan ditimpa musibah maupun keadaan bahagia. Bersabarlah dan bersyukurlah dalam kedua keadaan itu, sesuai dengan yang telah kuterangkan kepadamu," lanjutnya.

 

Nah, jangan mengeluh, bila ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan manunjukkan kegundahanmu kepada siapa pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam benakmu, dan jangan ragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya akan yang terbaik bagimu di dalam kehidupanmu di dunia dan di akhirat. Dan jangan lari kepada orang guna mendapatkan jalan keluar, sebab, dengan begitu, kau berarti menyekutukan-Nya. Tak satu pun berhak atas milikan-Nya, tak satu pun mempu memberikan mudharat, manfaat, atau menjauhkan kesulitan, menyebabkan sakit dan bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu kebaikan, kecuali Dia. Jangan menjerat oleh ciptaan, baik secara lahiriah maupun batiniah, sebab mereka takkan menguntungkanmu.

 

Bersabar dan ridhalah selalu kepada Allah, dan luruhlah ke dalam kehendak-Nya. Jika rahmat tercabut darimu, maka wajib bagimu minta tolong kepada-Nya. Menunjukkan kerendahdirian, mengakui dosa-dosamu, mengeluh kepada-Nya akan kejahatan dirimu dan akan penjauhanmu dari kebenaran. Mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan keselarasanmu, sampai berakhirnya musibah dan berganti dengan karunia-Nya, kemudahan dan kebahagiaan, sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub. Bak berlalunya gelapnya malam dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya dingin musim dingin, diganti sepoi musim semi dengan aroma harumnya. Sebab bagi segalanya ada pertentangan dan akhir. Maka kesabaran adalah kuncinya, awalnya, akhirnya dan jaminan kebahagiaannya. Inilah yang terungkap dalam Sunnah Nabi saw. “Kesabaran adalah keseluruhan iman.”

 

"Ambillah pelajaran dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika Allah Yang Mahamulia menghendaki, maka kau akan terbimbing," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

SOAL KESENANGAN HIDUP MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya berjudul Futuh Al-Ghaib mengatakan kesenangan hidup dicampakkan tiga kali. Pada awalnya sang hamba Allah berada dalam kegelapan, kejahilan dan kekacauan, bertindak berdasarkan dorongan-dorongan alaminya dalam segala keadaan, tanpa sikap pengabdian terhadap Tuhannya dan tanpa memperhatikan hukum agama. Dalam keadaan begini, Allah memandangnya penuh kasih, maka dianugerahkan-Nya kepadanya pengingat dari sesamanya, seorang hamba soleh-Nya. Dan kawan pengingat ini juga terdapat dalam dirinya sendiri.

 

Kedua pengingat ini jaya atas dirinya, dan peringatan menimbulkan pengaruh pada jiwanya. Maka noda yang ada padanya, seperti memperturutkan kehendak dirinya dan penentangannya terhadap kebenaran, sirna. Maka condonglah ia kepada hukum Allah dalam segala gerak-geriknya. Menjadilah sang hamba Allah itu seorang Muslim di hadapan hukum-Nya, lepas dari alamnya, membuang hal-hal haram duniawi, begitu pula hal-hal yang meragukan dan pertolongan orang.

 

Ia melakukan hal-hal yang halal dalam makan, minum, berpakaian, bernikah, bertempat tinggal dan lain-lain: dan semua ini sangat muhim bagi kesehatan jasmani dan bagi mendapatkan kekuatan untuk mengabdi kepada-Nya, agar ia bisa memperoleh bagian dan orang tak bisa melampauinya, takkan luput dari kehidupan duniawi ini sebelum meraih dan menyempurnakannya. Ia berjalan di atas jalur kebenaran dalam keadaan hidupnya, sehingga hal ini membawanya ke maqam tertinggi wilayat dan menjadikannya pembukti kebenaran dan orang pilihan, yang memiliki pernyataan yang kukuh, yang haus akan hakikat, iaitu Allah.

 

Ia makan dengan perintah-Nya, dan (sang salik) mendengar suara Allah di dalam dirinya berkata, “Campakkanlah dirimu dan campakkanlah kesenangan dan ciptaan, jika kau menghendaki sang Pencipta. Lepaskanlah sepatu dunia dan akhiratmu. Nafilah dari segala kemaujudan, hal-hal yang akan maujud dan segala dambaan. Lepaslah dari segala suatu. Berbahagialah dengan Allah, campakkanlah kesyirikan dan ikhlasan dalam kehendak. Mendekatlah kepada-Nya dengan hormat, dan jangan memandang kehidupan akhirat, kehidupan duniawi, orang-orang dan kesenangan.”

 

Bila ia meraih maqam ini, maka ia menerima busana kemuliaan dan aneka karunia. Dikatakan kepadanya, busanailah dirimu dengan rahmat dan karunia, jangan berburuk-laku menilai dan menampik keinginan-keinginan, karena penolakan terhadap karunia raja sama dengan menekannya dan meremehkan kekuasaannya. Maka ia terselimuti karunia dan anugera-Nya tanpa berupaya.

 

Sebelumnya ia terkuasai oleh keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan dirinya. Maka dikatakan kepadanya, “Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.” Maka baginya empat keadaan, dalam meraih kenikmatan dan karunia. Yang pertama ialah dorongan alami, ini tak halal. Yang kedua ialah hukum, ini diperbolehkan dan absah. Yang ketiga adalah perintah batin, ini adalah keadaan para wali dan pencampakan keinginan. Yang keempat ialah karunia Allah, ini adalah keadaan lenyapnya tujuan dan tercapainya badaliyya dan keadaan menjadi objek-Nya, yang berdiri di atas ketentuan-Nya; ini adalah keadaan tahu dan keadaan memiliki kesolehan, dan tak seorang pun bisa disebut soleh, jika ia belum meraih maqam ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya Waliku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab dan Ia adalah Wali orang-orang soleh (bajik).”(QS. 12:196).

 

Menjadilah ia seorang hamba yang tertahan dari menggunakan sesuatu, memanfaatkan diri dan dari menolak sesuatu yang mudharat baginya. Ia menjadi seperti bayi di tangan perawat dan seperti jasad mati yang sedang dimandikan orang. Maka Allah membesarkannya tanpa kehendaknya dan tanpa upayanya. Ia lepas dari segala hal ini, tak berkeadaan atau bermaqam, tak berkehendak melainkan berada di atas ketentuan-Nya, yang kadang menahan, kadang memudahkannya, kadang membuatnya kaya dan kadang membuatnya miskin. "Ia tak punya pilihan, dan tak menghendaki berlalunya keadaan dan perubahannya. Sebaliknya, ia menunjukkan keridhaan abadi. Inilah keadaan ruhani terakhir yang dicapai oleh para badal dan wali," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI UNTUK MENERIMA SEDIKIT YANG KITA MILIKI

 

SYAIKH Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib menasehati agar kita memegang teguh dan ridah atas sedikit yang kita miliki, hingga nasib mencapai puncaknya. "Pegang teguh dan ridhalah atas sedikit yang kau miliki, hingga ketentuan nasib mencapai puncaknya, dan kau dibawa ke keadaan yang lebih tinggi. Kau akan ditempatkan di dalamnya, dan terjaga dari kekerasan duniawi ini, akhirat, kekejian dan kesesatan," tuturnya dalam risalah keduapuluh tiga.

 

Kemudian, katanya lagi, kau akan dibawa kepada yang mengenakkan matamu. "Ketahuilah bahwa bagianmu takkan lepas darimu dengan pengupayaanmu terhadapnya, sedang yang bukan bagianmu takkan kau raih walau kau berupaya keras. Maka dari itu, bersabarlah dan ridhalah dengan keadaanmu," lanjutnya. Jangan mengambil atau memberikan sesuatu pun sebelum diperintahkan.

 

Jangan bergerak atau diam semaumu, sebab jika kau berlaku begini, kau akan diuji dengan keadaan yang lebih buruk daripada keadaanmu. Sebab, dengan kekeliruan seperti itu kau berarti berbuat aniaya terhadap diri sendiri dan Allah mengetahui yang berbuat aniaya. Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami dijadikan sebagian orang yang zalim sebagai teman bagi sebagian yang lain disebabkan oleh yang mereka upayakan.” (QS.6:129)

 

Sebab kau berada di rumah Raja, yang perintah-Nya berdaulat, yang Mahakuat, yang tenteraNya amat besar, yang kehendak-Nya berdaulat, yang aturan-Nya sempurna, yang kerajaanNya abadi, yang kedaulatan-Nya menyeluruh, yang pengetahuan-Nya tinggi, yang kebijakanNya dalam, yang Mahaadil, yang dari-Nya tak sezarah pun tersembunyi baik di bumi maupun di langit dan tak kezaliman para penzalim pun tersembunyi dari-Nya.

 

Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah takkan mengampuni siapa pun yang menyekutukan-Nya, dan Ia akan mengampuni selain itu yang dikehendaki-Nya.” (QS.4:48) Berupayalah sekuat daya untuk senantiasa tak menyekutukan Allah. Jangan mendekati dosa ini dan jauhilah ia dalam segala gerak dan diammu siang dan malam baik sendirian maupun bersama. "Waspadalah terhadap segala bentuk dosa dalam anasir tubuhmu dan dalam hatimu," katanya.

 

Hindarilah dosa yang tampak ataupun tersembunyi. Jangan menjauh dari Allah, sebab Ia akan melindungimu. Jangan derhaka atas takdir-Nya, sebab Ia akan melumatkanmu, jangan salahkan aturan-Nya, agar kau tak dihinakan-Nya, jangan melupakan-Nya agar kau tak dilupakan-Nya dan tak mengalami kesulitan, jangan mereka-reka di dalam rumah-Nya agar kau tak dibinasakan-Nya, jangan memperkatakan tentang agama-Nya dengan hawa nafsu agar kau tak binasa, agar hatimu tak gelap, agar iman dan pengetahuanmu tak tercabut darimu, agar kau tak dikuasai oleh kekejianmu, hewanimu, hawa nafsumu, keluargamu, tetanggamu, sahabatmu, ciptaan termasuk kalajengking, ular serta jin rumahmu dan makhluk-makhluk melata lainnya, sehingga dengan demikian hidupmu di dunia ini akan gelap dan kau akan disiksa di akhirat terus-menerus.

 

SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI MENJAWAB MEREKA YANG MARAH KEPADA TUHAN

 


Manusia disuruh meminta kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Akan tetapi tak semua permintaan kita kepada Tuhan itu dikabulkan. Lalu, sebagian dari kita menjadi marah karenanya. Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam hal ini menasehati: Kenapa marah kepada Tuhan, karena doa-doa mu belum diterima? "Bebas atau terikatkah engkau? Jika kau berkata bahwa kau seorang bebas, berarti kau tidak beriman. Jika kau bilang bahwa kau seorang budak, kubertanya, salahkah Tuhan menunda penerimaan doamu. Ragukah kau akan kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan kepada seluruh ciptaan, dan akan pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau salahkankah Dia?" ujarnya dalam kitab Futuh Al-Ghaib.

 

Jika kau tak menyalahkan-Nya dan menerima kearifanNya dalam menangguhkan penerimaan doamu, kata Syaikh, maka wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia telah memilihkan yang terbaik bagimu. Jika kau salahkan Dia, berarti kau tak beriman, sebab kau menisbahkan kepada-Nya ketakadilan, dan mustahil Dia tak adil. Ingat, Dia adalah Pemilikmu, Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa penuh atas milik-Nya. Maka “Ketakadilan” tak layak bagi-Nya. Sebab ketakadilan ialah keikutcampuran dalam milikan orang lain, tanpa seizin pemiliknya.

 

Nah, jangan kesal terhadap-Nya, karena kehendak-Nya yang mewujud melaluimu meski tak kau sukai dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka wajib bagimu bersyukur, bersabar, ridha kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan dan ketak-patuhan benak dan kedirianmu – hal-hal yang akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Wajib pula bagimu senantiasa berdoa, berbaik sangka terhadap-Nya, menanti saat-saat yang baik, iaini akan janji-Nya, menunjukkan sikap baik terhadap-Nya, bersesuaian dengan perintah-Nya, senantiasa mengesakan-Nya, segera melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauh dari melakukan hal-hal yang dilarangNya.

 

Dan, salahkan dirimu sendiri, yang berbuat kekejian dan ketakpatuhan terhadap-Nya, hal ini lebih baik. Nisbahkanlah ketakadilan kepada dirimu sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah akan keserasian dengan diri, sebab hal ini adalah musuh Allah dan kawan musuhmu, iaini si Iblis nan terlaknat. Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah. Waspadalah!, waspadalah!. Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah ketakadilan kepadanya, bacakanlah kepadanya firman Allah: “Adakah Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur lagi beriman?” (QS.4:147). “Ini disebabkan perbuatan-perbuatanmu sebelumnya, sesungguhnya Allah adil terhadap hamba-hamba-Nya.” (QS.3:181). “Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (QS.10:44).

 

Bacakanlah bagi dirimu kata-kata ini, ayat-ayat lain Al-Quran dan sabda-sabda Nabi. Berperanglah melawan dirimu demi Allah. "Jadilah komandan pasukan-Nya, sebab kedirianmu adalah musuh terbesar di antara musuh-musuh terbesar Allah," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

MEMILIH DUNIA ATAU AKHIRAT, MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 

BARANGSIAPA menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya mengabaikan dunia. "Barangsiapa menghendaki Allah, maka wajib baginya mengabaikan kehidupan akhirat. Ia harus mencampakkan kehidupan duniawinya demi Tuhannya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kiabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib.

 

Menurut Beliau, selama keinginan, kesenangan dan upaya duniawi dan di dalam hatinya seperti makan, minum, berbusana, menikah , tempat tinggal, kendaraan, jabatan, ketinggian dalam pengetahuan tentang lima pilar ibadah dan hadis dan penghafalan Al-Quran dengan segala bacaan, bahasa dan retorikanya, begitu pula keinginan akan lenyapnya kemiskinan, maujudnya kekayaan, berlalunya musibah, datangnya kesenangan, hilangnya kesulitan dan datangnya kemudahan.

 

Jika keinginan semacam itu masih bersemayam di dalam benak orang, maka itu tentu bukan seorang soleh, karena dalam segala hal ini ada kenikmatan bagi diri manusia dan keselarasan dengan kehendak jasmani, kesenangan jiwa dan kecintaannya. Hal-hal ini merupakan kehidupan duniawi, yang di dalamnya orang senang kebaikan, dan dengannya orang mencoba mendapatkan kepuasan dan ketentraman jiwa.

 

Orang harus berupaya menjadakan hal-hal ini dari hatinya, dan mempersiapkan diri untuk meniadakan semua ini dan mensirnakannya dari jiwa, dan berupaya bersenang dalam peluruhan dan kemiskinan, sehingga tiada lagi di dalam hatinya kesenangan mengisap biji kurma, sehingga pematangannya dari kehidupan duniawi menjadi suci. Bila ia telah menyempurnakannya, segala dukacita hatinya dan kecemasan benaknya akan sirna, dan datanglah kepadanya kesenangan, kehidupan yang baik dan keintiman dengan Allah, sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW: “Mengabaikan dunia menimbulkan kebahagiaan hati dan jasmani.”

 

Tapi selama masih ada di dalam hatinya kesenangan kepada dunia ini, maka dukacita dan ketakutan tetap bersemayam di dalam hatinya, dan kehinaan mengiringnya, begitu pula keterhijaban dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, oleh tabir tebal yang berlipat-lipat. Semua ini tak beranjak, kecuali melalui kecintaan akan dunia ini dan pemutusan darinya.

 

Ia harus mengabaikan kehidupan akhirat, agar tak menghendaki kedudukan dan derajat tinggi, pembantu-pembantu cantik, rumah-rumah, kendaraan, busana, hiasan, makanan, minuman, dan hal-hal lain sejenisnya, yang disediakan oleh Allah Yang Mahabesar bagi hamba-hamba beriman-Nya.

 

Maka janganlah mencoba mendapatkan balasan, atas sesuatu tindakan, dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung di dunia ini atau di akhirat. Dengan demikian Allah akan memberi balasan sebagai rahmat dan kemurahan-Nya. Maka Ia kan mendekatkan kepadaNya dan melimpahkan kelembutan-Nya, dan Ia memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai karunia dan kebajikan, sebagaimana Ia berlaku terhadap para Nabi dan utusan-Nya, terhadap kekasih-kekasih-Nya.

 

Maka setiap hari, dalam hidupnya, urusannya kian sempurna, dan dibawalah ia ke akhirat untuk mengecap yang tak terlihat oleh mata, yang tak terdengar oleh telinga, dan yang tak terpikirkan oleh manusia, yang sungguh tak dapat dipahami dan tak dapat dijelaskan.

 

MENGALAMI KESULITAN HIDUP? BEGINI NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 

SYAIKH Abdul Qadir al-Jilani dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib memberi nasehat kepada seorang hamba Allah yang mengalami kesulitan hidup. "Pertama-tama ia mistilah mencoba mengatasinya dengan upayanya sendiri," kata Syaikh dalam Risalah Ketiga dalam buku tersebut. Bila gagal, nasehat Syaikh Abdul Qadir, ia mencari pertolongan kepada sesamanya, khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau bila dia sakit, kepada doktor . "Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo’a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian," tuturnya.

                                          

Bila ia mampu mengatasinya sendiri, kata Syaikh, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya, demikian pula bila ia berhasil karena sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada sang Khaliq.

 

"Kemudian bila tak juga memperoleh pertolongan dari Allah, maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo’a merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas," lanjutnya. Namun, ujar Syaikh Abdul Qadir, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo’a dan tak mengabulkannya, hingga ia sedemikian terkecewakan terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-Nya mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi, segala aktivitas dan upaya duniawi, dan bertumpu pada rohaninya.

 

Pada peringkat ini, menurut Syaikh, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat haqqul yaqin. "Bahwa pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Dia; tak ada kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan kematian, tiada kemuliaandan kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan, kecuali karena Allah.

 

Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka tak dilihatnya kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak difahaminya, kecuali Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkaruniailah dia dengan karunia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini, ia menjadi mulia, ridha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan senantiasa mengingat-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Ia tertumpu pada-Nya, memperoleh petunjuk dari-Nya, berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju kepada-Nya," demikiah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI TENTANG MEMERHATIKAN DIRI SENDIRI RATA-RATA

 

MASALAH pertama yang patut diperhatikan oleh seseorang yang berakal ialah keadaan dan suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia melihat atau memperhatikan seluruh makhluk dan ciptaan. Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib, dari semua itu, dapatlah dipahami dari mana sumber semua itu dan siapa yang menciptakan semua itu. "Sebab, makhluk itu tanda Al-khaliq (yang mencipta), tanda yang menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan bahwa yang menciptakan itu tentu Maha Bijaksana," tuturnya.  Ada sebuah ungkapan Sufi melayu yang amat mashyur iaitu “KENALI DIRI MU RATA-RATA, BARU KAMU KENAL TUHAN YANG NYATA”. Ungkapan ini menjadi pendorong kepada murid-murid untuk sentiasa bermujahadah diri dan merasa rendah hati kehadrat Allah.

 

Adanya makhluk menunjukkan adanya Al-Khalik, karena keberadaan semua makhluk itu lantaran ada yang menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Dalam ulasannya tentang firman Allah: “Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan yang di bumi”. Diriwayatkan bahwa ulasan ayat tersebut adalah sebagai berikut: Dalam setiap sesuatu itu tersirat satu sifat di antara sifat-sifat Allah dan dalam setiap Nama itu tersirat satu tanda untuk salah satu diantara nama-namaNya. Dengan demikian, pasti kamu ada dalam salah satu diantara nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. BatinNya tampak melalui kuasa-Nya dan zahir-Nya tampak melalui kebijaksanan-Nya. Dia tampak di dalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam perbuatan-perbuatan-Nya.

 

Dia menampakkan ilmu-Nya melalui iradat-Nya dan Dia menyatakan iradat-Nya di dalam gerak-Nya. Dia menyembunyikan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya melalui iradat-Nya. Maka, Dia tersembunyi di dalam ghaib-Nya dan tampak di dalam kebijaksanaan dan kekuasaanNya. Firman Allah: Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS, 42:11)

 

Sesungguhnya banyak rahasia-rahasia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini yang tidak diketahui oleh orang-orang yang tidak memiliki sinar kerohanian di dalam hatinya. Ibnu Abbas mendapatkan ilmu itu dikarenakan doa Nabi Muhammad SAW, untuknya. Nabi mendoakannya, ”Ya Allah, berilah ia pengetahuan tentang agama dan ajarlah ia pengertian tentang Al-Quran”. Semoga kita mendapatkan limpahan karuniaNya dan dimasukkan ke dalam orang-orang yang mendapatkan rahmatNya di hari kebangkitan kelak.

 

BILA DAN KEPADA SIAPA DOA DIKABULKAN? INI JAWABAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 


Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib bertutur bahwa diterimanya doa dan dipenuhinya kebutuhan hambanya, terjadi pada saat yang telah ditentukan, dan sesuai dengan rencana-Nya sebelumnya pada awal masa, dan yang bakal dipenuhi pada saat yang telah ditentukan. "Doa itu sesuai dengan kehendak Allah dan terjadi pada saat yang telah ditentukan-Nya," ujarnya. Inilah yang telah dikatakan oleh seorang alim dalam menerangkan firman-Nya: “Setiap saat, Dia dalam kesibukan.” (QS.55:29)

 

Ini berarti bahwa Allah mengaruniakan pada saat-saat yang telah ditentukan. Dengan demikian, Allah tak memberi seseorang sesuatu di dunia ini karena semata-mata, begitu pula Ia tak menjauhkan sesuatu darinya hanya karena doanya, dan dikatakan. Nabi SAW bersabda bahwa takdir tak bisa dihindari kecuali dengan doa tertentu. Juga tak seorang pun masuk surga melalui kasih-sayang Allah, dan hamba-hamba Allah akan diberi kedudukan di surga sesuai dengan amal-amal mereka. Aisyah ra berkata bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW : “Akankah seseorang masuk surga hanya karena amal-amalnya? “Tidak, tetapi dengan kasihsayang Allah,” jawab Nabi, sambil meletakkan tangannya di atas kepalanya. Ia melakukan hal ini untuk menunjukkan bahwa tak seorang pun berhak menentang Allah.

 

Juga Ia tak wajib memenuhi janji. Tapi Ia berbuat sekehendak-Nya, menyiksa yang dikehendaki-Nya, mengampuni yang dikehendaki-Nya, mengasihi yang dikehendaki-Nya dan mengaruniakan nikmat bagi yang dikehendaki-Nya, dan Ia Mahakuasa atas segalanya. Ia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, sedang hamba-hamba-Nya akan ditanya. Ia memberikan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, dengan karunia dan kasih-Nya, dan menahan karunia-karunia-Nya dari yang dikehendaki-Nya. Begitulah adanya, karena ciptaan, sejak dari arsyNya hingga dasar bumi di lapisan ketujuh bawah langit ini, adalah milik-Nya dan ciptaanNya. Pencipta mereka adalah Allah, dan pemilik mereka adalah Allah, dan Allah berfirman: “Adakah pencipta selain-Nya?” (QS.35:3). “Adakah Tuhan selain Allah?” (QS.27:63). “Dan tahukah kau, adakah yang menyamai-Nya?” (QS.29:65)

 

“Katakanlah: “Ya Allah! Pemilik seluruh kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS.3:26)’

 

SYARAT MELAKUKAN ZIKIR MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani membimbing hati yang lalai dengan cara menghidupkan zikrullah. Ulama besar fiqih kelahiran Persia Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (470-561 H) dikenal sebagai waliyullah yang memiliki kedalaman ilmu. Dalam saalah satu kitabnya, beliau menjelaskan tentang hakikat zikir.

 

Sebagaimana diketahui zikir atau dzikrullah adalah wujud penghambaan seseorang kepada Zat Yang Maha Mulia Allah 'Azza wa Jalla. Perumpamaan orang yang berzikir dan orang yang tidak berzikir, seperti orang yang hidup dan orang yang mati. Dalam Kitab "Sirrul Asror", Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan syarat untuk melakukan zikir. Salah satu syaratnya ialah berada di dalam keadaan berwudhu, suci dari hadas.

 

Secara praktis, Syaikh Abdul Qadir memberi wasiat pada peringkat permulaan supaya zikir itu berkesan, ucapkanlah kuat-kuat ayat yang dijadikan zikir (kalimah tauhid) atau sifat-sifat Allah. Bila perkataan itu diucapkan, usahakan berada di dalam kesadaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati akan mendengar ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup, bukan saja hidup di dunia bahkan juga hidup abadi di akhirat. "Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka." (QS Ad-Dukhan Ayat 56). Nabi saw menceritakan bahwa keadaan orang mukmin yang mencapai yang hak melalui zikir. "Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi". Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia.

 

Para Nabi terus beribadah di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka. Ibadah yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri kepada Allah, bukan shalat yang lima waktu seharian itu. Tawadhu di dalam diri dengan diam adalah nilai utama yang menunjukkan iman sejati. Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha tetapi ia adalah ANUGERAH DARI ALLAH. Setelah dinaikkan kepada maqom (derajat) itu, orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya. Nabi saw bersabda: "Mataku tidur tetapi hatiku berjaga".

 

Pentingnya memperolehi makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi saw dalam hadisnya: "Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua Malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat". Dua Malaikat di sini menunjukkan ruh Nabi Muhammad saw dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat diceritakan oleh Nabi saw "Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih dalam kejahilan, tetapi mereka bangkit dari kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rusak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya."

 

Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi, mencari keuntungen dunia, menjual agama untuk kepentingan diri, menunjuk-nunjuk seperti seorang yg waraq, alim, tawaduk tetapi berbuat dosa dibelakang halayak. Mereka telah menjadi fasik tampa sedar. Sebagaimana firman Allah: "Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".

 

Nabi saw bersabda: "Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai menurut pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya." Niat merupakan asas amalan. Allah berfirman: "Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat. (QS Asy-Syura Ayat 20)

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, cara terbaik untuk meraih itu semua ialah dengan mencari guru rohani yang akan membawa hati hidup. Inilah yang akan menyelamatkan seseorang di akhirat. Dunia itu ibarat kebun akhirat. Orang yang tidak menanam maka kelak dia tidak akan menuai. Jadi, bercocok tanamlah di dunia dengan benih yang baik niscaya ia akan meraih kebahagiaan hidup di akhirat.

 

DOA HARIAN YANG DIAJARKAN SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib memberi nasehat dan mengajarkan doa-doa yang perlu dibaca sehari-hari. "Punyailah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan kerendah hati. Wajib bagimu berendah hati dan bersungguh-sungguh terhadap Sang Pencipta. Jangan salahkan Dia, karena sarana duniawi. Jangan kau rosak hak saudaramu karena kau dan dia adalah kawan. Berkawanlah selalu dengan para darwis, dengan rendah hati, sikap baik dan keterbukaan," tutur Syaikh Abdul Qadir sebelum mengajarkan doa yang dimaksud.

 

Bunuhlah kedirian hingga tercapai kehidupan dalam rohani. Yang terdekat dengan Allah ialah yang paling besar hati dalam berperilaku. Amal terbaik ialah menjaga diri dari selain-Nya. Nasihatilah selalu orang agar berteguh pada kebenaran dan kesabaran. "Cukuplah bagimu bergaul dengan para darwis, dan mengabdi kepada para wali," katanya.

 

Menurut Syaikh Abdul Qadir, darwis adalah orang yang acuh-tak-acuh terhadap selain Allah. Menyerang yang di bawahmu adalah pengecut. Berbuat serupa dengan yang di atasmu adalah memalukan, dan menyerang yang sejajar denganmu adalah tak baik. Menjalani kehidupan darwis dan sufi membutuhkan upaya serius. Semoga Allah mengaruniai kita kekuatan. Duhai Wali! Dikau senantiasa mengingat Allah, sebab hal ini membawa kebaikan dan juga kewajibanmu untuk berpegang teguh pada perjanjian-Nya, sebab hal ini menjauhkan segala kemudharatan. Juga kewajibanmu untuk senantiasa menghadapi segala ketentuan-Nya, sebab hal-hal itu mesti terjadi.

 

Ketahuilah bahwa kau akan ditanya tentang gerak-gerikmu. Selamatkanlah anasir tubuhmu dari ketak-bergunaan. Wajiblah bagimu menaati Allah, Rasul-Nya dan mereka yang mesti ditaati (Ibubapa dan guru-guru). Pikirkanlah kaum Muslim, dan jangan berburuk niat kepada mereka, entah dalam hati, ucapan atau tindakan.

 

Doa tujuh kali

 

Doakanlah orang yang telah menzalimimu, dan takwalah kepada Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Wajib bagimu makan segala yang dihalalkan, dan bertanyalah, tentang yang tak kau ketahui, kepada orang yang memiliki ma’rifat. Berbaiklah senantiasa terhadap Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bersamalah dengan-Nya. Bersamalah dengan selain-Nya, sepanjang dibutuhkan untuk bersama-Nya. Bersedekahlah di kala pagi. Berdoalah di malam hari bagi Muslim yang meninggal.

 

Ucapkanlah tujuh kali di pagi hari dan sore hari. ‘Allahumma ajirna minan nar”, yang maknanya, “Ya Allah! Lindungilah kami dari api neraka.” Berdoalah selalu: “A’udzubillahi-issma’i-il-‘alim minasy-syaithan-ir-rajim”, yang maknanya, “Aku berlindung kepada Allah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui dari syaitan yang terkutuk.” Lalu agungkanlah Dia dengan ayat-ayat terakhir Surah Hasyr: “Dialah Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. Dialah Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, yang mengaruniakan keamanan, Yang Mahamemelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, yang memiliki segala keagungan. Mahasuci Allah dari segala yang mereka persekutukan. Dialah Allah, Pencipta, Pewujud, Pembentuk, Pemilik nama-nama terbaik. Bertasbihlah kepada-Nya segala yang di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana,” demikian nasehat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

 

HAKIKAT MIMPI MENURUT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

 


Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (470-561 H) menjelaskan hakikat mimpi dalam kitab "Sirrul Asror". Sebagai ulama sufi yang punya kedalaman ilmu tasawuf dan ilmu fiqih, Al-Jilani membagi mimpi ke dalam dua macam. Kata Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, mimpi-mimpi merupakan pembawa pembukaan dan perantara kepada yang luar biasa. Bukti kebenaran mimpi dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Allah akan buktikan mimpi itu benar kepada Rasul-Nya, kamu akan memasuki Masjidil Haram jika dikehendaki Allah dengan aman". (QS Al-Fath Ayat 27)

 

Mimpi datangnya dari Allah, tetapi kadang-kadang ada juga yang datang dari syaitan. Nabi saw bersabda: "Siapa yang melihatku di dalam mimpi sesungguhnya dia benar-benar melihatku karena syaitan tidak dapat menyerupai wujudku". Syaikh Abdul Qadir mengemukakan bahwa syaitan juga tidak dapat mengambil bentuk mereka yang beriman, orang yang berada di jalan kebenaran, ahli makrifat, dan orang disinari cahaya Nabi. Orang arif menafsirkan hadis Nabi saw di atas dengan mengatakan syaitan bukan saja tidak dapat mengambil wujud Nabi, bahkan syaitan tidak dapat berpura-pura mengakui seseorang atau orang yang memiliki sifat kemurahan dan kasih sayang. Sesungguhnya para Nabi, wali-wali, Malaikat, Masjidil haram, matahari, bulan, awan putih, Al-Qur'an yang suci, merupakan kewujudan yang syaitan tidak dapat masuk di dalamnya dan juga tak dapat mengambil bentuk mereka.

 

Ini karena sifat syaitan yang menzahirkan kekerasan, hukuman dan kesengsaraan. Ia hanya menggambarkan kekeliruan dan keraguan. Tetapi syaitan bisa saja mengaku sebagai Tuhan dan menipu manusia, membawa mereka menjadi sesat. Ini hanya terjadi dengan izin Allah. Allah memerintahkan Nabi-Nya: "Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS Yusuf Ayat 108). Dalam ayat ini 'orang yang mengikuti aku' adalah manusia sempurna, guru yang tersambung dengan Nabi Muhamamad saw yang akan mewarisi ilmu batin dan kebijaksanaan beliau.

 

Dua Jenis Mimpi

 

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menyebutkan, ada dua jenis mimpi iaitu mimpi subjektif dan mimpi objektif. Jenis pertama mimpi subjektif artinya pandangan atau perasaan yang lahir dari diri sendiri. Mimpi ini seperti bayangan atau gambaran suasana kerohanian (hati). Adapun mimpi objektif mengandung gambaran yang berkaitan dengan suasana seseorang yang bebas dari keresahan. Ia mengenal diri dan menemui ketenteraman pikirannya. Gambarannya adalah kelezatan yang dia akan temui di dalam surga, wewangian dan suara indah di dalam surga. Dia akan bermimpi beberapa jenis hewan dan burung yang menyerupai paling cantik yang ada dalam dunia. Hewan yang dilihat di dalam mimpi itu adalah hewan surga.

 

Misalnya, unta adalah hewan surga. Kuda sebagai hewan yang membawa tentera suci dalam peperangan menentang orang-orang kafir di sekelilingnya. Lembu jantan kepada Nabi Adam membajak tanah untuk ditanami gandum. Kambing biri-biri datangnya dari madu surga. Unta diciptakan dari cahaya surga, kuda dari selasih manis di dalam surga, biri-biri dari kunyit surga.

 

Baghal (hewan sejenis antara kuda dan keledai) menggambarkan suasana terendah seseorang yang menemui hati dan fikiran yang tenang. Apabila dia mimpikan baghal itu tandanya dia malas dalam melakukan ibadah sebab hawa nafsu badannya menahan, dan usaha ruhaninya tidak memberi hasil. Dia harus bertaubat dan melakukan kebajikan supaya mendapatkan hasil.

 

Keledai diciptakan dari batu surga dan diberikan untuk berkhidmat kepada Nabi Adam dan keturunannya. Keledai adalah lambang jasad dan keperluan kebendaan. Jasad adalah hewan yang membawa beban atau membawa ruh. Jika seseorang menjadi hamba kepada jasad dia adalah umpama orang yang memikul keledai di atas bahunya. Jadi, keledai melambangkan cara atau alat seseorang mengarahkan urusan akhiratnya di dalam dunia. Sayyidina Ali radhiyallahu 'anhi berkata: "Jika aku tidak dibentuk oleh Tuhanku, aku tidak akan mengenali-Nya".

 

Kalam suci keluar dari lisan Imam Junaid Al-Baghdadi: "Tiada yang lain kecuali Allah di dalam jubahku". Terdapat rahasia-rahasia besar di dalam peringkat seperti ini yang dicapai oleh manusia sempurna. Terlalu sukar untuk menerangkannya dan terlalu panjang untuk menguraikannya. Ia hanya berkaitan dengan mereka yang menghabiskan hidupnya mengejar ilmu batin. Untuk membentuk ruhani yang sempurna, seseorang memerlukan bimbingan dan teladan guru yang masih hidup. Guru-guru yang menjadi pembimbing adalah para Nabi dan orang-orang yang Allah warisi kebijaksanaan Para Nabi. Melalui pengajaran mereka, hati seseorang akan diterangi cahaya.

 

Guru yang masih hidup mestilah mereka yang tersambung dengan Nabi saw iaitu jika dia benar-benar pewaris Nabi, dia diajarkan untuk menjadi hamba Allah yang sabar. Para guru inilah yang menjadi wasilah dalam meniti jalan kebahagiaan.

 

27 AMALAN AGAR BERTEMU NABI MUHAMMAD DALAM MIMPI

 

Faedah terbesar jika kita berjumpa Rasulullah saw merupakan kenikmatan luar biasa. Sebab, orang yang bertemu Nabi Muhammad saw dalam mimpi adalah benar. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah bersabda: "Barang siapa melihatku dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihatku secara benar. Sesungguhnya syaitan tidak bisa menyerupai bentukku. Barang siapa yang berdusta atasku secara sengaja, maka ia telah mengambil tempat duduk dalam neraka." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Bagaimana mengetahui kita bertemu Rasulullah saw dalam mimpi? Berikut penjelasan Syaikh Ahmad Al-Misri (Dai lulusan Mesir) saat mengisi kajian di Masjid Permata Qalbu, Perumahan Permata Mediterania, Pos Pengumben, Jakarta Barat.

 

Ulama menjelaskan seorang yang bermimpi Rasulullah saw boleh diketahui dari 3 hal berikut:

1. Ada suara yang berkata "Ana Rasulullah" atau "Ana Muhammadar-Rasulullah". Atau "Ana Muhammad ibni Abdillah".

2. Diyakini oleh yang bermimpi itu Rasulullah saw. Ada keyakinan kuat dalam di batinnya.

3. Bermimpi bahwa orang lain mengatakan yang anda mimpi itu adalah Rasulullah saw. Dia mendengar suara atau dalam mimpi anda bakal masuk ke dalam tempat Rasulullah saw.

 

Dalam Kitab Fatawa Imam An-Nawawi disusun Imam 'Alauddin Atha' dijelaskan apakah yang bermimpi Rasulullah hanya orang soleh atau tidak? Kata Imam An-Nawawi, bisa orang soleh atau orang tidak soleh. Syaikh Ahmad menceritakan, orang Nasrani pernah bermimpi Nabi Isa 'alaihis salam dan masuk Islam karena dia melihat Ka'bah terbelah dan ada Nabi Isa lalu Nabi Isa berkata ikuti agama Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. "Kalau anda tanyakan dalil tidak ada. Ini pengalaman para ulama, para 'auliya, para ahli hadis, para ahli tafsir," terang Syaikh Ahmad.

 

Berikut amalan agar berjumpa dengan Rasulullah saw. Jangan putus asa jika mencoba sekali, dua kali, belum ketemu dalam mimpi. Silakan coba terus dan amalkan, insya Allah Anda akan bertemu baginda dalam mimpi.

 

1. Membaca Surah Al-Qadr ketika terbit dan tenggelam matahari 11 kali.

2. Membaca Sura Al-Kautsar dalam satu malam 1,000 kali.

3. Membaca Surah Al-Muzammil 141 kali. (Dibaca dengan yakin dan bershalawat sampai tertidur).

4. Membaca Surah Al-Qadr 1,000 kali di Hari Jumat. Anda tidak akan meninggal sampai bertemu    Rasulullah saw dalam mimpi.

5. Membaca Surah Al-Kautsar 1,000 kali dan bershalawat 1,000 kali di malam Jumat dan tidur dalam keadaan berwudhu. (Posisi duduk, jangan rebahan karena khawatir tidur bablas).

6. Membaca Surah Al-Ikhlas dalam sehari 1,000 kali dengan niat mimpi Rasulullah saw, maka akan bermimpi beliau.

7. Sebelum tidur membaca Ta'awudz 5 kali, Basmallah 5 kali, dan Shalawat berikut 5 kali:

Kemudian berdoa seperti berikut:


“Allahumma Bihaqqi Muhammadin Arinii Wajha Muhammadin haalaan wa Maalaan” (5 kali). Artinya: "Ya Allah dengan kebenaran Nabi Muhammad, perlihatkanlah kepada saya wajah Nabi Muhammad sekarang dan nanti (di akhirat)". Imam Syaikh Jamaludin Abu Mawahib asy-Syadzili mengatakan pernah bermimpi Rasulullah. Beliau mengatakan sebelum tidur membaca amalan itu maka akan didatangi oleh Rasulullah saw.

 

8. Membaca Shalawat Berikut 70 kali:

“Allahumma Sholli 'alaa Sayyidina Muhammadin Kama Amartana an-Nusalliya 'alaih. Allahumma Sholli 'alaa Sayyidina Muhammadin Kama Huwa Ahluh. Allahumma Sholli 'alaa Sayyidina Muhammadin Kama Tuhibbu wa Tardalah. Allahumma Shalli 'alaa Ruh Muhammadin Fi'l Arwah. Allahumma Sholli 'alaa Jasadi Muhammadin Fi'l Ajsad, Allahumma Sholli 'Alaa Qabri Muhammadin Fi'l Qubuur”. (70 kali)

 

9. Dalam Kitab Manbaus Sa'adah ada sebuah faedah kalau ingin bermimpi Rasulullah baca doa ini 100 kali: "Allahumma innii As'aluka Bi Nuuril Anwaaril Ladzii Huwa 'Ainuka Laa Ghairuka An Turiyanii Wajha Nabiyyika Sayyidinaa Muhammadin shallallahu 'alaihi wa aalihi wassallama Kamaa Huwa 'Indaka". (100 kali)

 

AMALAN AGAR BISA MIMPI BERTEMU NABI MUHAMMAD SAW (sambungan)

 


Banyak di antara kaum muslimin bertanya apa amalan agar bisa bermimpi bertemu baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam (SAW). Berikut penjelasan Al-Habib Hamid bin Ja'far Al-Qadri dalam tusiyah yang membahas Kitab "Syama'il Muhammadiyyah".

 

Ada beberapa hadis Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan: "Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihat aku karena setan tidak bisa menyerupai diriku". Riwayat lain, beliau SAW besabda: "Siapa yang bertemu aku dalam tidurnya maka akan menemui aku dalam kenyataan."

 

Lalu, bagaimana agar kita bisa bermimpi bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam? Syeikh Umar Hasan Al-Haddad mengatakan di antara hal itu disebutkan harus ada ikatan secara qalbiyah atau kerinduan yang luar biasa ingin berjumpa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

 

Ada 100 cerita mimpi bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah satunya siapa membaca Surat At-Thariq 40 kali sebelum tidurnya insya Allah bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Surah At-Thariq (Yang Datang di Malam Hari) adalah surah ke-86 dalam Al-Qur'an terdiri dari 17 ayat.

 

Amalan lain disebutkan setelah Salat Isya dan salawat 1000 kali, baca Surah Al-Kautsar insya Allah bertemu Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam tidurnya. Dikatakan Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dalam Kitab Syarah Al'lal Burqah baca syair salawat sampai tidur insya Allah akan berjumpa Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan jika ia tenggelam dalam bacaannya mungkin ia tidak bisa tidur. "Artinya bagaimana mungkin kelopak mata ini terpejam, sedangkan rasa cinta saling bertentangan. Capek pengen tidur, tapi cinta ingin senantiasa shalawat," terang Habib Hamid. Selain itu bisa mengamalkan salawat Al-Habib Ali Al-Habsyi (pengarang Kitab Maulid Simthudduror) juga bisa bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tidurnya.

 

Kisah Hikmah

 

Dikisahkan, ada seorang murid datang menemui gurunya, ia katakan, "Ya tuan guru kasih amalan agar bisa berjumpa dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tidurku". Lalu diberikan amalan oleh gurunya.

 

"Gimana sudah belum? Belum ya guru. Diberi lagi amalan kedua: "sudah mimpi belum?", "belum ya guru." Diberi amalan ketiga kalinya dan ia baca lagi karena tidak mimpi.

 

Kenapa tidak kunjung mimpi bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam? Kalau begitu kau tinggal di rumah saya nanti malam kata gurunya, insya Allah kamu bermimpi. Pas malam tiba, saat makan malam sang murid makan makanan asin yang disuguhkan gurunya. Saat muridnya keasinan muridnya ingin minum. "Kamu mau mimpi bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?", "Ya guru". "Jangan minum".

 

Ketika masuk kamar tidur, sebelum tidur gurunya membawa air batu seraya berkata: "Pandanglah air ini tapi jangan diminum". Lihatin saja dan akhirnya muridnya tertidur. Saat Subuh, si murid bertemu gurunya. "Aku melihat air terjun deras airnya jernih". Gurunya berkata: "Saat mau tidur kamu rindu pada air". Seandainya kamu rindu pada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam seumpama kerinduanmu dan kebutuhanmu pada air itu.

 

Maka bacalah riwayat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, ikuti jejak sunnah beliau dan cinta kepada orang-orang yang dicintai, insya Allah kita akan didatangi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Mudah-mudahan Allah Ta'ala tidak menghalangi kita bertemu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam meskipun dalam mimpi.

 

INILAH CEMBURU YANG DIAJARKAN NABI MUHAMMAD SAW

 

Dalam satu hadits, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) pernah bersabda: "Innii laghaayuurun wamaa minimri-in laa yaghaaruillaa mankuusul qalbi (sesungguhnya aku ini pecemburu. setiap orang yang tidak mempunyai rasa pecemburu, maka tidak lain kecuali orang itu berhati terbalik)".

 

Sesungguhnya Allah Ta'ala itu pecemburu, dan orang mukmin itu hendaknya pecemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila ada orang mukmin melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan Turmudzi dari Abu Hurairah). Malahan jika kamu melebihkan kehendak kendiri kamu saja Allah sudah cemburu (syrik tersembunyi), inikan pula jika kamu menduakanNya dengan yang lain. KemurkaanNya sama saja pada kedua-dua pekara itu.

 

Dalam Kitab Uqud al-Lujain (etika rumah tangga) karya Syeikh Muhammad bin Umar An-Nawawi, Sahabat Ali bin Thalib RA mengatakan, "Apakah kalian tidak malu. Apa kalian tidak cemburu membiarkan perempuan-perempuan (isteri-isteri)-mu keluar ke tengah-tengah kaum lelaki. Ia melihatnya dan mereka memperhatikan dirinya". Tapi ingat, cemburu yang berlebihan juga tidak baik. Imam Ali mengatakan hal itu, "Janganlah kamu berlebihan mencemburu. Sebab dengan kecemburuan yang berlebihan itu sama artinya menuduh isterimu berbuat buruk".

 

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya di antara kecemburuan ada yang dicintai Allah dan ada pula kecemburuan yang dibenci Allah. Di antara sikap berbangga diri ada yang disukai Allah dan ada pula sikap berbangga diri yang dimurkai Allah. Adapun kecemburuan yang disukai Allah adalah kecemburuan (dalam hal keragu-raguan). Kecemburuan yang dibenci Allah adalah kecemburuan di luar hal itu. Adapun sikap berbangga diri yang disukai Allah adalah keberbanggaan seseorang ketika maju ke medan pertempuran di saat terjadinya bencana. Sikap keberbanggaan yang dibenci Allah adalah dalam hal kebatilan".

 

Di era globalisasi saat ini, apabila ada perempuan keluar rumah maka hampir dipastikan menjadi sasaran godaan kaum lelaki. Mungkin dengan cara mengedipkan matanya atau disentuh. Ada pula yang sekadar dipegang dan ada pula yang disindir dengan kata-kata yang jorok yang tidak mengenakan telinganya. Ibnu Hajar mengatakan, jika seorang perempuan (isteri) bermaksud hendak keluar untuk menjenguk orang tua, misalnya, sebenarnya tidak dilarang. Tetapi terlebih dulu harus memperoleh izin dari suaminya.

 

Yang perlu diperhatikan, hendaknya ketika keluar jangan memamerkan perhiasan dan dandanannya. Pakaian yang dikenakannya tidak perlu bagus, melainkan pakaian yang sederhana. Pandangan hendaknya dijaga, ditundukkan sepanjang jalan. Tidak perlu tengok kanan dan kiri. Kalau tidak begitu justru akan membuka kesempatan untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah.

 

KETIKA BERSEDIH, BERSABARLAH SEPERTI RASULULLAH SAW

 

Tim Spirit of Ramadan (SOR) PPPA Daarul Qur’an menebarkan ilmu bermanfaat di Masjid Al Muttaqin di kantor PT PLN (Persero). Diawali dengan pembacaan Surah Yusuf, Ustaz Muhaimin memulai kajian Zuhur dalam upaya menigkatkan iman dan takwa seluruh jamaah.

 

Dalam kajian, Ustaz Muhaimin menceritakan kisah Nabi Yusuf, putra Nabi Yakub. Di antara dua belas orang anak-anak Yakub, Yusuf dan Bunyamin yang paling dicintai. Sehingga saudara-saudaranya cemburu kepada Yusuf. Sampai pada suatu hari, Yusuf dilempar ke dalam sumur yang sangat dalam.

 

''Yang mana kita tahu sumur yang ada di sana jelas berbeda dengan yang ada di sini. Kalau pun terjatuh ke dalam sumur maka tertimpalah dengan batu. Akan tetapi di situlah kekuasaan Allah SWT. Nabi Yusuf tidak terluka bahkan bisa bertahan berhari-hari di dalam sumur tersebut. Hingga ia ditemukan para kafilah atau pedagang yang kebetulan mampir ke sumur tersebut. Maka ikutlah Yusuf bersama dengan kafilah tersebut ke Mesir,”papar Ustaz Muhaimin.

 

Ia mengatakan, Surah Yusuf diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahunamul huzniatau tahun kesedihan di tahun ke sepuluh kenabian. Sebab kala itu, Khadijah yang merupakan isteri Rasulullah SAW, meninggal dunia. Tak lama dari itu pamannya Abu Thalib pun mengembuskan napas terakhir. Rasululullah akhirnya mencari tempat baru untuk berdakwah iaini ke negeri bernama Thaif.

 

Cobaan di Thaif begitu berat. Rasulullah dilempari batu bukan hanya oleh orang dewasa. Anak-anak pun ikut menyerangnya hingga keningnya berdarah. Allah pun memerintahkan malaikatnya untuk menimpakan dua gunung yang berada di negeri tersebut. Namun, dengan kesabarannya Rasulullah menjawab, ''Jangan wahai Jibril, sesungguhnya mereka itu belum tahu.”

 

Dari kejadian ini, Allah SWT memberikan hiburan kepada Rasulullah SAW dengan menurunkan Surah Yusuf. Ulama tabiin mengatakan, jika mengalami kesedihan dan penderitaan berkepanjangan maka bacalah Surah Yusuf. Ustaz Muhaimin mengajak jamaah yang hadir untuk meniru sifat Rasulullah yang begitu sabar dalam menghadapi cobaan. ''Jadi jangan mengaku umat Muhammad SAW kalau masih susah untuk bersabar dan memaafkan kesalahan orang lain,” tuturnya.

 

KISAH ORANG SALEH BERMIMPI BERTEMU NABI MUHAMMAD SAW

 

Kiyai Ruhuddin (Dewan Guru Yayasan Al-Fachriyah Tangerang) bercerita tentang kisah seorang soleh bermimpi bertemu Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam (SAW). Kisah ini diceritakan beliau saat pembacaan Zikir dan Doa Arafah di Ponpes Al-Fahriyah Tangerang Kamis sore 9 Dzulhijjah 1441 H .

 

Dikisahkan, seorang saleh bermimpi malam pertama mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW . Dalam mimpinya, Nabi SAW berkata kepada orang soleh itu, "Ya Fulan pergilah ke Mekkah cari si Fulan bin Fulan yang ada di perkampungan sekitar Mekkah".

 

Orang soleh itu tidak menghiraukannya. Pada malam kedua, orang soleh itu bermimpi lagi ketemu Nabi SAW persis seperti malam pertama. Kata Nabi : "Ya Fulan bangun pergi umrah, pergilah ke perkampungan yang ada di Kota Mekkah, cari Fulan bin Fulan, kabarkan kabar gembira kepadanya bahwa ia adalah calon penghuni surga ".

 

Orang soleh itu pun tidak menghiraukannya. Pada malam yang ketiga, dia bermimpi lagi ketemu Rasulullah SAW . Kata Nabi, "Ya Fulan sampaikan ke Fulan bin Fulan yang ada di perkampungan Mekkah, kabarkan kabar gembira sesungguhnya ia adalah calon penghuni surga ".

 

Malam ketiga setelah mimpi berturut-turut ketemu Nabi SAW , orang soleh itu pun pergi umrah. Sampai di Makkah, selepas ibadah umrah ia pergi ke kampung yang dimaksud Rasulullah SAW . Sampai di perkampungan itu, dia melihat wajah-wajah manusia ahli ibadah, wajah-wajah orang soleh. Terpancar dari wajah mereka cahaya ibadah, cahaya zikir, cahaya wudhu.

 

Maka orang soleh berkata, "Ini yang saya cari di kampung ini penghuninya orang-orang soleh. Bagaimana orang yang saya maksud, yang saya tuju pasti pemimpinnya orang-orang soleh, pasti orang yang amat soleh di kampung ini".

 

Dia terus mencari, dia tanya nama yang dimaksud dan rumah yang dimaksud, lalu diantarlah ia oleh seseorang ke rumah yang dimaksud. Maka ketika pertama dia melihat bayangan, ini orang yang akan aku temui pasti orang yang paling soleh di kampung ini. Ternyata yang dia temui adalah orang berwajah biasa, mungkin bahasa kita wajah yang menakutkan, tidak terpancar cahaya ibadah, dan tidak terpancar cahaya taat kepada Allah.

 

Namun, orang soleh itu tidak peduli sembari berkata dalam hatinya, "Saya harus husnudzzan (berpikir positif) sampai kemari bukan mencari kesalahan orang lain. Tapi menyampaikan kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW bahwa ini orang calon penghuni surga ".

 

Ketika pintu dibuka, shahibul bait bertanya siapa gerangan, ada apa maksud datang ke rumah? Orang soleh itu berkata: "Saya ke mari menyampaikan salam dari Nabi SAW dan menyampaikan bahwasanya kabar gembira untukmu sesungguhnya engkau adalah calon penghuni surga ".

 

Mendengar itu, penghuni rumah itu tertawa dan tidak percaya. "Antum salah alamat, bohong antum. Saya ini adalah orang paling berdosa di kampung ini, tukang maksiat, di luar sana banyak orang ahli ibadah, orang-orang soleh ".Kemudian orang soleh bercerita bahwa dia 3 malam berturut-turut mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW . "Saya baru keluar dari ibadah umrah tidak mungkin saya berdusta karena saya baru pulang dari umrah," kata orang soleh itu.

 

Lalu orang soleh itu mengajak shahibul bait yang dimaksud pergi umrah ke Masjidil Haram. Penghuni rumah itu kaget sembari berkata: "Saya seumur hidup tinggal di sini tak pernah melihat Ka'bah, tak pernah datang ke Masjidil Haram," katanya.

 

Kata Kiyai Ruhuddin yang juga lulusan Rubat Tariem Hadramaut Yaman, bagi manusia beberapa langkah ke Masjidil Haram, beberapa langkah kepada Nabi Muhammad SAW sampai akhir hayatnya tak pernah pergi haji atau umrah, tak pernah ziarah ke makam Rasulullah SAW . Berapa banyak manusia jauh dengan Nabi Muhammad SAW. Apalagi di Tanah Air jaraknya jauh ke Mekkah, jauh ke Madinah, namun sangat merindukan berziarah kepada Nabi SAW.

 

Amalan Ahli Surga

 

Ketika diajak ke Makkah, orang soleh itu semakin penasaran lalu bertanya kepada ahli surga yang disebut Nabi SAW. "Telanjur kita dah bertemu saya ingin bertanya apakah amalanmu sehingga engkau mendapatkan kabar gembira dari Nabi SAW," tanya orang soleh itu.

 

Lalu orang itu menjawab: "Saya punya tetangga meninggal dia punya anak, suaminya meninggal, maka dari detik dia meninggal sampai detik ini pendapatan saya setiap bulan saya bagi dua. Sebagian saya bagikan untuk keluarga saya, dan sebagian lagi untuk anak-anak yatim tetangga saya yang ayahnya meninggal sampai detik ini saya perhatikan," kata shohibul bait itu.

 

Mendengar itu, orang saleh itu pun terkejut. Ternyata penyebab masuk surga bukanlah kerana amalan (imamah) yang besar, bukan jubah. Ternyata masuk surga juga bukan sebab ibadah puasa yang banyak, bukan sebab 'alim, bukan sebab pintar ceramah. Penyebab masuk surga ternyata bukan ahli taat, bukan banyak puasa, bukan banyak haji dan umrah, bukan banyak jawatan yang tinggi, bukan karena harta yang melimpah, bukan kerana nampak alim dan wara, bukan kerana punya PhD melambak-lambak, bukan kerana berpakaian seperti orang arab, bercelak dan berdandan rapi, wangi dll. Sebab masuk syurga ialah kerana ihsan Allah, belas kasihan Allah dan kasih sayang Allah.  

 

Terkadang amal soleh yang kecil, amal yang disepelekan itulah penyelamat dan penyebab seorang bahagia di dunia dan di akhirat perhatian kepada sesama. Ketika sampai di Mekkah, pertama kali yang dilihatnya adalah Ka'bah, orang itu menangis. Orang soleh tadi berkata, "Saya dan orang-orang di sekitar ikut menangis, bukan karena terharu melihat Ka'bah, tetapi terharu melihat seseorang terus menangis merindukan sekali ketika memandang Ka'bah dengan penuh mahabbah (kecintaan)".

 

Akhirnya orang itu melakukan thawaf, Sa'i, dan bersujud. Ketika sujud itulah tangisannya terhenti, nafas dan ruhnya sudah tiada. Subhanallah, orang itu meninggal husnul khatimah saat pertama kali sujud menghadap Ka'bah di Masjidil Haram. Inilah penghuni surga yang disebut oleh Rasulullah SAW dalam mimpi orang soleh tersebut. Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa sebab seseorang masuk surga ternyata bukan karena banyak haji, banyak umrah, banyak berzikir, puasa dan lain-lain (tidak bermaksud mengecilkan amalan mulia tersebut). Tetapi karena amal soleh yang kecil yang membantu orang lain, membantu anak yatim ataupun tetangganya. Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk selalu berbuat baik.

 

INILAH AMALAN KAUM MUHAJIRIN YANG MEMBUAT RASULULLAH GEMBIRA

 


Dalam satu hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Abu Dawud diceritakan sebuah kisah yang sangat menyentuh hati. Ketika itu sekumpulan kaum Muhajirin yang lemah (miskin) berkumpul dengan posisi sebagian mereka menutupi sebagian lainnya demi menutup aurat mereka.

 

Kaum Muhajirin adalah penduduk Mekkah yang mengikuti hijrah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) ke Madinah. Rasulullah SAW memuji mereka dan mengabarkan ganjaran surga karena amal perbuatan mereka. Dari Abi Sa'id Al-Khudri RA, ia menceritakan, "Pernah pada suatu ketika aku duduk dengan sekumpulan Muhajirin yang lemah. Dan sungguh, sebagian mereka menutupi dirinya dengan sebagian lainnya agar tidak terlihat auratnya, sedang seorang Qari membacakan Al-Qur'an kepada kami.

 

Tiba-tiba datanglah Rasulullah SAW lalu berdiri di antara kami. Ketika Rasulullah berdiri, Qari itu pun diam. Kemudian baginda SAW memberi salam dan bertanya, 'Apa yang sedang kamu lakukan?' Kami menjawab, 'Kami sedang mendengarkan bacaan kitabullah.

 

Beliau bersabda, "Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan sebagian umatku orang-orang yang aku perintah agar bersabar bersama mereka." Kemudian beliau duduk di tengah mengatur kami. Kemudian beliau berisyarat dengan tangan beliau, 'Melingkarlah kalian seperti ini!'

 

Maka wajah mereka pun tertuju ke arah Rasulullah. Lalu beliau bersabda, "Bergembiralah kalian, wahai sekalian Muhajirin yang miskin, (kalian akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat. Kalian akan masuk surga setengah hari lebih dulu daripada orang-orang kaya, sedang setengah hari (akhirat) sama dengan lima ratus tahun".

 

Adapun penjelasan hadis di atas, 'telanjang badan' maksudnya adalah di luar batas aurat tidak tertutupi. Sebab apabila di depan umum, walaupun bukan aurat, mereka tetap menutupinya. Ketika Rasulullah datang, mereka tidak segera menyadarinya karena kekusyukan mereka. Mereka baru menyadarinya ketika Nabi telah berada di depan mereka.

 

Sebagai adab, orang yang membaca pun diam sejenak. Meskipun Nabi melihat langsung bahwa mereka sedang membaca Al-Qur'an, beliau tetap bertanya tentang apa yang mereka lakukan. Hal ini menunjukan betapa gembiranya baginda terhadap amalan mereka. Dalam hadis diatas juga disebutkan bahwa 'satu hari di akhirat sebanding dengan seribu tahun dunia'. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung." (QS. Al Hajj: 47)

 

Inilah sebabnya, mengapa hari Kiamat sering disebut besok. Namun hitungan ini hanya berlaku untuk orang-orang yang beriman. Sedangkan untuk orang-orang kafir, Al-Qur'an telah menjelaskan: "Satu hari kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun." (QS. Al Ma'aarij: 4) Sebenarnya, banyak sekali riwayat yang menjelaskan keutamaan membaca Al-Qur'an dan hadis yang menjelaskan keutamaan menyimak bacaan Al-Qur'an. Nabi SAW sendiri diperintah agar duduk bersama mereka, sebagaimana dalam hadis di atas.

 

Sebagian ulama menyebutkan bahwa mendengarkan bacaan Al-Qur'an lebih baik daripada membacanya. Karena membaca Al-Qur'an hukumnya Sunnah, sedang mendengarkannya adalah wajib. Dan yang wajib itu selalu lebih tinggi derajatnya daripada yang Sunnah. Berdasarkan hadis di atas diambil kesimpulan mengenai masalah yang sering diperselisihkan oleh para ulama. Yaitu mana yang lebih utama antara orang fakir yang bersabar dengan kemiskinannya (tidak mengeluh kemiskinannya kepada siapapun), dan orang kaya yang bersyukur kepada Allah serta menunaikan kewajibannya. Hadis di atas mendukung pendapat bahwa orang fakir yang bersabar dengan kemiskinannya adalah lebih utama.

 

NASEHAT SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI KETIKA BAHAGIA DAN DUKA

 


Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani bertutur banyak tentang rohani manusia dalam kitabnya yang berjudul Futuh Al-Ghaib. Menurut Beliau, keadaan rohani manusia itu: bahagia dan duka. "Bila duka, maka timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, penyalahan terhadap perilaku buruk, dosa karena menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran," ujarnya.

 

Selanjutnya beliau berkata: Bila bahagia, lanjutnya, ia menjadi kurban kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila nafsu diperturutkan, ia pun menginginkan yang lainnya dan meremehkan karunia yang dimilikinya; maka ia tak menghargai karunia-karunia ini dan meminta karunia yang lebih baik lagi, sehingga hal ini menempatkannya dalam rangkaian kesulitan yang tak berakhir di dunia ini atau di akhirat, sebagaimana dikatakan: “Sesungguhnya siksaan paling pedih iaitu bagi pengupayaan yang bukan bagiannya.”

 

Maka, bila ia dirundung kesulitan yang dikehendaki hanyalah sirnanya kesulitan itu. Ia menjadi lupa akan segala karunia, dan tidak menghendaki sesuatu pun dari hal ini. Bila ia dikaruniai kebahagiaan hidup, maka ia kembali menjadi sombong, rakus, membangkang terhadap Tuhannya dan tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan kesengsaraannya ini dan bencana, yang kurbannya adalah dirinya sendiri.

 

Maka segeralah ia menjadi lebih buruk daripada kala ia diharu-biru aneka musibah dan kesulitan sebagai hukuman atas dosa-dosanya, agar ia terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya dari perbuatan dosa di kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak mengubahnya, tetapi keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan. Andai ia berlaku baik, setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam kepatuhan, bersyukur dan menerima nasibnya dangan senang hati, maka hal itu lebih baik baginya di dunia ini dan di akhirat. Maka, hidupmu akan kian bahagia.

 

Nah, barangsiapa menginginkan keselamatan hidup di dunia ini dan di akhirat, maka ia harus senantiasa bersabar, pasrah, menghindar dari mengeluh kepada orang, dan memperoleh kebutuhannya dari Tuhannya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan membuatnya sebagai kewajiban untuk mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan sepenuhnya mengabdi kepada-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Ia, betapa pun, lebih baik ketimbang seluruh makhluk-Nya. Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi karunia, Penghukuman-Nya menjadi rahmat, musibah dari-Nya menjadi obat, janji-Nya terpenuhi. Kemurahan-Nya merupakan kenyataan yang ada.

 

Kata-Nya merupakan suatu kebajikan. Tentu, firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan terhadapnya “Jadilah,” maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak dan tepat, kecuali bahwa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang ketepatan-Nya dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini. Maka, lebih baik dan layak bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi kepada-Nya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari larangan-larangan-Nya, menerima ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian makhluk – sebab hal ini merupakan sumber segala ketentuan, menguatnya mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab dan masa (kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya.

 

Pernyataan ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, yang dikutip oleh Ata bin Abbas. Katanya: “Ketika aku berada di belakang Rasulullah (saw), beliau berkata kepadaku, “Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka kau akan mendapati-Nya di depanmu.’ ”

 

Nah, jika kau memerlukan pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi kering setelah menuliskan segala yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba Allah berupaya keras memberimu sesuatu yang tak Allah tentukan bagimu, maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika hamba-hamba Allah berupaya keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya, maka mereka takkan berhasil.

 

Nah, jika kau bisa bertindak berdasarkan perintah-perintah Allah dengan sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika kau tak mampu melakukan yang demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas apa yang tak kau sukai, sembari mengingat bahwa di dalamnya banyak kebaikan.

 

Ketahuilah, bahwa pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keridhaan, dan dalam kesulitan itu ada kemudahan. Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis ini sebagai cermin bagi hatinya, sebagai busana lahiriah dan rohaniah, sebagai slogan, dan hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan diamnya, agar selamat di dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan kemuliaan darinya, dengan kasih-sayang Allah, Yang Mahamulia.

 


Demikian dulu warkah yang saya tulis di bhg 4 ini, semoga ini membawa barakah, manfa,at, dan Ridho Allah swt, Syafa‘at Rasulullah saw serta Karomah Auliyaillah khushushon Syeikh Mughydeen Abdul Qodir Jailani ra selalu terlimpahkan kepada kita, keluarga dan anak-anak keturunan kita semua Dunia dan Akhirat. Dan semoga kita terpelihara dari semua bentuk kezaliman dunia dan akhirat yang didatangkan kepada kita dari manusia, Jin, Syaitan dan Iblis. Semoga dengan berkat Syeikh kita mendapat ilmu yang mengalir darinya dan mendapat Syafaat Guru dan pertolngan Allah diakhir hayat kita nanti. Amien ya rabbal alamin…

 

 

BERSAMBUNG BHG 5..

 

ZAMAN

2 comments:

  1. Assalamualaikum Tuan Zaman..

    1. Sy nk bertanya sedikit n lari dari tajuk diatas, betulka dalam nusantara kita ada manusia yg ilmunya dapat membuat / mencipta emas dengan tangannya sendiri?
    2. Ilmu membuat / mencipta emas memang ada ka di wilayah nusantara ini? mcm mna ilmu yg kita ada iaitu membuat besi yg terdapat di area sungai batu..

    sekian tuan zaman..

    ReplyDelete
  2. Waalaikumsalam...

    1. Saya tak pernah mengatahui jika ada manusia dikawasan Nusantara ini yang memiliki "kuasa ilmu" yang boleh mengdatangkan/mencipta emas dgn tangan mereka sendiri. Dulu sewaktu arwah atok zamany masih hidup, pernah sekali saya ikut satu kempulan manusia yang cuba 'MENAREK" emas disuatu kawasan bekas lombong emas di negeri Pahang. Tapi tak ada pun datang emas tu. seminggu mereka berwirid disitu...sampai bergegar bumi (macam gempa bumi), namun emasnya pun tak datang jugak.

    2. Jadi kesimpulannya... memang tak ada kot ilmu seumpama itu.

    3. Tapi kalau ilmu melombong emas, mencair emas, membentuk emas menjadi barang kemas... yang ini memang ramai orang2 melayu ceburi, terutama petukang2 emas Kelantan. Lombong2 emas pun ramai orang melayu punya. Saya sendiri pernah perrgi tengok cara2 melombong emas di Jeli Kelantan. Pernah juga ikut kawan2 mencari dan mendulang emas disungai2 negeri Pahang dan juga dipantai Meresing Johor. Dapatlah beberapa gram... yang ini memang sah ada. Contohnya lombong emas terbuka di Lubuk Mandi Terganu. Melombong disana sangat berisiko, silap2 tertimbus tanah dan mati. Kejadian seumpama ini memang pernah terjadi. Pastikan kalau nak melombong dapatkan surat kebenaran dari Jabatan Hutan atau PTG dahulu sebelum melombong. Setakat itu saja yang saya tahu.

    ZAMAN

    ReplyDelete